"Jika kamu bukan terlahir dari orang kaya, pastikan keluarga kaya terlahir darimu."
***
Adara sedang bersantai di ruang keluarga. TV memang menyala, namum ... bukan Adara yang menonton. Melainkan, TV yang menonton Adara. Dirinya terlalu asik bermain ponsel, sehingga melupakan televisi yang sedari tadi menyala.
Adelio berjalan menuju Adara, ia membawa buku dan pensil. Ia mempunyai pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Namun, ada beberapa soal yang ia tak mengerti. Sehingga, ia harus meminta bantuan kakaknya untuk membantu mengerjakan soal tersebut.
"Kaka ...." Adelio memanggil Adara. Ia lalu duduk di sebelah Adara.
"Paan," jawab Adara, namun pandangannya tak beralih pada ponsel genggamnya.
"Lio ada PR."
"Terus?"
Adelio menggoyang-goyangkan tangan Adara. "Lio engga bisa, kerjain dong, Ka."
Menghela napas panjang, Adara meletakan ponsel di meja yang berada di depannya. Ia lalu fokus kepada Adelio, membantunya mengerjakan soal yang belum dipahami oleh adiknya.
Adara mejelaskan kepada adiknya, Adelio memperhatikan dengan seksama. "Nah ... paham, kan?"
"Paham," jawab Adelio sambil mengangguk.
Fokus mereka berdua terbagi saat mendengar derap langkah yang mendekat. Ternyata, Faya sudah pulang. Terlihat dari raut wajahnya, Faya sangat kelelahan. Rambut yang tak beraturan, baju acak-acakan, dan badan yang terlihat lemas.
Adara ingin bertanya kepada ibunya dari mana ia sedari tadi. Namun, ia urungkan niatnya karena melihat ibunya yang terlihat kelelahan. Ia memilih menunggu, supaya ibunya terlebih dahulu beristirahat.
"Ka."
"Eh?"
Adelio memiringkan kepalanya. "Kaka kok, melamun?"
Adara menggelengkan kepalanya, ia lalu kembali menjelaskan soal yang tidak adiknya mengerti. Tinggal satu tahun lagi, masa taman kanak-kanak akan di lalui Adelio. Setelah itu, ia akan duduk di bangku sekolah dasar.
Setelah Faya selesai membersihkan badannya, ia duduk di samping kanan Adara. Sofa yang Adara duduki memang panjang, wajar bila bisa memuat tiga orang. Faya memijat pelan pelipisnya, ia menyandarkan punggung rapuhnya pada sofa.
Adara mengigit bibir bawahnya, ia ingin sekali bertanya kemana ibunya sejak tadi. Namun yang terjadi sedari tadi bibirnya hanya merapat dan membisu. Ia lalu mengurungkan niatnya dan memilih fokus kepada Adelio.
Terdengar suara pintu rumah terbuka, Rama memasuki rumah dengan keadaan sedikit mabuk. Adara sudah tidak heran dengan penampilan papanya, ia bahkan sangat muak melihatnya. Adelio yang mencium bau tak sedap menutup hidungnya menggunakan tangan.
"Bau apa, sih?!" Adelio bertanya dengan nada khasnya.
Adara dan Faya memilih bungkam. Apa yang dipertanyakan Adelio, jawabannya adalah bau alkohol. Bau yang sedikit menyengat berasal dari papanya, walau samar, tapi bau tersebut masih bisa tercium oleh hidung.
"Faya! Bukannya buatin aku teh atau kopi malah cuma diem aja!"
Faya sangat lelah saat ini, orang lelah memang sangat sensitive. "Kamu dari mana saja, Mas!"
"Halah ... malah banyak tanya. Cepet, buatin aku kopi!"
Faya memijat pelipisnya, pusing semakin melandanya. "Aku tu cape, Mas. Aku pusing sama kelakuan kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐫𝐨𝐤𝐞𝐧 𝐇𝐨𝐦𝐞? {𝐄𝐍𝐃}
Teen FictionBroken Home tidak harus selalu tentang perceraian, 'kan? Semua orang pasti menginginkan kehidupan nyaman, harmonis, dan juga mendapat kasih sayang dari orang tua. Entah dari mana semua bermula, seorang ibu yang terus bersabar menghadapi cobaan yang...