♻️ Bagian 43

4.7K 204 0
                                    

Ada yang nyariin gak nih, seminggu gak update. Jangan bosen ya baca ceritaku yang gaje ini.

Semoga suka part ini ya, walaupun feelnya gak dapet🙃.

HAPPY READING

***


Alana terkekeh geli, melihat dua orang yang tengah memeluknya menangis tergugu. Sudah hampir setengah jam, mereka berpelukan layaknya Teletubbies di tengah hilir mudiknya orang di Bandara. Alana berharap...

Ingus mereka tidak menempel di bajunya. Canda.

"Udah dong, pegel nih!" Gerutu Alana. Tidak enak juga menjadi pusat perhatian beberapa orang yang lewat.

Aqilla menguraikan pelukannya, menarik napas sekaligus ingus yang hampir keluar dari hidung mancungnya. "Gue sebenernya gak rela lo pergi, tapi - gue juga pengen lo sembuh. Gimana dong?"

Alana terkekeh, "Do'a-in gue supaya bisa balik kesini lagi." Ujar Alana ragu dengan ucapannya sendiri.

"Harus!" Sela Audy. "Gue gak mau tau, pokoknya lo harus balik kesini lagi!" Sambungnya memperjelas ucapannya. Sekarang Audy sudah tak sekaku dulu, ia sudah terbiasa mengucapkan lo-gue saat bersama Alana dan Aqilla. Siapa lagi biangnya kalau bukan Aqilla yang mempengaruhi si Audy.

Alana menyunggingkan senyumnya, lebih tepatnya senyuman terpaksa. "Iya, kalau di kasih kesempatan pasti gue balik kok."

"Your attention please,..."

Suara pengumuman keberangkatan ke negara Perancis sudah terdengar. Itu artinya, sebentar lagi Alana akan meninggalkan tanah kelahirannya.

Ketiga gadis itu kembali berpelukan sesaat, "Gue pergi dulu ya, kalian di sini baik-baik." Kekeh Alana yag terdengar hambar di telinga mereka.

"Gue yang harusnya ngomong gitu, dodol!" Geram Aqilla menoyor kepala Alana pelan. "Lo baik-baik ya disana," ucap Aqilla menirukan ucapan Alana, "Gue gak mau denger kabar duka, maunya kabar bahagia. Lo harus sembuh, gue gak mau tau!"

"Iyaa bawel." Mencubit pipi Aqilla gemas.

Audy memegang bahu Alana, membuat sang empu-nya mengalihkan atensinya. "Lo pasti bisa, gue bakal terus do'ain lo dari sini. Semangat!" Seraya mengangkat lengannya, menyemangati.

Alana mengangguk, "Makasih Kak."

Alana memegang kopernya, berjalan menjauh dari kedua sahabatnya. Seraya melambaikan tangannya.

Kinan-mami Alana mengusap bahu anaknya pelan. "Kamu bisa." Alana mengangguk, lalu tersenyum.

Sedangkan, kedua remaja perempuan yang belum beranjak dari tempatnya terakhir berdiri pun hanya bisa menatap ketiga orang itu yang berjalan menjauh, hingga tak terlihat lagi.

***

Alvaro merebahkan tubuhnya ke kasur dengan kasar. Menghela napas gusar, mengusap rambutnya, lalu turun ke wajahnya.

Ia kembali mengecek ponselnya, tidak ada balasan pesan satu pun dari gadisnya. Di telfon pun hanya suara operator yang terdengar, membuatnya uring-uringan sehari penuh.

Baru juga sehari Alana tidak memberinya kabar, tapi sudah membuatnya seperti orang gila. Apalagi kalau berhari-hari, mungkin ia sudah dilarikan ke RSJ alias Rumah Sakit Jiwa.

Arghh

Alvaro bangkit dari tidurnya. Mengambil jaket, ponsel, serta kunci motornya. Ia ingin menemui gadisnya.

***

Alvaro mengerutkan dahinya. Ia berdiri di depan gerbang rumah Alana, yang sayangnya di kunci. Menandakan si tuan rumah sedang keluar.

ALVANA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang