KTH #32

382 42 5
                                        

Warning!

Cerita ini mengandung ketidak-jelasan dengan kata-kata yang berantakan dan plot pasaran.

Vomment Jusseyo^^

.
.
.

Semuanya sunyi bagi Taehyun.

Padahal sekitarnya sedang chaos, ditambah kecelakaan kakaknya-Taehyung.

Detik itu juga, orang-orang menyerang mereka termasuk Yeonjun dibawa kepada pihak berwenang, sedangkan dirinya dan Hueningkai yang satu mobil dengan Seokjin dan Namjoon pergi menuju rumah sakit untuk menyelamatkan ibunya.

Taehyung?

Taehyun tidak tahu. Tapi seperti yang Seokjin katakan, hyungnya akan dalam pencariannya.

Sirine yang berteriak nyaring, mengacaukan halaman ugd yang saat itu sedang tenang. Bankar ibunya diturunkan, lantar dibawa berlari oleh pihak kesehatan.

Hueningkai sudah menangis histeris saat berlalri menyusul ibunya, namun Taehyun merasa ia tak punya kekuatan bahkan untuk menyangga tubuhnya.

Dalam diri Taehyun, bingung yang menguasai. Kakinya menapak, tapi ia merasa melayang. Pun telinganya mendengar, tapi hanya dengung bising yang ia dapatkan.

Rasanya seperti dirinya terlempar pada suatu tempat antah berantah.

Taehyun bahkan tidak tahu apa yang dirasakannya. Ia tak tahu harus apa, dan bagaimana?

"Taehyun-ah!!"

Grepp

Tubuhnya kembali dibawa pada kehangatang yang tetap tidak bisa menghangatkannya. Ini sedikit berbeda dengan pelukan Taehyungie hyung dan ibu-

"uljjima Taehyun-ah, jangan seperti ini. Hyung mohon menangislah Taehyun, menangislah.."

Taehyun mendongak, menatap seseorang yang memeluknya dan itu adalah, "ssaem? A-pa yang ssaem lakukan disini?"

"ani, aku juga hyungmu, arraseo. Appa sudah menceritakan semuanya padaku, dan bagaimana aku tidak menyadarinya. Bahkan kau dan Taehyung sudah berada dalam hidupku dengan lama.."

"maaf karena tidak..."

Wajah setipis jejak air mata yang sudah mengering, Taehyung bubuhkan senyum tipisnya. "aniyo ssaem. Kau tidak salah. Aku bahkan baru mengetahui keberadaan Taehyung hyung belum lama-dan kini dia.., kami-hiks." Taehyun tersendat karena tangisnya yang baru keluar.

Benar-benar tangisan. Bukan sekedar satu-dua titik air mata yang tadi sempat lolos.

Jimin mengeratkan pelukan itu, punggung bidang Taehyun yang begitu ringkih ia usap lembut.
"benar Taehyun, kau harus menangis, keluarkan emosimu.."

Jimin merasa muridnya itu mendekap balik erat dirinya. Ia bahkan tidak keberatan jika nantinya, sweater yang melingkapi kaus yang dipakaianya akan basah. Tidak akan juga mempermasalahkan jejak ingus yang mungkin akan terlukis di garmenya.

Toh, Jimin ikut berdosa dalam hal ini. Ia tidak menyadari fakta yang sebenarnya mudah dibaca, jika ia tidak menenggelamkan dirinya pada kesibukan yang tidak akan ada habisnya.

Pemuda Park itu ingat betul, bahwa sahabatnya sejak mereka bertukar popok bersama-sama, mencari adiknya yang bernama Taehyun.
Dan ia kenal satu, sebagai murid sekaligus atlet basket di sekolah yang paling ia andalkan.

Sesalnya tidak akan pernah habis, karena tidak akan berujung. Bahkan saat takdir masih berpihak pada kedua saudara itu, Jimin tetap dengan perasaan bersalahnya yang menggunung, terutama pada Taehyung.

KTH's Stories (✔) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang