Warning!
Cerita ini mengandung ketidak-jelasan dengan kata-kata yang berantakan dan plot pasaran.
Vomment Jusseyo^^
.
.
.Ditinggalkan adalah sesuatu yang paling Taehyung takuti. Sebab lelaki Kim itu pernah merasakannya, menangis sendirian untuk menunggu sesuatu yang tidak tentu. Saat itu takdir sedikit jahat kepadanya, sampai 17 tahun lamanya.
Oleh sebab itu, Taehyung berjanji untuk tidak melakukan hal keji itu. Cukup dirinya yang digantung harapan semu karena ditinggalkan. Jangan orang-orang sekelilingnya. Jangan mereka yang disayanginya.
Tekadnya sudah bulat. Jika Seojoon tidak mencabut tuntutan kepada teman-temannya, maka Taehyung akan menyerahkan dirinya. Jujur, ia pun ikut berdosa-dengan semua perbuatannya selama ini. Hanya karena dirinya berada disisi yang berlawanan dengan kelompoknya untuk satu kejadian, tidak bisa membuatnya lepas dari hukum yang berlaku.
Meski memang, Taehyung sendiri sudah berkata untuk berhenti. Namun sebelum itu, ia harus membayar habis semua dosa-dosanya, mempertanggung jawabkan perbuatannya. Baru setelahnya, mungkin Taehyung bisa menikmati hidup yang sebenarnya-tentu bersama sang adik.
Hari itu, setelah kondisi kesehatannya jauh lebih baik, Taehyung dapat keluar dari gedung yang penuh dengan bau anti-septik. Meski ada nyeri dibeberapa bagian, setidaknya kakinya sudah bisa menopang badannya dengan kuat. Matanya dapat disegarkan dengan keadaan jalanan yang ramai dengan suara bising akibat kuantitas manusia yang beraktivitas.
Menghirup bau obat-obatan dan hanya menatap ruangannya yang serba putih sangat menjemukkan omong-omong.
"sudah merasa lebih baik, Taehyung?"
Manik coklatnya segera bergulir, menatap sosok asing-yang harus segera terbiasa duduk didepannya dibalik kemudi. "jauh lebih baik. Terimakasih Seokjin-ssi."
Seokjin tersenyum ramah-menghiraukan akhiran formal yang disematkan pada namanya. "appa memintaku menanyakan kebersedianmu untuk ikut mengurus perusahaan, Tae."
Taehyung mengernyit heran. "tapi aku tidak mengerti apapun tentang itu?"
"kau bisa belajar. Aku yang akan turun langsung untuk membimbingmu." tawaran Seokjin itu disambut dengan delikan tak percaya milik mata bulat Namjoon. "hyung, kau bahkan tak seperti itu kepadaku, dulu."
Taehyung melirik Jimin dan Hueningkai yang duduk di seat belakang. Responnya sama saat ia menatap Taehyun yang duduk disampingnya. Sama-sama membola dengan binar cerah, juga lebar tarikan pada birai mereka. Mengisyaratkan persetujuan yang tidak boleh ditolak.
Namun Taehyung terlampau paham dengan kemampuan dirinya.
Well, jika itu tentang kelihaian bersenjata atau ketangkasan beladiri Taehyung akan langsung setuju. Tapi jika harus memeriksa bertumpuk dokumen diiringi beban tanggungjawab yang besar, ia harus berpikir ulang.Dalam hal seperti ini, Jimin jauh lebih baik darinya.
"aku harus memikirkannya dulu, Seokjin-ssi. Maaf."
Seokjin terkekeh pelan, tampak santai mendengar jawabannya. "ambil waktu sebanyak yang kau butuhkan Tae. Kau tahu kami tidak kemana-mana."
"omong-omong, kemana hyung akan membawa kami."
Lain dengan Taehyung, Taehyun sendiri sudah menerima status dua saudara tirinya sebagai kakaknya juga. Tak dipungkiri, keadaan canggung akan meliputi saat Taehyun bersama Namjoon ataupun Seokjin, namun bungsu yang harusnya menjadi keluarga Kim itu sudah menerima takdir yang tertulis untuknya.
