32

1.3K 123 26
                                    

***

"Mau gak mau, kamu harus donorin mata buat Maya!" teriak Miranda kalap.

Menyeret dengan dua tangan untuk menuju pintu, tapi Radia kukuh berpegangan di kaki ranjang, sudah menangis keras berharap ada yang datang menolong.

Radia menjerit saat Miranda menarik rambut dan melepas pegangan tangan dari kaki ranjang dengan kasar, pening segera menyerang membuat pandangan berkunang-kunang tidak fokus. Miranda benar-benar seperti banteng mengamuk sekarang, manjambak, menendang, dan menarik hanya agar Radia mau mengikuti ke luar ruang rawat.

KENAPA TIDAK ADA ORANG YANG DATANG!?

Radia sudah meraung, berteriak histeris meminta pertolongan, tangan berusaha melindungi kepala dari jambakan Miranda yang seperti orang gila, kepala terdongak, diseret di lantai.

Pintu ruang rawat tanpa aba-aba menjeblak terbuka dengan keras menghantam dinding, nampak banyak orang berdiri menatap ngeri pada pemandangan di dalam ruangan, di mana seorang wanita terlihat menganiaya gadis dengan baju pasien yang menangis tidak berdaya di lantai.

Mereka baru bisa membuka pintu karena sejak tadi terkunci dari dalam, suara teriakan cukup menarik pendengar yang berada di dekat ruangan itu.

Tiga orang paling depan segera melesak masuk, Reiki dan Zaki menarik kasar Miranda yang mencengkeram rambut Radia, Dina segera memeluk dengan gemetar di sekujur tubuh saat melihat gadis itu memucat.

Bercak darah terlihat di bagian perut baju khusus pasien yang Radia kenakan, luka bekas tembakan itu pasti terbuka lagi.

"Lepaskan saya! Saya akan tuntut kalian semua! Lepaskan saya!"

Reiki dan Zaki tanpa perasaan menyeret Miranda yang meronta ganas ke luar ruangan, menyerahkan pada pihak rumah sakit yang ikut menyaksikan.

"Proses dia, ini percobaan pembunuhan. Bukti pasti bisa di ambil dari cctv ruangan ini!" perintah Zaki dingin, sempat melirik pada benda di sudut atas ruangan dengan titik merah kecil pertanda benda itu menyala.

Reiki melepas tangan dari wanita yang membeku setelah mendengar intruksi Zaki, berbalik cepat ke arah Dina yang memangku Radia tergeletak di lantai.

Gadis itu menangis di dekapan Dina, gurat merah terlihat di pergelangan dan leher bekas cakaran, rambut kusut, dan pakaian kotor berantakan.

"Tolong, pasiennya diangkat ke atas kasur dulu." Seorang dokter berkata, mendekat sambil menatap kasian pada gadis yang masih syok.

Reiki mengambil alih tubuh Radia untuk digendong ke atas ranjang, merasakan tubuh itu tersentak tapi segera pasrah saat tau yang menyentuh adalah orang yang dikenal.

Begitu di atas kasur, dokter langsung memeriksa, menyibak baju pasien menemukan perban di perut sudah lembab oleh darah. Tangan gadis itu juga bernoda darah dari infus yang tercabut paksa, jadi dokter harus memindahkan infus ke tangan sebelahnya.

"Re-Rei," panggil Radia terisak ketakutan.

"Aku di sini. Tenang, oke? Kamu aman sekarang," bisik Reiki mengecup kening Radia untuk mengalihkan rasa sakit dari luka jahitan.

Radia sesegukan, tenggorokan terasa sakit, napas sesak, perut juga luar biasa sakit, dan seluruh sendi tubuh nyeri. Berpegangan gemetar pada ujung baju Reiki, perlahan mengendur seiring kesadaran menghilang.

Stay With Me { Tamat }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang