61. ʙʀᴏᴋᴇɴ ʜᴏᴍᴇ?

4.1K 419 8
                                    

"Mengalami perasaan bingung dan tidak tahu harus berbuat apa, merupakan respon yang wajar ketika kita dihadapkan oleh situasi yang rumit."

***

Sudah enam hari ulangan telah dilaksanakan. Ini adalah hari terakhir para murid SMA Nusa Bangsa melaksanakan PTS. Di karenakan sedang ulangan, para murid bisa pulang lebih awal dari biasanya. Namun, ada sebagian murid yang masih di sekolah. Entah itu mengobrol, ke kantin, atau kumpul ekstrakulikuler.

Selama hampir satu minggu ini, Adara setiap malam selalu belajar. Ia berusaha memfokuskan diri dari masalah keluarga dan kelakuan Geovano yang akhir-akhir ini menghindarinya.

Sengaja Adara memberi waktu lama agar sahabatnya bisa menyendiri. Walau, ia sendiri tidak tahu apa salahnya hingga Geovano menjauhinya. Untuk kali ini, Adara tidak tahan. Ia bertekad untuk mengajak Geovano berbicara dengannya.

Adara bangkit dari kursinya, ia lalu berjalan perlahan menuju meja Geovano. Ia berdiri tempat di samping Geovano. Saat Geovano akan memasukkan beberapa alat menulis ke dalam tas, ia sedikit melirik Adara dengan ekor matanya. Pergerakannya terhenti sebentar, ia menghela napasnya pelan lalu meresletingkan tasnya.

Geovano berdiri, ia hendak melewati Adara begitu saja. Adara dengan terburu-buru mencekal lengan sahabatnya. Ia menatap punggung Geovano dengan tatapan nanar. Apa yang sudah di perbuatnya hingga Geovano semarah ini?

"Aku sengaja kasih kamu waktu hampir satu minggu. Tapi, kamu masih enggak mau bicara sama aku? Siapa yang pernah bilang sama aku, kalau ada masalah dibicarain baik-baik?"

Geovano terdiam. Hatinya masih merasa sakit mengingat sebuah fakta bahwa Adara berpacaran dengan kaka kelasnya itu. Pikirannya merasa tidak terima dan ingin selalu marah. Tapi Geovano tidak tahu harus melampiaskannya kepada siapa.

"Aku mau pulang dulu. Takutnya, kamu mau jalan sama pacar barumu. Nanti ... aku dikira menganggu." Geovano membenarkan ranselnya, ia lalu hendak berjalan menjauhi Adara.

"Stop! Wait ... what? Coba ulangi sekali lagi. Pacaran? Siapa yang sudah berpacaran di sini?" tanya Adara, alisnya menukik ke atas.

Geovano berbalik, ia menatap Adara dengan lekat. "Bukannya kamu udah pacaran sama kaka kelas itu?"

"Ngaco. Aku aja nolak dia. Cuma, dia minta diberi kesempatan buat bikin aku jatuh cinta. Ibaratnya, jalani dulu, siapa tau cinta."

"Berarti belum pacaran?"

"Walau menjalani terlebih dahulu, tapi kalo enggak bisa cinta, ya ... enggak jadi," jawab Adara. Ia sedikit memiringkan kepalanya.

"Kamu ... jauhin aku karena ini?"

Geovano berdeham, ia bingung harus menjawab apa. "Emm ... kan takutnya ganggu waktu kamu ama dia. Makanya, aku juga kasih kamu waktu buat dia."

Adara menaikkan salah satu alisnya ke atas. "Alasan macam apa itu? Ngga logis."

Telinga Geovano memerah, hidungnya kembang-kempis, ia sungguh bingung harus merespon apa. "Emm ... Ra, gimana kalo kita ke danau? Danau yang deket sekolahan itu. Disana, ada pohon besar. Buat duduk di bawahnya, pasti enak banget!"

Geovano terpaksa mengalihkan pembicaraan. Ia tidak mungkin jujur kepada Adara bahwa ia memiliki perasaan khusus lebih dari sahabat. Geovano tidak ingin, persahabatannya hancur karena pengakuan cinta darinya. Dari pada Adara menjauhinya, ia lebih memilih memendam rasa.

Rasa ini terpaksa ku pendam dengan sejuta alasan. Dan aku, tidak ingin kita berpisah hanya karena kata cinta yang kuutarakan, batin Geovano.

"Jadi ... kita mau ke danau? Ayo aja aku mah. Sekalian, aku mau memberi kamu beberapa pertanyaan dan kamu harus menjawabnya." Adara tersenyum manis.

𝐁𝐫𝐨𝐤𝐞𝐧 𝐇𝐨𝐦𝐞? {𝐄𝐍𝐃} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang