"Salah satu hal terhebat dalam hidup yaitu saat melihat orang tua tersenyum dan kamulah alasan mereka tersenyum."
***
"Ibu suka banget, ya, nonton kaya gitu?"
Tanpa menoleh ke arah Adara, Faya hanya mengangguk karena sedang fokus menonton sinetron di televisi. Namun, tak lama kemudian kening Adara mengernyit ketika melihat ibunya menarik ingus serta meneteskan air mata.
"Pftt ...." Adara tertawa melihat ibunya.
"Ibu nangis, hm?" Adara bertanya dengan nada jenaka.
"Engga! Kata siapa?!" sangkal Faya.
"Ngaku, deh! Ibu nangis gara-gara filmnya sedih, kan?"
Faya memalingkan wajahnya, ia malu bila anaknya tahu bahwa ia tadi menangis. "Apa, sih! Udah bilang enggak, kok!"
"Hayoo ... ngaku aja, deh, Bu." Adara bertanya sambil menatap Faya geli.
"Udah, deh, jangan godain Ibu terus."
"Yee, bilang iya aja susah amat."
Memilih tidak menganggu ibunya menonton, Adara kembali fokus pada ponselnya karena berniat menonton drama korea kesukaannya. Namun, ketenangan yang baru saja akan ia rasakan terhenti ketika langkah kaki mendekat.
"Kaka!"
Adara diam, ia enggan menolehkan kepala ke sumber suara dan masih fokus menonton. Tidak terima kakaknya diam saja, Adelio masih berusaha memanggilnya dengan keras.
"Kaka, ih!"
Adara masih diam.
"Kaka! Kalau Kaka nggak jawab, aku jual novel kaka!"
Adara tidak menggubris ucapan Adelio dan masih tetap fokus pada ponselnya. Sebenarnya ia sedang menahan tawa saat ini karena suara Adelio terdengar begitu frustasi saat diabaikannya.
Faya yang tidak tahan karena Adara hanya bungkam, menjewer pelan telinga putri sulungnya itu, hingga membuat Adara menyerah dan meminta ampun.
"Aaa ... maaf, Bu, Adara cuma bercanda tadi!"
"Itu dipanggil adikmu, jangan pura-pura enggak denger. Usil banget jadi kaka," ucap Faya gemas sambil mencubit pelan lengan Adara.
Adara memanyunkan bibirnya dan menatap Adelio dengan terpaksa. Merasa menang dari kakaknya karena dibela oleh ibunya, Adelio tersenyum bangga sambil bersedekap dada.
"Apaan, Cil?"
"Nanti anterin aku, ya, Ka! Mau nonton futsal soalnya." Mata Adelio berbinar ketika mengatakan kalimat tersebut.
"Males."
"Ibu!"
Adelio sengaja merengek agar Faya kembali bergerak membelanya. Dan benar saja, Faya menjewer pelan telinga Adara sehingga membuat Adara akhirnya mengalah dan mengatakan akan megantar Adelio.
"Jangan jahilin adik kamu. Di garasi, kan, masih ada motor."
Adara mengusap telingannya sambil tersenyum paksa, ia lalu menatap Adelio kesal. Sungguh, Adara paling benci acara menontonnya diganggu.
"Ya udah, sana mandi."
Adelio melangkahkan kaki menuju ke tempat ibunya berada, ia lalu menarik tangan Adara hingga Adara terjatuh ke lantai. Dan dengan santainya, Adelio menggantikkan posisi Adara dengan tidur di paha Faya.
Faya yang melihat kejadian itu hanya bisa tertawa kecil akan kelakuan anaknya, apalagi melihat wajah kesal Adara pada Adelio menjadi hiburan tersendiri untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐫𝐨𝐤𝐞𝐧 𝐇𝐨𝐦𝐞? {𝐄𝐍𝐃}
Teen FictionBroken Home tidak harus selalu tentang perceraian, 'kan? Semua orang pasti menginginkan kehidupan nyaman, harmonis, dan juga mendapat kasih sayang dari orang tua. Entah dari mana semua bermula, seorang ibu yang terus bersabar menghadapi cobaan yang...