Warning!
Cerita ini mengandung ketidak-jelasan dengan kata-kata yang berantakan dan plot pasaran.
Vomment Jusseyo^^
.
.
.Sengatan mentari dengan semilir sejuk yang menyegarkan badan menjadi penemanannya.
Sesaat berhenti hanya untuk menghela udara yang menenangkan dirinya.Memang sedikit kesulitan untuk jangkaun listrik dan teknologi, namun udara yang bebas polusi juga bintang yang bergemelapan di malam hari menjadi bayaran yang sepadan, mengingat betapa sumpeknya Taehyung tinggal di kota besar dulu.
Dulu. Kenyataannya tidak selama itu-Taehyung baru ada ditempat pencil ini sekitar seminggu. Namun rasanya sudah sangat lama.
Bagaimana kabar appa Park juga sahabatnya yang tidak Taehyung beritahu kepergiannya?
Bagaimana kabar Jungkook dan 2 sejawat perjuangan lainnya?
Mereka baik-baik saja, kan??Susah payah, pemuda Kim itu mengelap keringat yang mengucur di pelipisnya. Beban yang ia bawa-setumpik kayu dalam dekapannya, dan panas terik yang memanyungi menjadi alasan utamanya.
Tapi toh, Taehyung tidak keberatan. Ia harus karena keluarganya butuh. Jadi mempercepat langkah untuk segera mengistirahatkan tubuh menjadi pilihannya segera. Matahari terik itu sudah berada disisi lainnya. Siang akan segera berakhir dengan sang malam yang berganti.
Bukan tidak mungkin jadi masalah besar jika Taehyung belum keluar dari hutan rimbunan ini saat siang telah berlalu. Ibu, Taehyun dan Hueningkai pasti akan mencemaskannya.
Melewati beberapa tanda yang ia buat saat perjalanannya kemari, maka Taehyung dengan kepulangannya akan aman dan tentu lancar.
Tepat dipijakannya menjejak halaman gubuk yang mereka tempati, bulan juga bintang sudah melaksanakan tugasnya diatas sana. Bersyukur Taehyung sudah tiba dirumahnya.
Namun yang janggal adalah saat canting lampu yang menerangi tempat mereka berteduh itu tidak hidup. Belum lagi suasananya terasa sedikit suram dengan hening yang mematikan.
Taehyung mengernyit heran. Apa yang dilakukan kedua adiknya? Biasanya mereka-terutama Hueningkai berlari seperti bocah yang menyambut ayahnya pulang bekerja.
Pelan, Taehyung menyimpan kayu-kayu untuk perapian dihalaman sampingnya. Berderap pelan mencoba membaca situasi yang terjadi.
Taehyung yakin ada yang tidak beres.Taehyung membuka pintu gubuk itu, untuk disambut gelap tidak berkesudahan. Ia hanya melangkah dengan perlahan, tak mencoba memanggil adiknya, pun juga ibunya. Sampai-
Grepp
Taehyung langsung mengeratkan rahangnya kala lehernya dicengkram erat dari belakang.
"kena kau, Taehyung."
Sontak Taehyung melotot. Jelas, suara lirih dari belakangnya itu sangat familiar untuknya. Taehyung tercekat, kesulitan bernafas.
Ia ketakutan bukan karena keadaannya. Tapi nasib adik dan ibunya.
"lepas, hyung." ucapnya keras. Bahkan alur urat dikepalanya tercetak jelas kala Taehyung mencoba melumpuhkan orang yang menyanderanya.
Tapi Yoongi adalah gurunya. Orang yang mengajari sikap penguncian dan melumpuhkan lawan. Taehyung jelas kalah saing dengan pemuda pucat itu.
"aku akan lepaskan.. Saat kau masih menjadi bagianku. Namun kau memutuskan keluar, artinya kau adalah target sasaranku saat seseorang membayarku untuk membunuhmu-arghh"