♻️ Bagian 9

8.9K 383 4
                                    

Part ini khusus untuk Alvaro dan Alana

Happy reading

***

Jadi rasanya seperti ini mengawatirkan seseorang yang tak berada dalam jangkauan kita.

-Alvaro Radhitya Alfendo

***


Alvaro berjalan gusar menyusuri seluruh koridor sekolah. Ia juga sudah mengecek kamar mandi perempuan, dan seluruh tempat di sekolahnya. Entah setan apa yang merasukinya, saat ini ia benar-benar khawatir dengan Alana. Pikirannya tak pernah berhenti memikirkan gadis itu, apalagi sebelum Alana keluar kantin dia melihat Alana meneteskan air matanya.

Alvaro juga tak paham kenapa dia harus membela Alana yang tengah di bully oleh Dista. Salah satu cewek di sekolahnya yang ingin merebut perhatiannya.

Tapi setelah namanya disangkut pautkan, membuat Alvaro mengerti duduk permasalahan yang terjadi. Alvaro juga tak bisa diam, saat Dista menampar pipi Alana dengan sangat keras dan membekas.

Alvaro mengacak rambutnya frustasi, laki-laki itu saat ini berada di rooftop sekolah. Dan Alana tidak ada di sana juga membuat Alvaro semakin tak tenang. Padahal kakinya sudah terasa berat untuk melangkah, tapi ia merasa belum puas jika dia belum memastikan Alana baik-baik saja.

"Cewek ceroboh dimana sih lo." Kalimat itu lolos begitu saja dari mulut Alvaro tanpa ia sadari. Pasalnya dirinya juga merasa bingung dengan sikapnya hari ini.

Alvaro melangkahkan kakinya menuju taman belakang. Hanya tempat itu yang tersisa yang belum ia datangi. Jika Alana tak ada di sana dia memilih pasrah dan tak akan mencari Alana lagi. Menurutnya, gadis itu memang benar-benar sangat pintar dalam hal bersembunyi.

Alvaro mengedarkan pandangannya, melihat bangku yang terjejer di taman belakang sekolah. Netranya tak menangkap adanya keberadaan Alana. Alvaro menyerah, dirinya memilih pergi dari taman belakang itu.

Langkahnya terhenti, telinganya menangkap suara seseorang yang sedang menangis. Pandangan Alvaro berhenti disebuah pohon yang dibawahnya ada seorang gadis yang tengah memeluk kedua lututnya dengan bahu yang bergetar.

Alvaro mengusap dadanya, ada rasa kelegaan bercampur rasa kesal di sana. Rasa khawatir itu perlahan hilang, digantikan seulas senyum yang jarang ia perlihatkan ke semua orang.

***

"Cengeng." Satu kata yang terdengar mengejek di telinga Alana mampu menghentikan tangisannya. Suara itu, suara yang kini tengah memporak-porandakan hatinya dengan kejadian di kantin beberapa menit yang lalu. Laki-laki yang biasanya bersikap cuek dan acuh dengan kehadirannya itu, hari ini bersikap berbanding terbalik dari biasanya.

Alana mendongakkan kepalanya, mengusap sisa air matanya yang mengalir di kedua pipinya. Gadis itu mencoba melebarkan matanya untuk mencari seseorang yang berhasil meredakan tangisnya. Dan benar, Alvaro kini tengah berdiri di sampingnya, menatap Alana dengan tatapan datarnya. Ini nyata, Alvaro benar-benar ada disamping Alana bukan sebuah ilusi yang hanya ada dipikiran gadis itu.

"Udah nangisnya?" Sindir Alvaro seraya ikut duduk di samping Alana.

"Kenapa kak Alvaro kesini?" Tanya Alana tanpa memperdulikan pertanyaan Alvaro sebelumnya. Menurutnya pertanyaan Alvaro sudah mendapatkan jawaban, nyatanya saat ini dirinya sudah berhenti menangis.

"Dan lo kenapa ada di sini juga?" Ucap Alvaro balik bertanya dengan pertanyaan yang sama.

"Ish." Gerutu Alana

ALVANA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang