"Tertawa dengan lelucon sendiri adalah tanda otak yang sehat."
***
"Fajar jahat! Tega banget!" jerit Liza.
Liza terus menangis di pelukan Airin, mereka saat ini sedang ada di warung seblak. Warung seblak langganan Adara.
"Lo dari tadi nangis mulu, cape gue liatnya, Liz." Karissa menggelengkan kepalanya. "Liat tuh Adara, strong woman!"
Mata Adara berbinar melihat seblak dihadapannya. Dengan asap yang mengepul ke udara, warna yang merah pekat, makaroni yang seperti berkeringat, dan kuah yang sangat kental. Belum makan pun, Adara sudah merasakan pedas di tenggrokannya, Adara menelan ludahnya sendiri, seblak di hadapannya ini sangat mengugah selera.
"Gila ni anak, gue kira bakal nangis." Airin menatap Adara dengan heran.
Liza memanyunkan bibirnya menatap Adara, ia bahkan tidak galau seperti dirinya. Liza sangat kesal, Adara bisa mengontrol emosinya sendiri, sedangkan ia masih saja tidak bisa berhenti menangis.
"Ara ... Fajar, hua ...." Liza masih saja menangis, ia sangat sakit hati akan perilaku Fajar. Fajar yang selama ini selalu perhatian dengannya, ternyata sedang menjaga 2 hati secara bersamaan.
Adara merasa terganggu akan teriakan Liza, ia lalu memutar bola matanya malas. "Beberapa manusia memang lebih menyukai senja dari pada Fajar, karena yang namanya Fajar ... kebanyakan enggak ada ahlak." Adara berucap santai sambil mengaduk-aduk seblaknya agar bumbu tercampur rata.
"Ngelawak lu, Ra." Karissa tertawa sendiri di tempatnya.
"Njir ... nge-jokes si Ara. Gue kira bakal berkata bijak ni anak." Airin menghapus air mata yang keluar dari matanya.
"Lo nangis lagi, gue colok matanya." Adara mengacungkan sendok seblak ke depan mata Liza.
Liza mengerucutkan bibirnya, ia sesenggukan di tempatnya. "Jahat bener, temen lagi sedih, kalian malah bercanda, hua ...."
Adara memutar bola matanya malas. "Pengen sih ... nasehatin lo. Tapi, pasti abis di nasehatin nangis lagi, galau lagi, inget lagi. Percuma, karena kalo lo sendiri nggak mau berubah dan bangkit dari masalah, gue ngomong sampe berbusa juga bakal sia-sia."
Liza menghapus air matanya dan menarik ingusnya ke dalam. "Maap."
Airin merangkul Liza, ia tersenyum sambil mengelus bahu temannya itu. "Udah, ayo senyum dan makan, kita pesta!"
Perut Adara berbunyi meminta asupan makan, ia mengulum bibirnya sendiri, makanan di depannya ini membuatnya lapar sendiri. Padahal, ia sudah makan di rumah Dion tadi.
"Ra, lo kok engga sedih?"
Adara menghentikan aksi memandang makanan faforitnya, ia lalu menatap Karissa. "Ada seseorang yang bilang sama gue, cinta itu tentang usaha dan kerja sama. Jika dia hanya membiarkannya atau bahkan menyuruhmu untuk melupakannya. Maka, ubah perjuanganmu untuk menghilangkan cinta padanya."
Tersenyum simpul, Adara menerawang pada kejadian dimana Geovano menasehatinya. "Di dunia ini, kamu memang tidak akan selalu mendapatkan apa yang kamu mau. Termasuk, tidak bisa bersama orang yang kamu cintai. Dan jika kamu berpikir hidup itu tidak adil, ingat satu hal. Tuhan telah memberikan nikmat sesuai porsinya masing-masing. Semua sudah ada bagiannya."
Adara terkekeh kecil. "Orang itu bilang seperti itu kepadaku, dan aku sadar. Untuk apa aku terus bertahan? Untuk menambah itensitas rasa sakitku? " Adara bertanya kepada Liza.
Disisi lain, Geovano yang tengah bermain game ditemani mamanya merasa gatal di telingannya. Ia menyentuh telinga kananya yang terasa gatal, Geovano merasa tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐫𝐨𝐤𝐞𝐧 𝐇𝐨𝐦𝐞? {𝐄𝐍𝐃}
Novela JuvenilBroken Home tidak harus selalu tentang perceraian, 'kan? Semua orang pasti menginginkan kehidupan nyaman, harmonis, dan juga mendapat kasih sayang dari orang tua. Entah dari mana semua bermula, seorang ibu yang terus bersabar menghadapi cobaan yang...