Pada akhirnya, semua akan terasa indah disaat penantian yang selama ini selalu ditunggu datang disaat yang tepat. Bahkan diganti beribu lebih indah dari apa yang terlintas.
***
Suasana kantin yang tadinya ramai kini mendadak hening. Semua pasang mata memperhatikan beberapa orang yang baru saja memasuki kantin, lalu berjalan menuju meja yang ada di tengah. Posisi yang dapat dilihat dari segala penjuru.
Semua orang yang ada di sana, dibuat terheran dengan kedatangan geng Alvaro. Bukan karena Alvaro-nya, tapi karena seorang gadis cantik yang duduk di samping Alvaro. Dia Alana, sosok yang selalu mengejar Alvaro dari beberapa bulan yang lalu, sosok yang menjadi bahan gunjingan karena pacaran dengan kapten basket, tapi nyatanya 'enggak'. Sosok yang menjadi salah satu bullying dari Dista sampai masuk rumah sakit. Tapi kini, gadis itu malah bersama salah satu most wanted di sma galaxy. Selain Bagas.
Cibiran mulai terdengar di indera pendengaran Alana. Telinganya mulai memanas, bersiap mengeluarkan uap. Tangannya terkepal kuat, hingga buku-buku tangannya mulai memutih.
Alana terkesiap kaget, saat tangan kanannya digenggam seseorang. Ia menoleh, "kak," lirih Alana. Ia menatap Alvaro dengan tatapan bingung. Sedangkan yang ditatap malah menampilkan senyumnya.
"Nggak usah didengerin," bisik Alvaro pelan "gue tahu, lo gak kayak yang mereka omongin." Alvaro tersenyum, ia mengeratkan genggaman tangannya.
Alana mengangguk senang. Perutnya terasa digelitik oleh ribuan kupu-kupu yang tengah berterbangan. Pipinya memanas, mungkin sekarang kedua pipinya itu sudah memerah akibat ulah Alvaro.
"Makanan, datang." Sorak Jastin. Laki-laki itu tadi menawarkan diri untuk memesankan makanan mereka.
Sontak Alvaro melepaskan genggamannya. Ia terkejut, wajahnya memerah akibat malu, Alvaro berharap teman-temannya tak melihat. Termasuk, Alana. Dalam hati, Alana malah terkikik 'bisa malu juga ternyata'.
***
Seorang gadis tengah berdiri di pembatas rooftop. Matanya terpejam, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Biasanya di waktu libur seperti ini, Alana masih bergelung di bawah selimutnya. Ya, Alana selalu menghabiskan akhir pekannya dengan malas-malasan, contohnya menonton drakor sampai lupa waktu.
Tapi hari ini berbeda. Alvaro menemuinya pagi-pagi sekali, lalu mengajaknya keluar. Awalnya, ia pikir Alvaro akan membawanya ke mall atau ketempat yang sesuai dengan kostumnya saat ini. Tapi ternyata, Alvaro malah mengajaknya menatap gedung di atas gedung. Jadi menurut kalian, Alana benar salah memakai baju, kan?.
( Sumber : pinterest)
Gadis itu menoleh, menatap seseorang yang tengah berdiri di sampingnya seraya menatap kearahnya. "Eh..." Alana terkesiap kaget, lalu ia kembali menatap kearah depan. Ia menghembuskan napas pelan, takut Alvaro mendengarnya. Jangan tanyakan bagaimana kondisi jantung Alana saat ini, yang pasti tidak baik-baik saja karena berdetak cepat. Dan itu tidak baik untuk kesehatan jantungnya.Alana berdehem meredakan kegugupan yang mendera dalam dirinya. "Em...kak Alvaro tahu darimana tempat ini?" Alana kembali menoleh, ia menatap wajah tenang Alvaro.
"Gak tahu, tapi tahunya tiba-tiba." Ujarnya tak nyambung. "Aneh, kan?". Alana mengernyit, ia tak mengerti arti ucapan Alvaro barusan. Laki-laki itu memang penuh misteri.
"Kenapa, diem?" Tanyanya, saat Alana tak menyahut ucapannya.
"E...iya, aneh." Jawab Alana tak yakin.
Alvaro menyemburkan tawanya. Matanya menyipit membentuk garis lurus, sangking keras tawanya. Wajah datar yang biasa ia tampilkan, sirna sudah dihadapan Alana.
Alvaro tersadar, ia menghentikan tawanya. "Maaf, gue nggak bermaksud bu..."
"Nggak apa-apa." Sela Alana cepat. Keadaan berubah menjadi hening. Alvaro memilih bungkam, ia tak ingin melanjutkan ucapannya. Jika Alana tahu isi hatinya, gadis itu pasti tahu jika sebenarnya ia tak bermaksud menertawakannya. Sedang PMS-kah, gadis itu hanya gara-gara dirinya tertawa dia langsung marah - pikirnya.
