♻️ Bagian 39

4.4K 204 0
                                    

HAPPY READING

Di tengah banyaknya orang yang berhilir mudik memenuhi jalanan di Malioboro, terdapat sepasang remaja berbeda gender tengah duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Menikmati keindahan kota Jogja pada malam hari, sekaligus hari terakhir mereka berada di kota ini. Sekilas tapi mampu membuat kenangan tersendiri, untuknya dan juga teman-temannya terkhusus Alvaro. Semoga saja laki-laki itu tak marah padanya, setelah apa yang akan terjadi nanti. Dan semoga laki-laki itu tetap bahagia ada ataupun tidaknya kehadiran dirinya.

Menghela napas, Alana merasa gelisah. Ia ingin jujur pada lelaki di sebelahnya, tapi bibirnya terasa kelu. Alana tak mau membuat lengkungan di kedua sudut Alvaro menghilang. Akhir-akhir ini pacarnya itu terlihat sering mengembangkan senyumnya, membuat Alana merapatkan bibirnya kembali.

"Lan, lo serius gak mau ikut kita?" Teriak Aqilla tak tau malu, membuat beberapa orang yang ada di sana menatapnya tak suka.

Lagi-lagi Alana merapatkan bibirnya kembali. Mencoba tersenyum, lalu membalas ucapan sahabatnya itu. "Nggak, kalian aja sana. Gue mau di sini sama kak Alvaro." Kekehnya diakhir kalimat.

"Bilang aja kalau mau berduaan!" Sindir Aqilla, "Yuk... biarin mereka di sini." Ajaknya, ia ingin menikmati hari terakhir di kota ini. Diangguki ketiga orang itu, lalu berlalu dari sana.

Ditengah keramaian, tapi terasa sunyi. Entah hanya perasaan Alana saja atau bagaimana, tapi ia merasa hatinya tak tenang.

"Alana."

"Kak." Ucap mereka bebarengan, setelah beberapa saat berkutat dengan pikiran masing-masing.

"Kamu duluan."

"Kak Alvaro duluan." Ucap mereka berbarengan lagi. Lalu tertawa dengan tingkah konyol mereka.

Alana meredakan tawanya, menatap Alvaro intens. "Kak Alvaro mau ngomong apa?"

Menghela napas, lalu menyenderkan punggungnya di sandaran kursi. "Kamu beneran nepatin janji, kan?"

"Ja-janji?" Beo Alana.

Alvaro bergumam, "Kamu udah janji kan gak bakal pergi. Jadi tolong tepatin janji kamu."

Deg

Alana meneguk salivanya cepat.

'Apa iya kak Alvaro bisa membaca pikirannku?'

Alana tersenyum, tepatnya senyum paksa supaya Alvaro tau bahwa dirinya baik-baik saja. "Semoga Tuhan mendengarkan dan mengabulkannya ya, kak."

"Kenapa?" Tanya laki-laki itu dengan dahi berkerut.

"Hah?"

Alvaro menormalkan wajahnya kembali, ia menatap wajah gadisnya penuh. "Kenapa? Kenapa kamu ngomong kayak gitu?"

Alana kembali menyunggingkan kedua sudut bibirnya. Tapi Alvaro tak suka senyum Alana yang seperti itu, terlihat sangat dipaksakan. "Jangan senyum, na!"

Alana mengerutkan dahinya, "Maksud kak Alvaro, aku harus nangis gitu?"

"Ya gak gitu juga. Senyum lo beda, apa ada sesuatu yang kamu sembunyiin?" Ucap Alvaro tepat sasaran. "Tatap mata gue!"

Alana menurut, ia menatap mata Alvaro sebisa mungkin. "Alana gak nyembunyiin apa-apa kak."

Sedangkan Alvaro, ia mencari kebohongan Alana dari tatapan matanya. Tapi nihil, gadis di depannya ini pintar sekali menyembunyikannya. Membuat Alvaro tidak dapat menemukan adanya kebohongan dari sana.

"Udah belum? mata Alana perih nih."

Alvaro menyunggingkan senyumnya, mencoba percaya pada gadisnya. Walaupun hatinya ingin mencari kebenarannya.

ALVANA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang