KTH #19

241 25 0
                                        

Warning!

Cerita ini mengandung ketidak-jelasan dengan kata-kata yang berantakan dan plot pasaran.

Vomment Jusseyo^^

.
.
.

Uap tipis terlihat jelas saat Taehyung membuang nafasnya. Suhu udara semakin menipis kala butiran salju turun lebih besar dari hari sebelumnya.

Setelah puas mengingat kenangan di rumah lamanya-ajang untuk melepas rindu pada sang ibu, Taehyung memilih kembali segera ke kota.
Demi keinginannya untuk merayakan hari jadinya bersama ibu dan adiknya, meski hanya menatap dari kejauhan.

Tubuh tegapnya berbalut mantel tebal, membuat badannya semakin besar. Lehernya dililit sebuah syal, juga kepalanya terlindung oleh kupluk hangat. Bukan gayanya sebenarnya.

Namun karena rasa khawatir appa Park kepadanya yang bersikukuh untuk pergi kembali, maka ia dengan berat hati mengiyakan pria tua itu untuk setidaknya menghangatkan badannya.

Telapak tangannya yang berbalut sarung tangan hangat-lagi-lagi karena paksaan pria yang kini mendekapnya erat, keluar balik mendekap tubuh pria tua itu.

"lain kali, seret anak bantet itu untuk pulang Taengie. Ingat bahwa dia masih punya pria tua yang tampan ini sendirian disini."

"ne appa. Atau appa ikut saja denganku, akan ku antar appa ke flatnya Jimin." ajak Taehyung dengan suka cita. Jelas, jika appanya itu ada di tempat yang sama dengannya, Taehyung akan lebih mudah bertemu dengan pahlawan kedua di hidupnya.

Namun Taehyung tak mendapat menyembunyikan desah kecewa saat di pundaknya merasakan gelengan dari ayah sahabatnya itu.

"aniyo. Appa tidak tahu apa yang harus appa lakukan jika kau dan si bantet itu sibuk. Ingatkan saja dia pada rumahnya, ne. Bilang appa merindukan dirinya."

Pelukan hangat itu terpasak dilepas saat melihat posisi matahari yang semakin tinggi. Taehyung harus menunggu lebih lama lagi jika dia terlambat jadwal keberangkatan bus.

Taehyung mengulas senyumnya saat pria berupa Jimin vetsi tua itu tersenyum hangat kepadanya. Kembali dirasakan usapan pada pucuk kepalanya, meski pria Park itu harus berjinjit karena Taehyung kecil sudah tumbuh jauh lebih tinggi darinya.

"kau juga Taengie. Sering-seringlah datang kesini. Appa selalu merindukan kalian, merindukan masa dimana kalian masih dalam jarak pandang appa. Jika kalian sudah berkumpul, bawa juga ibu dan adikmu Taengie. Katakan jika disini ada seseorang yang merindukan wanita cantik itu."

Senyum Taehyung semakin lebar saat pandangannya terpenuhi oleh objek rumah tuanya. Sedikit halaman yang tertutup salju, dengan sinar mentari yang menyorot hangat menerpa atap kayunya, terlihat sangat nyaman, hangat dan familiar. "pasti appa, aku akan bawa pulang ibu dan adikku ke sini. Karena disinilah rumah kami."

Kembali menatap appa Park yang masih betarlh tersenyum kepadanya. "Taengie pergi dulu, ne. Tolong jaga kesehatan appa. Taengie tak mau pulang karena mendengar kabar appa yang sakit. Appa harus menyambut kami dalam keadaan sehat. Terimakasih appa, Taengie sayang appa."

Dan lagi, pelukan itu kembali terjadi beberapa detik sebelum Taehyung benar-benar melangkahkan kakinya.

Selama perjalanannya menuju halte bus pemberangkatan, Taehyung dengan senantiasa melantunkan doa dan harapannya untuk sosok yang menjadi penguatnya selama ini. Semoga kesehatan dan kebahagian selalu melimpah pada pria tua dengan marga Park.

Memorinya kembali memutar kenangan dalam kurun waktu 17 tahun kebelakang.
Waktu dimana sang ibu sudah pergi meninggalkannya, yang menjadi titik mula Taehyung bergantung pada keluarga sahabatnya.

KTH's Stories (✔) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang