♻️ Bagian 18

8.9K 353 2
                                    

***

Sederhana sih, tapi kenapa mampu memporak-porandakan hati.

***

Sudah dua hari Alana dirawat dan hari ini gadis bernetra coklat itu sudah diperbolehkan pulang ke rumah.

Alana bersorak senang. Selama di rumah sakit ia hanya dapat menatap ruangan ber-cat serba putih, serta bau obat-obatan.

"Semangat banget yang mau pulang." Ujar papi Alana, seraya mengusap puncak kepala Alana.

"Iya, dong. Alana pengen cepat-cepat sekolah, Pi." Ujar Kanaya penuh semangat.

Mami Alana yang tengah membereskan bajunyapun ikut mengeluarkan suaranya.

"Mami nggak ngizinin kamu sekolah." Tukas mami Alana.

"Alana udah sehat kok, mi." Alana mulai merengek.

"Itu menurut kamu, Alana." Ujar mami Alana penuh penekanan.

Alana menghela napas pelan, ia beralih menatap papinya dengan menampilkan puppyeyes-nya.

"Pi." Alana menyatukan kedua tangannya di depan dada.

"Nurut sama mami kamu ya sayang." Ujar papinya.

Gadis itu kembali menatap maminya, ia belum ingin menyerah.

"Ayolah mi, Alana udah sehat."

Kinan menghela napas jengah, "Mami nggak butuh penolakan kamu, Alana." Ujarnya final.

"Kita pulang dulu, yuk. Kita bicara-in lagi di rumah." Ujar papi Alana menengahi.

Alana mengangguk pelan, seraya mengikuti langkah kaki orang tuanya yang keluar lebih dulu.

***

Alana menghela napas panjang. Tubuhnya berguling kekanan dan kekiri. Ia merasa bosan, keputusan maminya tak bisa terbantahkan. Alana tak boleh pergi ke sekolah, bahkan keluar rumah. Gadis itu hanya boleh berbaring di kasur, alias bed reas. Jika begini, apa bedanya di rumah sakit dengan di rumah.

Alana memilih memainkan ponselnya. Banyak pesan yang belum ia baca. Maklum, Alana tak membuka hpnya saat di rumah sakit.

Alana memilih membuka chat dari Aqilla. Sahabatnya itu mengirimkan beberapa pesan.

Qilla-ku🦋

P

Lan, mau dengar berita bagus nggak?

Jangan kaget tapi

Dista di skors dong😂

Lima hari dong, bayangkan

Seneng banget gue🤣, lo seneng kan lan?

Woyyy

Sombong amat😒

Alana tertawa melihat pesan terakhir yang dikirim Aqilla. Sahabatnya itu selalu ingin dibalas cepat, katanya menunggu itu melelahkan atau gak menunggu itu membosankan atau menunggu itu gak enak. Apalagi menunggu doi peka, itu lebih menyebalkan dari apapun. Eh?...

Bentar, Dista diskors?. Kok bisa?, siapa yang melaporkan kakak kelasnya itu. Aqilla? dia tak seberani itu. Alvaro? Alana tak yakin, mengingat laki-laki itu tak pernah berbuat baik padanya. Tunggu, jika di ingat-ingat Alvaro memang pernah berbuat baik padanya. Tapi, berakhir menyebalkan bukan. Bagi Alana, itu sama saja. Seperti diterbangkan, lalu dihempaskan tanpa aba-aba.

ALVANA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang