"Masalah keluarga datang dalam berbagai bentuk dan ukuran. Sebagian berumur pendek dan mudah dikelola, sementara yang lain lebih kronis dan sulit ditangani."
***
"Ini kembaliannya, Neng."
"Makasih ya, Bu."
Setelah menerima uang kembalian, Adara dan Adelio berjalan menuju rumah. Mereka disuruh oleh Faya untuk membeli beras, sayuran, dan beberapa bumbu dapur lainnya.
Tangan kanan Adara menenteng belanjaan yang berada di dalam kantung plastik, dan sebelah kiri tangan Adara mengapit tangan Adelio. Mereka berjalan bersampingan di trotoar, melewati jalanan yang padat oleh kendaraan berlalu lalang.
"Kaka, Kaka tau nggak? Kenapa aku ... suka es krim?" Adelio bertanya sambil menendang kerikil yang ada di depannya.
Adara memikirkan pertanyaan Adelio dengan serius. "Emm ... kenapa, ya? Kamu bisa jelasin?"
"Aku kan nanya Kaka, kok malah balik tanya, sih?!"
Adara tertawa ringan melihat raut wajah adiknya yang sangat menggemaskan bila sedang kesal. "Mungkin karena enak?"
"Kurang tepat."
"Dingin?"
"Iya, bener!" Adelio berseru lantang.
"Kaka bener, nih ... kamu mau kasih Kaka hadiah apa?" Adara bertanya dengan nada jenaka.
"Hadiahnya ... cubit!"
Adara melebarkan matanya mendengar jawaban Adelio, ia lalu menatap Adelio dengan horor. Adelio menaik-naikan kedua alisnya lalu mencubit lengan kiri Adara dan berlari kencang meninggalkan Adara di belakang. Adara mengejar adiknya sambil tertawa kecil.
"Jangan lari kamu!" Adara terus mengejar Adelio.
"Wlee." Adelio membalikkan badannya ke belakang dan memeletkan lidahnya. "Kejar kalo bisa." Ia lalu tertawa kecil dan berlari.
Pupil Adara membesar melihat Adelio yang berlari tanpa melihat ke depan. Padahal di depan sana terdapat tiang besar yang menjulang tinggi. "Lio, berhenti ...!"
Mendengar teriakan kakaknya, Adelio menghentikan larinya. Namun, belum sempat berhenti dengan tepat, ia terlebih dahulu terjatuh karena mengerem tubuhnya dengan mendadak. Adara menambah kecepatan berlarinya ketika melihat adiknya yang terjatuh dengan posisi badan tengkurap.
"Lio ... kamu nggak papa, kan?" Adara mendudukan Adelio pada sisi trotoar, ia mengecek satu persatu bagian tubuh adiknya yang kemungkinan terluka.
"Nggak papa kok, tapi tadi Lio kaget," jawab Adelio sambil menampilkan gigi ratanya.
Menghembuskan napasnya dengan lega, Adara tersenyum lebar melihat Adelio yang baik-baik saja. Ia sempat khawatir akan kondisi adiknya, untung saja tidak ada luka yang serius.
"Masih kuat jalan?"
"Masih!"
Mereka melanjutkan perjalanan pulang, ketika sampai di gang rumahnya, Adelio melihat kucing orange yang sangat lucu dimatanya. Ia melihat kucing tersebut sedang mengendus-endus sepatu bertali yang ada di depan pintu rumah tetangganya.
"Kaka, itu kucingnya mau makan sepatu emangnya?" Adelio bertanya sambil memiringkan kepalanya.
"Mana ada! Ngawur kamu, ah."
"Atau jangan-jangan ... dia mau belajar ngiket tali sepatu pake mulut?" Adelio mengangguk-anggukan kepalanya, ia merasa tebakannya sangat benar.
Adara tertawa dengan kencang mendengar opini adiknya, ia tak habis pikir oleh pikiran anak TK yang sangat tidak masuk akal.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐫𝐨𝐤𝐞𝐧 𝐇𝐨𝐦𝐞? {𝐄𝐍𝐃}
Teen FictionBroken Home tidak harus selalu tentang perceraian, 'kan? Semua orang pasti menginginkan kehidupan nyaman, harmonis, dan juga mendapat kasih sayang dari orang tua. Entah dari mana semua bermula, seorang ibu yang terus bersabar menghadapi cobaan yang...