♻️ Bagian 19

8.6K 325 2
                                    

***

Jika diibaratkan, kamu itu seperti hujan yang tak tahu kapan turun dan kapan reda. Sedangkan aku adalah tanaman yang selalu setia menunggumu turun membasahi bumi.

***

Bel pulang menggema di seluruh penjuru sekolah. Semua siswa-siswi berbondong-bondong keluar kelas, memadati koridor. Berbeda dengan gadis bersurai panjang yang masih tenang duduk dibangkunya, seraya menghela napas jengah.

"Gue keterlaluan banget nggak sih, qil?" Alana, gadis itu masih saja memikirkan ucapannya yang terlontar untuk kakak kelasnya itu. Ia merasa tak enak hati, bahkan menyesal. Tapi di satu sisi, Alana merasa lega sudah mengeluarkan semua unek-uneknya yang selama ini ia pendam.

"Minta maaf aja kali ya,qil," Ujar Alana. Gadis itu mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di dagu.

"Eh... jangan-jangan, nanti ke gr-an lagi." Beonya.

"Menurut lo gimana, qil?" Alana beralih menatap Aqilla.

"AQILLA!" Teriak Alana. Ia menggeram kesal, sahabatnya itu malah asik menatap ponselnya.

"Lo dari tadi nggak dengerin gue?" Alana mengatur napasnya yang belum teratur, "chat sama siapa sih, doi baru?" Tanya Alana tak santai.

Bukannya meminta maaf, Aqilla malah memutar bola matanya malas. "Wahai Alana, sahabatku yang paling cantikkk." Jeda Aqilla menarik napas. Ia menatap Alana. "Lo nggak bosen ngomong gitu terus, udah 10 kali kalau lo lupa."

Alana menyenderkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Ya, setidaknya lo kasih saran gitu ke gue." Ketus Alana.

"Tadi kan udah gue jawab Alana cantik," Geram Aqilla kesal. "Gak usah pikirin lagi, apalagi pake minta maaf. Yang ada malah makin rumit tau gak." Sambungnya.

"Udah nggak usah cemberut, mending pulang." Aqilla berdiri dari bangkunya. Ia berjalan kearah pintu, lalu kembali menoleh. "nggak mau pulang?" Tanyanya.

"Iya ini mau pulang, kok." Alana menarik napas pelan. Ia mengikuti langkah Aqilla dari belakang.

***

"Lan, tunggu." Alana menghentikan langkahnya saat suara seseorang memanggilnya. Kedua gadis itu serempak menoleh. Aqilla memutar matanya malas, lalu membisikkan sesuatu ke Alana. "Inget, omongan gue tadi," ujarnya "gue balik dulu, udah di jemput." Sambungnya, seraya berlalu menuju mobil jemputannya.

"Ada apa ya, kak?" Tanya Alana, saat seorang laki-laki yang memanggilnya mendekat kearahnya.

"Omongan lo tadi nggak serius kan, lan?" Tanya Bagas langsung pada intinya.

Alana diam. Ia memikirkan ucapan aqilla

"Lan, coba pikir." Jeda Aqilla "kalau lo minta maaf ke kak Bagas, terus kak Bagas nganggep lo nyesel sama omongan lo gimana?" Tanyanya.

"Tap..."

"Gue belum selesai ngomong," selanya. Alana kicep, ia memilih diam saja menderkan Aqilla kembali melanjutkan ucapannya.

"Lan, lo emang nyesel ngomong gitu. Tapi jangan lo tunjukin ke orangnya. Semisal kalau kak Bagas nganggep lo ngasih harapan ke dia gimana, bingung lagi kan lo?"

"Kalau kak Bagas nemui gue... gue harus gimana?" Tanyanya. Alana benar-benar bingung dengan kejadian ini. Otaknya buntu.

"Omongin aja apa yang lo rasain, lan. Jangan ngerasa sungkan, lo harus bisa tegas. Jangan sampai lo bikin kak Bagas, ngerasa Lo PHP-in."

ALVANA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang