♻️ Bagian 34

4.8K 207 0
                                    

HAPPY READING

Kedua remaja itu memutuskan pulang ke rumah, tepat pukul enam petang Alana sudah menjejakkan kakinya di halaman rumahnya. Sisa-sisa tawa itu masih ada. Wajahnya cerah, senyuman itu masih terpancar di lengkungan bibirnya seakan mereka orang yang paling bahagia di dunia ini.

Alana memperhatikan Alvaro yang tengah memakai jaketnya. Dilihat dari manapun Alvaro memang sangat tampan, walaupun laki-laki itu selalu menampilkan wajah datarnya. Dalam hati Alana bersorak, ia sangat beruntung bisa mencintai dan dicintai Alvaro. Rasanya Alana seperti gadis yang sangat berbahagia malam ini.

"Aku pulang dulu, ya."

Alana mengangguk, tak mungkin dirinya menyuruh Alvaro untuk mampir. Karena laki-laki itu pasti merasa lelah, setelah seharian ini menemaninya. "Hati-hati kak see you tomorrow, pacar." Ucapnya seraya melambaikan tangan kanannya.

Alvaro mengacak rambut Alana sekilas, namun mampu membuat rambut gadisnya berantakan. "Hm... see you too, Alana jelek!"

"Gak gitu jawabnya!"

"Oh, salah ya?" Ucap Alvaro enteng, senbari memakai helm-nya.

"Ish...nyebelin!"

"Iya aku tahu kok," kekeh Alvaro. Ia menaiki motornya, lalu menstaternya. "See you too, Alana sayang!!" Teriak Alvaro seraya melenggang pergi.

Alana menatap laki-laki yang mulai menjauh itu dengan tatapan tak percaya. Mulutnya sampai sedikit terbuka, sangking kagetnya. Ia tak menyangka, Alvaro bisa melakukan hal konyol itu dan bodohnya membuat pipinya memerah.

Alana berbalik masuk kedalam rumah. Ia harus mengistirahatkan tubuh dan kakinya yang terasa pegal. Dan juga hatinya yang sejak tadi sore melambung tinggi akibat ulah Alvaro.

Kaki mungil Alana menjejak pada ruangan keluarga. Pandangannya langsung dihadiahi kedua orang tuanya yang tengah menonton dan sesekali mengobrol.

"Assalamualaikum Alana pulang!"

Kedua pasangan suami istri itu seketika menoleh. Lalu menyunggingkan senyumnya saat netra mereka mendapati putri semata wayangnya. "Kebetulan kamu udah pulang, papi mau ngomong sama kamu."

Alana mengerutkan keningnya, "Tumben papi izin dulu kalau mau ngomong, biasanya gak," ujarnya, "penting banget ya, pi?"

Darwis menghela napas panjang, "duduk dulu."

Alana mengangguk, ia memutuskan duduk di sofa single. Tepat di sebelah orang tuanya duduk. Ia menunduk sembari memainkan jari-jarinya, hatinya gelisah seakan tahu papinya akan memberi kabar tak mengenakan.

***

Sepuluh menit berlalu, ruangan yang dihuni tiga orang itu masih saja senyap. Tak ada yang mengeluarkan suara, yang ada hanya kedua orang tua Alana saling memberi kode dari gerakan mata. Jika tak salah tangkap, kedua orang tuanya saling berbicara seperti ini, "mami aja yang bilang.". Lalu maminya menjawab, "papi aja."

Darwis menghela napas berat, lalu ia mulai membuka suaranya. "Papi sama mami udah buat keputusan!" Ujarnya dengan suara berat.

"Keputusan?" Beo Alana

Darwis mengangguk, "Papi udah milih rumah sakit yang bagus di Prancis. Bulan depan, setelah kamu ujian kenaikan kelas kita berangkat!"

"Secepat itu, Pi?"

Darwis mengangguk cepat, "Iya lebih cepat lebih baik, kan?"

"Ta–tapi, Pi Al...."

"Papi mau kamu cepat sembuh, jadi ini yang terbaik buat kamu." Potongnya, dengan suara tak terbantahkan.

ALVANA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang