9. Gara-gara pembaca

19.8K 1.5K 230
                                    

"Apa?"

Joshua yang ditatap begitu tajam menegakkan badannya, ia selalu saja was-was jika Darryl sedang serius seperti sekarang ini. Mereka sedang berada di sebuah kafe.

"Selow dong, gue kan gak mau ngutang sama lo."

"Terus?"

Joshua mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam, yang hanya bisa dimiliki oleh seorang miliarder.

"Cuma mau balikin kartu. Gak bisa santai ya lo?"

"Santai hanya untuk orang-orang yang pemalas, dan seperti yang lo tau, gue pekerja keras sekarang."

"Masih kobam Dilan? Anjir itu udah tujuh tahunan." jelas Joshua, ia agak terheran-heran.

"Masalah buat lo?" sewot Darryl lalu memasukkan black card nya ke dalam dompet.

"Eh, btw, kok hidup kita kayak tahanan ya. Ke sini ada paparazi, ke sana ada paparazi. Maunya apa sih!" keluh Joshua, bahkan sekarang ia sedikit melorotkan maskernya.

"Lo gak mau disorot?"

Joshua mengangguk antusias, barangkali sahabatnya itu ada solusi.

"Mati aja sana!"

Gemeretak gigi Joshua, ia sedikit kesal pada Darryl. Ditepuknya punggung sahabatnya itu, lalu berpantun "Ikan hiu nyuri permen, pakyuu menn!"

Joshua lalu mendekat pada Darryl seraya berbisik, "Gimana, enak nggak?"

Senyum jahil seperti biasa kembali muncul di wajah tengil Joshua, pria itu menaik-turunkan alisnya.

Kini Darryl yang berbisik, "Surga dunia." balasnya dengan wajah tengik pula, berniat memanas-manasi si tukang rusuh di depannya itu.

Joshua mendengus, "Asu!"

Anastasha bersama Juminten sejak tadi hanya menjadi penyimak saja, dua pria itu asik tanpa menghiraukan mereka.

Sepertinya Anastasha mulai bosan, "Mas, ayo jalan-jalan. Ngeladeni kak Joshua gak ada habisnya tau!"

"Eh bentar-bentar!" cegat Joshua saat Darryl dan Anastasha akan beranjak.

"Apa lagi?" Gemas Darryl, gemas ingin menabok.

"Sini dah lo pada, deketan sama gue."

Anastasha dan Darryl mendekat, bahkan mencondongkan badannya. Walaupun tau pasti kalimat yang keluar dari mulut lambe turah Joshua pasti tak ada faedahnya.

Azumi yang agaknya juga ingin bergabung dalam pembicaraan, mendapat toyoran dari Joshua di dahinya.

"Lo gausah ikut campur Juminten!" ujar Joshua, sepertinya ia lupa jika Azumi adalah pacarnya.

"Heh babi, gausah pake noyor kepala gue juga, monyet!"

"Ribet amat sih lo, dasar kuda thumbelina!"

"Asu banget ya lo!" Juminten merasa panas di ubun-ubunnya. Joshua memang pacar yang gak ada akhlak.

Tanpa pamit, Azumi langsung minggat dari tempat duduknya lalu pergi.

"Pergi yang jauh deh sono, ntar juga balik lagi." usir Joshua, wajah tengilnya kembali lagi.

"Beneran kak Joshua pacaran sama Azumi?" tanya Anastasha, ia jadi ragu setelah mendengar perdebatan singkat antara pasangan Joshua dan Azumi barusan.

Joshua mengangkat kedua bahunya, "Entah, bahkan gue juga lupa kapan gue nembak si Juminten."

Pasangan yang sangat uwu sekaleeh.

"Leher gue pegel, bangsat!" umpat Darryl karena Joshua belum menyampaikan maksud kenapa memintanya dan Anastasha untuk mendekat.

Pria tak waras itu menepuk keningnya, "Gue sampe lupa, si Juminten sih."

Saat Anastasha dan Darryl sudah mendekat, Joshua kembali bersuara, "Lo berdua gak tau berita terbaru?" ujarnya merangkul dua sejoli di hadapannya.

"Berita apa?"

Joshua menatap Darryl dan Anastasha secara bergantian, "Kalian mau buat pembaca kita menurun, ya?"

"Maksudnya?"

"Tasya, jangan panggil Darryl 'mas' dong."

"Kenapa sih, kak?" tanya Anastasha tambah bingung kemana arah pembicaraan ini.

"Lo gak tau ya, di part sebelumnya banyak yang komen gak setuju sama panggilan lo yang sekarang buat Darryl."

"Terus?"

"Gak mau tau, pokoknya harus lo ubah! Kenyamanan pembaca lebih penting loh ini."

Darryl menggebrak meja, "Ribet banget sih mereka, pembaca gak ada akhlak emang. Untung gue sayang."

Di susul Anastasha, aktris cantik itupun ikut-ikutan menggebrak meja. "Demi pembaca yang selalu ingin di turuti kemauannya, yaudah Tasya ngalah."

Tak mau kalah, Joshua pun ikut-ikutan. Rusak rusak dah itu meja, untung saja cafe ini punya Darryl.

"Gue ada saran!"

"Saran apa?" tanya sejoli itu bersamaan.

Dengan pedenya Joshua menjawab, "Gimana kalau manggilnya akang aja? Akang Darryl gituloohh!"

"AKANG UDELMU!!"

_____

Malam indah yang dipenuhi bintang, ditemani pula oleh purnama. Anastasha menatap langit dengan seksama, sebuah pertanyaan terus menghantui pikirannya.

Apa panggilan yang cocok untuk Darryl, dan sesuai dengan keinginan pembaca?

Sejak tadi itu yang melayang-layang di pikiran Anastasha. Hingga sebuah pelukan membuyarkan lamunannya.

"Mikirin apa sayang?"

Anastasha menggeleng, "Bukan apa-apa."

"Yakin?"

Anastasha mengangguk, "Yakin."

"Tirai satu atau tirai dua?"

"Apa sih!" Anastasha tertawa mendengar lawakan spontan Darryl.

"Gara-gara pembaca, kita harus mikir keras malam ini." Darryl masih setia memeluk istrinya.

"Dan gara-gara pembaca, chapter gak faedah ini ada." lanjut Anastasha.

"Gak usah dipikirin, pembaca kadang gitu. Ribet emang!"

"Bukannya ribet, mereka cuma terganggu aja." bela Anastasha.

"Yaudah tenang aja, Darryl punya saran yang lebih manfaat nih dari pada saran si Joshua."

"Apa?"

"Supaya tetap setia sama cerita ini. Fix, kita santet online mereka!"

_____

Sabtu, 01 Agustus 2020

Jadi, enaknya manggil apa wahai pembacaku si anak sultan yang kemauannya harus terpenuhi 😭

Semoga terhibur aja ya, gak tau lagi deh. Ini part paling gak jelas yang aku tulis selama aku berkarya di dunia oren ini.

Jangan lupa vote dan komennya guys

WHERE'D YOU GO, Anastasha?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang