"Sekarang sudah percaya, 'kan? Semua akan indah pada waktunya. Bersabarlah, Sayang."
***
Dinginnya suhu, tebalnya kabut, menyelimuti undukan tanah tertinggi. Gemerlap cahaya di ufuk timur, menari tirai di dekat jendela. Melihat cakrawala menjuntai di langit biru, ternyata pagi telah tiba.
Tidak ada yang istimewa di hari ini. Walau ini adalah hari terakhirnya di kelas satu SMA, tapi Adara merasa hatinya sunyi. Ia sangat ingin salah satu anggota keluarganya datang untuk mengambil raportnya. Namun, ia harus kubur dalam-dalam keinginanya itu.
"Halo, Adara!" Pria berperawakan tinggi nan tampan tersenyum menyapa Adara.
Mata Adara berbinar bahagia. "Om Yudi?!"
Yudi-Ayah dari Geovano, terkekeh kecil melihat respon gadis di depannya. Ia sudah hampir tiga bulan di luar kota dan memang jarang ada waktu dengan keluarga. Ia menyempatkan waktunya untuk datang ke pengambilan raport putra semata wayangnya.
"Om apa kabar?" Adara menjulurkan tangannya untuk mencium tangan pria di hadapannya.
Yudi mengelus rambut Adara. "Kabar Om baik. Gimana kabar kamu?"
"Baik juga, Om!" Adara mengangguk sambil tersenyum.
Geovano yang sedari tadi berada di sebelah ayahnya maju dua langkah ke depan. Ia menatap Adara sambil tersenyum dan menyuruh Adara untuk mendekat kepadanya.
"Siapa yang ambil raport kamu?" bisik Geovano di telinga Adara.
Cahaya yang tadinya menyelimuti wajah Adara seketika redup. Ia mengulum bibirnya sambil menggeleng pelan. Adara menunduk, ia enggan menampilkan sorot kesedihan pada Geovano.
Geovano mengelus bahu Adara pelan. Ia berusaha menguatkan pujaan hatinya. "Jangan khawatir, di sini ada ayah. Biar nanti ayah ngambil raport kamu. Oke?"
Adara mengangguk lalu tersenyum. Kemudian mereka bertiga berjalan menuju kelas X IPA 1. Adara dan Geovano mengantarkan Yudi ke kelas. Setelah Yudi masuk ke dalam kelas, Adara dan Geovano berjalan menuju kantin.
Teman-teman Adara sedang menunggunya. Mereka memang selalu berkumpul di kantin pada saat pembagian raport. Mereka enggan menunggu di dalam kelas, makan lebih menyenangkan pikirnya.
"Adara!" teriak Lyly sambil melambaikan tangannya.
Adara tersenyum, kemudian ia melangkah ke arah meja di mana teman-temannya berada. Adara dan Geovano duduk bersebelahan.
"Kelas dua nanti, sistem muridnya tetap sama atau ganti?" Dion bertanya sambil mencomot kentang di piring Lyly.
"Setau gue sih, sama. Soalnya tahun lalu juga sama," jelas Leon yang masih fokus pada gamenya.
"Berati kita tiga tahun bakal bareng terus, dong?" Aileen tersenyum membayangkan ia dan teman-temannya bisa terus bersama.
"Iyup. Doa aja," timpal Leon.
Kantin sekolah penuh dan sesak saat itu. Rata-rata, beberapa murid memilih menunggu orang tua mereka di kantin sekolah. Selain tempatnya yang nyaman, tempat tersebut juga membuat perut mereka kenyang.
Adara sedari tadi hanya melamun. Sebenarnya, ia ingin sekali papanya datang. Adara tersenyum miris, ia berusaha menguatkan hatinya. Ia mencoba untuk mengerti, walau papanya tidak datang, itu pun karena pekerjaan.
"Cha?" Geovano mengangkat kedua alisnya.
Adara menggeleng, ia tidak ingin menunjukkan kekecewaanya pada siapapun. Ia sudah banyak merepotkan teman-temannya. Sesekali, ia ingin memendam rasa pedihnya seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐫𝐨𝐤𝐞𝐧 𝐇𝐨𝐦𝐞? {𝐄𝐍𝐃}
Teen FictionBroken Home tidak harus selalu tentang perceraian, 'kan? Semua orang pasti menginginkan kehidupan nyaman, harmonis, dan juga mendapat kasih sayang dari orang tua. Entah dari mana semua bermula, seorang ibu yang terus bersabar menghadapi cobaan yang...