17

1.6K 144 54
                                    

***

Mata Radia ikut meredup mengantuk, sesaat kemudian mengerjab cepat saat merasakan tubuh di atas terlonjak. Tak lama Reiki mengangkat kepala menatap linglung, seperti memastikan karena setelah itu nampak menghela napas pelan.

"Kenapa?" tanya Radia heran.

"Gua mimpi lu ditembak," kata Reiki pelan, mengacak rambut sejenak.

"Cowok ganteng yang nembak? Aku gak jomblo lagi dong?" tanya Radia dengan senyum menggoda.

"Gua serius. Lu ditembak sampe berdarah," kata Reiki datar, mencubit pelan lengan Radia membuahkan ringisan kecil.

Radia terdiam, tapi kemudian tersenyum simpul membalas, "itu cuma mimpi."

Reiki diam sebelum kembali meletakkan kepala, tapi lebih erat memeluk, bisa gila Reiki jika mimpi itu benar terjadi di kenyataan.

Reiki menutup mata kembali, bayangan Radia tertembak dan mengeluarkan banyak darah di dada muncul dalam kepala, segera menggeleng gusar.

Tak lama Reiki mengangkat kepala lagi, terlihat jelas kegelisahan di sorot mata membuat Radia bingung harus bagaimana menanggapi.

"Itu cuma mimpi, jadi gakpapa. Toh, kalo beneran pun itu yang ketembak kan aku, bukan kamu," kata Radia dengan senyum kecil, mengelus pipi Reiki yang menatap lamat-lamat.

"Justru karena itu lu," balas Reiki serius.

Radia menghela napas samar, mengalungkan lengan ke leher Reiki, memberanikan diri mengecup bibir laki-laki itu sekejab, lalu mengulas senyum simpul.

"Gak usah terlalu dipikirin. Lagian kan aku selalu di sini, gak mungkin ada yang bisa masuk buat nembak aku, ya kan? Malah kamu yang punya pistol di kamar," kata Radia lagi meyakinkan.

Reiki diam cukup lama sebelum mengangguk ragu, berharap itu memang hanya mimpi tanpa arti. Mendapat senyum manis, Reiki perlahan melupakan bayangan mimpi dan rasa kantuk, mendekatkan wajah pada Radia sebelum benar-benar mencium bibir itu.

Radia diam tidak menolak, memperhatikan bagaimana Reiki menutup mata meresapi ciuman. Tidak kasar, justru sangat lembut, bergerak perlahan menyapu bibir. Tangan Radia yang mengalung di leher berpindah menyisir rambut depan laki-laki itu.

Mendapat usapan, kelopak mata Reiki terbuka perlahan, membalas tatapan Radia dengan sayu. Manis coklat yang sebelumnya Radia makan bisa terkecap di lidah Reiki di tengah pertukaran saliva.

"Udah tenang?" tanya Radia begitu tautan bibir terlepas, tapi Reiki tetap tidak menjaga jarak wajah.

Reiki mengangguk ragu, sedetik kemudian menggeleng, menyatukan dahi dengan Radia membuat napas satu sama lain bertabrakan di tengah keterdiaman masing-masing.

Tak lama Reiki satukan lagi bibir mereka, kali ini tidak menutup mata, menangkup pipi Radia dan semakin intens mengemut bibir lembut itu.

"Kamu pegang sebelah sana."

"Oke. Angkat bareng-bareng."

Radia tersentak mendengar suara percakapan itu, spontan mendorong dada Reiki untuk memisahkan tautan bibir. Mata bergerak liar, mendapati dua pengurus rumah tangga sewaan Reiki nampak sibuk ingin mengangkat ember berisi sampah pecahan beling dan vas.

Stay With Me { Tamat }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang