***
Padahal hujan belum jatuh membasahi bumi. Tapi kenapa rintiknya membasahi pipi.***
Alana bangun dengan tubuh lemas. Ia membuka matanya yang sayu, khas orang baru bangun tidur. Alana mengerjapkan matanya, menyesuaikan pencahayaan di ruangan ini.
Alvaro yang tengah duduk di sofa ruang rawat Alanapun menghampiri gadis itu. Tangannya terulur mengambil air putih di atas nakas. Lalu, menyodorkan kearah Alana tanpa sepatah kata terucap dari mulut laki-laki itu.
"Makasih kak." Lirih Alana. Alvaro mengambil gelas itu kembali, lalu menaruhnya ketempat semula.
Hening.
Selalu seperti ini, jika mereka berada di satu ruangan hanya berdua. Alvaro akan terus bungkam, membiarkan Alana mencari topik pembicaraan yang pas."Kak." Ujarnya lemah.
Alvaro hanya berdehem, seraya mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa?"
"Kak Alvaro nggak ngasih tahu orang tua Alana?" Tanya Alana.
"Lagi ngurus administrasi." Jawab Alvaro seadanya. Laki-laki itu kembali memainkan game di ponselnya.
"Aqilla?" Tanya Alana lagi. Pasalnya gadis itu melihat ada Aqilla sebelum ia pingsan.
"Pulang." Ucap Alvaro tanpa beralih dari ponselnya.
Alana hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Ruangan itu kembali hening. Mereka kembali sibuk dengan aktivitas dan pikiran masing-masing. Alvaro masih memainkan game di ponselnya, sedangkan Alana menatap plafon di ruang rawat inapnya. Gadis itu sesekali menghela napas pelan, ia merasa canggung. Ruangan itu terasa pengap, padahal hanya ada dirinya dan Alvaro.
Ceklek
Pintu kamar ruang rawat Alana terbuka. Menampilkan sepasang suami istri yang tak muda lagi.
Alana tersenyum, ia menarik napas lega. Kecanggungan ini akhirnya berakhir. Alvaro berdiri dari duduknya, mempersilahkan kedua orang tua Alana untuk mendekat.
"Alana udah boleh pulang kan mi?" Tanya Alana sumringah.
Kedua orang tua itu saling pandang. Berkomunikasi melalui tatapan mata.
Alana memudarkan senyumnya, "Alana belum boleh pulang ya mi, pi?" Lirih Alana. Kedua orang tuanya menghela napas pelan, belum menemukan kata yang pas untuk menjawab pertanyaan anak semata wayangnya.
Gadis itu menundukkan kepalanya, "Alana nggak apa-apa kok, Alana cuma lecet dikit." Ujar Alana.
Darwis maju selangkah. Memperpendek jarak dengan putrinya, lalu mengusap puncak kepala Alana lembut. Gerakan tangannya menenangkan, melunakkan hati Alana.
"Alana dirawat berapa hari di sini?" Tanya Alana
Kinan tersenyum mendengarnya, "dua hari sayang, habis itu kamu bisa pulang." Terangnya.
Alana mendengus sebal, "sehari aja nggak bisa ya mi?"
"Kata dokter kamu dalam masa pemulihan, jadi harus di rawat di sini dulu." Imbuh Darwis
"Tapi..."
"Sekarang kamu istirahat, biar cepat sembuh." Darwis angkat bicara, sebelum putrinya itu bertanya yang tidak-tidak.
Alana menurut. Ia mulai memejamkan matanya. Berdebat dengan orang tuanya tak akan membuahkan hasil. Percuma, dirinya malah akan menambah dosa jika membangkang kedua orang tuanya.
Samar-samar Alana masih mendengar percakapan orang tuanya dan Alvaro. Laki-laki itu pamit pulang dan orang tuanya mengucapkan terima kasih karena sudah mengantarkan dan menemani Alana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVANA [Completed]
Teen Fiction(FOLLOW SEBELUM BACA) Cerita seorang cewek mengejar cowok mungkin sudah banyak kalian jumpai. Tetapi, alangkah baiknya kalian mengetahui cerita ini. Tentang Alana Farasya Lefanni , seorang gadis periang yang tak pernah putus asa saat menginginkan se...