Sedangkan dalam hati, Alana berucap."Nggak peka banget sih jadi cowok. Bujuk kek, apa kek, masa gitu aja nggak tahu. Dasar Mr. Ice cub, nyebelinnnn." Gerutu Alana dalam hati.
"Lagi pms, ya." Ujar Alvaro. Dalam hati Alana mencak-mencak sendiri. Tak ada kata lain, kah?. Atau laki-laki itu sedang menguji kesabarannya?. Kalau memang begitu Alana gak bisa, ia sudah sangat kesal dengan Alvaro.
"Gak." Ketus Alana.
Alvaro hanya ber-oh ria. Ia tak tahu harus bersikap seperti apa terhadap Alana. Ia membiarkan gadis itu, sebentar lagi juga akan mengeluarkan suaranya. Lihat saja, tebakannya tak akan salah.
"Kak Alvaro nggak peka banget, sih." Teriak Alana. Ia kesal, sangat kesal bahkan saat mendengar respon Alvaro yang begitu-begitu saja. Haruskah Alana jadi tutor Alvaro, supaya laki-laki itu tak sekaku saat ini.
"Terus gue harus gimana?" Tanyanya.
Alana menghembuskan napas panjang. "Masa kak Alvaro gak ngerti, sih. Tau ah, Alana sebel sama kak Alvaro." Alana berjalan menjauh meninggalkan Alvaro. Bisa-bisa rambut panjangnya rontok karena meladeni Alvaro yang tak pernah peka. Dapet perhatian enggak, dapet sakit hati iya.
"Maaf." Lirih Alvaro. Ia menatap punggung Alana yang berhenti bergerak. Ia memang benar, tak tahu harus berbuat apa. Dirinya memang sekaku ini, pengalaman terakhirnya jatuh cinta hanya berakhir memendamnya dalam hati.
"Maaf karena gue selalu buat lo nangis. Maaf karena buat lo selalu kecewa dengan respon gue. Maaf karena gue gak bisa jadi cowok, yang lo harepin." Alvaro menjeda ucapannya, ia melihat Alana memutar tubuhnya. Alana menatapnya.
"Maafin gue, yang gak pernah peka na. Gue emang sekaku ini, gue nggak tahu harus gimana ngadepin, lo. Gue akui, kalau gue itu pengecut." Ucapnya.
"Gue nggak bisa ngungkapin perasaan gue. Padahal gue pengen." Lirihnya.
Alana berlari kearah Alvaro. Ia memeluk tubuh laki-laki itu tiba-tiba hingga membuat Alvaro sedikit terhuyung kebelakang. "Maafin Alana, ya. Alana gak bermaksud kayak gitu. Kak Alvaro mau kan, maafin Alana." Alana mengendurkan pelukannya. Netranya tak berani menatap wajah Alvaro, ia malu mungkin pipinya sudah memerah saat ini.
Alvaro terkekeh. Kali ini dirinya yang memeluk Alana, lalu ia membisikkan sesuatu tepat di telinga Alana. "Lo mau kan, bantu gue buat ngisi hati gue yang kosong. Bantu gue buat jadi cowok yang lo, mau." Alana menegang, ia mendorong Alvaro kebelakang. "Kak Alvaro nembak, aku?" Tanya Alana.
Alvaro mengangkat bahunya, "ya, kalau kamu mau." Ujarnya.
"MAU." Ucap Alana menyambar ucapan Alvaro.
"Boleh peluk lagi, gak?" Alana menatap Alvaro penuh binar, tapi gelengan Alvaro membuat Alana mencebikkan bibirnya.
"Sini, kita lihat senja bareng-bareng." Ujarnya. Alana menurut, mereka menyaksikan sang surya yang hampir tenggelam. Menatap indahnya ciptaan Tuhan yang masih bisa mereka lihat. Dan nikmat mana lagi yang Alana dustakan? melihat senja bersama seseorang yang sudah mau menatapnya, berjalan seiringan dengannya, dan menggenggam tangannya. Hari ini Alana bersyukur, penantian panjang yang selalu ia idam-idamkan hari ini terwujud. Usahanya tak sia-sia. Jika saja ia bisa menghentikan waktu, ia akan melakukannya. Alana ingin berlama-lama bersama Alvaro, ia tak ingin waktu berjalan dengan cepat.
***
Gemesss nggak?, Kalau iya vote dong, coment juga. See you chapter selanjutnya.
Update : 26 - 09 - 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVANA [Completed]
Fiksi Remaja(FOLLOW SEBELUM BACA) Cerita seorang cewek mengejar cowok mungkin sudah banyak kalian jumpai. Tetapi, alangkah baiknya kalian mengetahui cerita ini. Tentang Alana Farasya Lefanni , seorang gadis periang yang tak pernah putus asa saat menginginkan se...