HAPPY READING
Kaki mungil berlapis sneakers berwarna putih itu melangkah memasuki rumahnya. Padahal hanya tiga hari ia meninggalkan rumah, tapi Alana sudah sangat merindukan rumah beserta penghuninya. Siapa lagi kalau bukan mami dan papinya. Orang tua yang sudah merawatnya dengan penuh kasih sayang.
Alana melebarkan langkahnya. Membuka pintu utama seraya berteriak memberikan salam. "Assalamualaikum, Alana pulang!" Teriak gadis itu. Tak ada sahutan, mengerutkan keningnya sekilas, lalu tersenyum lebar. Ia sangat tau kebiasaan kedua orang tuanya, pasti mereka tengah bermesraan di ruang keluarga sampai tak mendengar teriakan anaknya. Kebiasaan - jika Alana tak ada di antara mereka.
Ia melangkahkan kakinya, senyumnya bertambah lebar ketika asumsinya benar. Netranya saat ini disuguhkan dengan keromantisan orang tuanya, ia melihat maminya yang tengah menyender di dada bidang papinya dan papinya itu mengelus rambut maminya dengan penuh sayang.
Alana berdehem, membuat kedua orang tuanya menoleh serempak kearahnya. "Mentang-mentang Alana gak di rumah, berduan mulu." Sindirnya, seraya berjalan mendekat. Mendudukkan tubuhnya di sofa single yang ada di sana.
"Kamu udah pulang?" Satu kalimat dari maminya yang terdengar di indera pendengaran Alana saat ia baru saja menyenderkan punggungnya di sofa tempat ia duduk.
"Hm, seperti yang mami lihat. Alana pulang dengan keadaan selamat dan sehat wal afiat." Ujar Alana diakhiri kekehan.
Kinan mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar ucapan Alana yang membuat hatinya lega.
"Gimana liburannya, seru?" Kini papinya yang ikut andil berbicara.
Alana mengangguk senang, "Seru dong. Alana pengin kesana lagi, tapi sama kalian." Ujarnya dengan kedua sudut bibirnya yang melengkung ke atas.
"Oh, pasti--- pasti kita bakalan kesana, apapun yang membuat Alana senang Papi akan mewujudkannya. Tapi...."
Dahi Alana berkerut, mendengar ucapan menggantung dari papinya. Hatinya mulai tak tenang, sepertinya ini akan menjadi pembicaraan yang serius. Bisa Alana tebak, kalau pembicaraan ini tak jauh dari persoalan penyakitnya. "T-Tapi apa, Pi?" Gagapnya.
"Kamu udah siapkan?"
Tebakan Alana benar, pasti yang mereka bahas akan menyangkut itu-itu saja. Ia tau, papinya itu menyayanginya. Tapi, bisakan tak membahasnya sekarang. Padahal Alana pergi berlibur untuk menghilangkan keluh kesahnya, tapi se-kembalinya ia ke rumah papinya itu malah mengingatkannya. Walaupun hal itu memang tak bisa ia hilangkan dari pikirannya.
Alana mengangguk, "Siap gak siap, harus tetap Alana jalani kan Pi?" Menghirup udara, mengeluarkannya kembali melalui mulut. "Alana siap kok. Kemaren-kemaren cuma butuh waktu aja. Sekarang Alana udah siap kok."
"Besok kan berangkatnya?, habis ini Alana bakal packing baju." Lirihnya.
Darwis tertawa, membuat alisnya berkerut dibuatnya. Padahal ucapannya barusan tak mengandung unsur lawak, tapi kenapa papinya itu tertawa. "Siapa yang bilang bakal berangkat besok?" Ucap Darwis.
"Bukannya kata mami, habis dari Jogja Alana bakal ke Perancis?" Ujar Alana dengan raut kebingungannya.
Darwis menghentikan tawanya, lalu menatap kearah putrinya – putri kesayangannya. "Gak jadi."
"M–maksudnya, Pi?"
"Diundur jadi minggu depan."
Alana melebarkan mulutnya, "Hah?" Respon spontan yang keluar begitu saja dari mulut Alana. "Serius pi?" Ujar Alana yang diangguki pasti oleh Darwis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVANA [Completed]
Teen Fiction(FOLLOW SEBELUM BACA) Cerita seorang cewek mengejar cowok mungkin sudah banyak kalian jumpai. Tetapi, alangkah baiknya kalian mengetahui cerita ini. Tentang Alana Farasya Lefanni , seorang gadis periang yang tak pernah putus asa saat menginginkan se...