5. ʙɪᴀʏᴀ ᴘᴇɴᴅɪᴅɪᴋᴀɴ

12.2K 1.3K 231
                                    

"Ketika kita tidak tahan lagi memikirkan para korban dari keluarga yang hancur, bagaimana para korban dari keluarga yang utuh, namun retak?"

***

Suara lantang wanita berusia 40 tahun itu menggema di dalam ruangan. Suara tersebut menyita perhatian semua insan di dalamnya. Bu Nur sedang menjelaskan materi matematika untuk UTS yang akan dilaksanakan dua minggu lagi.

"Catat semua materi yang ada di papan tulis," ucap Bu Nur.

"Baik, Bu!"

Dion melirik Bu Nur yang sedang fokus pada laptopnya di depan. Melihat Bu Nur tidak mengawasi ke sekitar, ia pun lalu menoleh ke arah Airin.

"Pinjem HP kamu, dong, Rin. Boleh, 'kan?" tanya Dion sambil mencolek bahu Airin.

Airin bingung, untuk apa ketua kelasnya ini meminjam ponselnya? Tetapi Airin tetap memberikan ponselnya kepada Dion karena tidak ingin membuat keributan. Sebab bila permintaan pemuda itu tidak dituruti, maka Dion pasti akan merengek seperti anak kecil.

KRINGG!

Bunyi suara alarm ponsel terdengar keras di dalam senyapnya kelas. Bu Nur langsung menolehkan kepalanya ke depan.

"Uhukk ... uhukk!"

Seketika serempak anak kelas refleks terbatuk untuk meredam terdengarnya suara alarm. Solidaritas kelas memang tinggi, oleh karena itu mereka selalu membantu salah satu murid yang mengalami kesulitan. Seperti sekarang ini, dikarenakan kelas sembilan belum boleh membawa ponsel, mereka pura-pura batuk berjamaah.

Bu Nur mengerutkan keningnya sambil menatap tajam ke depan. "Bunyi apa itu? Terus kenapa sekelas pada batuk semua?"

"Suara saya, Bu!" seru Dion sambil menirukan suara alarm tadi.

"Tapi suara tadi seperti suara alarm ponsel, Dion."

Melihat Bu Nur yang tidak bisa dibohongi, keringat muncul di pelipis Airin. Sungguh, ia sangat takut ada razia dadakan dan ponselnya disita. Jika itu terjadi maka tamatlah riwayatnya.

"Ada yang bermain ponsel di pelajaran saya?" lanjut Bu Nur bertanya.

"Haha ... Ibu suka bercanda, deh. Mana mungkin ada yang main ponsel dipelajaran Ibu," jawab Dion sambil tertawa kaku.

Untung saja Bu Nur tidak berniat memeriksanya. Jika iya, tamatlah riwayat Airin. Sungguh Airin sangat dendam kepada Dion saat ini. Airin melirik tajam Dion yang hanya dibalas cengiran khas pemuda itu.

Mendengar bel istirahat berbunyi, Bu Nur mengecek jam tangannya sekilas lalu merapikan buku paket yang dibawanya "Baiklah kita sambung besok pelajarannya, selamat siang!"

Selepas kepergian Bu Nur, ruang kelas tiba-tiba saja ramai oleh obrolan para murid. Adara hanya menghela napas, entah kenapa ia merasa lelah dan malas untuk melakukan apapun. Yang Adara lakukan saat ini hanya menyandarkan punggungnya pada kursi sambil menatap Karissa.

"Kantin, yuk! Laper, nih!" seru karissa sambil mengelus perut ratanya.

"Oke, deh, ayo!" jawab Liza antusias saat mendengar suara Karissa.

Mendengar suara Liza yang sangat bersemangat, Airin menatap teman sebangkunya itu dengan mata memicing. "Tumben mau ke kantin, Liz? Biasanya lo paling mager."

Liza hanya mengangkat bahunya menanggapi pertanyaan Airin. Hari ini suasana hatinya sedang sangat bagus, oleh karena itu Liza ingin menghirup udara segar di luar keluar kelas.

𝐁𝐫𝐨𝐤𝐞𝐧 𝐇𝐨𝐦𝐞? {𝐄𝐍𝐃} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang