51. ᴀʟʟ ᴀʙᴏᴜᴛ ʏᴏᴜ

4K 405 32
                                    

"Salah satu cara Tuhan yang membuat anda menjadi hebat adalah dengan meletakkan penyesalan di posisi paling belakang."

***

Penyesalan dapat kamu jadikan sebagai luapan emosi dan isi hati, ketika di dalam hidup mengalami suatu penyesalan karena kejadian masa lalu. Itulah yang dirasakan Leon, menyesal karena terlambat menyadari perasaanya dan terlalu mempercayai suatu hubungan.

Leon memalingkan wajah ke samping jendela ketika melihat Adara masuk berbarengan dengan Geovano. Bel musik sudah berbunyi delapan menit yang lalu, tapi mereka berdua baru saja masuk kelas. Untung saja, guru yang mengajar belum memasuki kelas.

Mengamati langit biru yang berubah menjadi gelap, Leon menghela napasnya pelan. Langit yang mendung seolah mengerti kalut yang ia rasakan. Rajutan memori masa lalu kiaskan kekecewaan yang membuatnya semakin menyesal.

Leon berpura-pura sibuk menulis di buku ketika Adara dan Geovano sudah duduk dibangku mereka, tepat di belakang Leon. Suara bising diseberang kanan membuat Leon mengalihkan pandangannya, ia melihat Dion, Aileen, dan Lyly sedang tertawa dengan keras.

"Haha ... gimana-gimana? Keren, kan, pertanyaan gue!" Dion menaik-naikan alisnya ke atas dan ke bawah.

Lyly mengusap air matanya. "Boleh, lah."

"Lebay banget, lo. Gitu doang ngakak ampe nangis," cibir Dion.

"Serah gue!"

"Lebay!"

"Bodo!"

"Lebay!"

Mereka berdua terus saja beradu argumen hingga membuat Aileen geleng kepala melihatnya. Aileen melihat Dion dan Lyly sedang bertengkar sambil terkekeh kecil. Ia lalu memberikan pertanyaan yang sedari tadi muncul dipikirannya.

"Kopi apa yang suka bikin ketawa?"

Pertanyaan Aileen membuat mereka berdua berhenti bertengkar. Kerutan di dahi mereka berdua membuat Aileen kembali tertawa, benar-benar konyol wajah mereka saat sedang berpikir.

"Kopi kapal api?" tebak Lyly.

"Salah!"

"Apa, sih? Susah banget." Dion menggaruk rambutnya.

"Kopi lawak!" seru Adara sambil menggebrak meja, membuat kedua sahabatnya dan Dion terlonjak kaget.

"Muke gile ... datang-datang kaya ngajak tawuran lo, Ra!" Dion mengelus dadanya agar rileks.

Adara tertawa kecil, melihat mereka bertiga asik bercanda, membuatnya memutuskan untuk menghampiri mereka. Lagi pula, pertanyaan yang dilontarkan Aileen sangat mudah menurutnya.

"Bener, Ra! Kok lo tau?" heran Aileen.

Dion mengetuk-ngetuk meja. "Kok gue nggak kepikiran, ya?"

"Lo kan, nggak pinter," komentar Geovano, ia sedang membaca buku, namun telinganya tetap menguping pembicaraan meja diseberangnya.

"Lapangan kosong lho, Mas. Mau berantem nggak, nih?" tawar Dion sambil menaik-naikan kedua alisnya.

Geovano menatap Dion datar, ia menopang dagunya sendiri, sambil menaikkan salah satu alisnya. "Ayo, tapi enggak usah dipisahin nanti."

Songong banget, sahabat gue, batin Adara.

"Eh pisah! Gini-gini gue juga takut."

"Ye ... sontoloyo!" Adara menoyor kepala Dion pelan.

Lyly tertawa pelan melihat tingkah Dion, Dion memang kerap mencairkan suasana yang tegang. Ia kerap bersikap konyol agar orang disekitarnya tertawa. Walau terlihat bodoh, Dion sangat bertanggung jawab dan mempunyai jiwa pemimpin. Wajar bila ia sering menjadi ketua kelas.

𝐁𝐫𝐨𝐤𝐞𝐧 𝐇𝐨𝐦𝐞? {𝐄𝐍𝐃} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang