13. ᴍᴇɴᴀʙᴜʀ ɢᴀʀᴀᴍ ᴅɪ ᴀᴛᴀꜱ ʟᴜᴋᴀ

7.3K 813 98
                                    

"Orang menangis bukan karena mereka lemah. Tapi, mereka menangis karena telah berusaha kuat dalam waktu yang lama."

-JonnyDeep

***

Senja telah menghilang tergantikan oleh langit malam. Angin bertiup kencang, dinginnya merasuk hingga ke tulang.

"Huft ... aku harus ngomong sama keluargaku soal sekolah."

Adara memantapkan hatinya untuk berbicara soal keuangan sekolah kepada orang tuanya. Adara berjalan pincang menuju ruang keluarga, sakit di telapak kakinya masih terasa. Terlihat keluarganya saling terdiam, seperti orang asing.

Ketika Adara sampai di hadapan mereka, Faya dan Rama yang semula duduk bersandar pada kursi langsung duduk dengan tegap.

"Eh, Sayang? Ada apa?" tanya Faya.

"Adelio mana?"

"Tidur," jawab Rama cuek.

Adara menghela napasnya, jantungnya berdegup kencang. Ia hanya takut mengatakan yang sebenarnya dan menjadi beban keluarga, padahal sudah kewajiban orang tua membayar urusan sekolah.

"Pa, Bu, Adara cuma mau bilang ... Adara satu minggu lagi sudah ulangan semester satu."

Rama mengangkat satu alisnya. "Terus?"

"Aku di suruh bayar," ucap Adara sangat lirih.

"Kamu bilang apa, Sayang? Ibu nggak denger."

"Duduk dulu," ucap Rama.

Adara lalu duduk di kursi, ia meremas bajunya sendiri. Dirinya tidak tahu mengapa rasa gugup datang melanda, rasanya sangat sulit mengatakan kebenarannya. Padahal tinggal mengatakannya saja, bukan? Kenapa rasanya sangat susah?

"Aku di suruh bayar tanggungan sekolah," ucap Adara sedikit keras lalu mengigit bibir bawahnya.

"Papa nggak ada uang."

"Harus besok, ya, Ra?" tanya Faya dengan wajah gelisahnya.

Adara mengangguk lemah, mau bagaimana lagi? Memang Pak Joko sudah menetapkan waktunya besok. "Pak Joko bilang, Papa sama Ibu ngga pernah angkat telepon darinya."

Ucapan Adara membuat tubuh mereka menegang. Sebab, mereka memang sengaja tidak menjawab, lantaran belum mempunyai uang. Rasa pusing menyerang kepala Faya, ia lalu menatap suaminya dengan wajah yang sudah terlihat sangat lelah.

"Mas, aku udah bilang, 'kan? Adara butuh uang buat sekolahnya. Sekarang kita harus gimana, Mas?"

"Ya, terus gimana? Emang uang bisa aku dapetin dalam waktu semalam?!"

Mendengar nada suara suaminya meninggi, emosi Faya menjadi tersulut. "Kamu, sih, mabuk-mabukan terus! Uangnya jadi hampir habis!"

"Kamu kenapa malah nyalahin aku terus, sih? Kamu juga salah, beli sayuran yang mahal-mahal. Boros banget, sih, kamu!" bentak Rama.

"Aku udah berusaha menghemat uang, Mas! Tapi apa? Mas sendiri yang abisin uang itu! Lagian, aku beli sayur yang murah-murah, itu juga buat makan keluarga!"

Adara tidak mengerti lagi dengan jalan pikir kedua orang tuanya. Haruskan mereka marah-marah saat berdiskusi seperti ini? Mereka selalu mencari kesempatan untuk bertengkar, entah dalam kondisi apapun.

"Papa sama Ibu kenapa gini? Harusnya kalian bicarain baik-baik. Ara juga nggak maksa."

"Ya sudah, kalau tidak memaksa tidak usah dibayar," ucap Rama final.

𝐁𝐫𝐨𝐤𝐞𝐧 𝐇𝐨𝐦𝐞? {𝐄𝐍𝐃} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang