Seperti biasa. Khadijah memulai harinya dengan kesibukan yang sama. Menyiapkam sarapan untuk ummi dan masnya, merapikan rumah agar umminya tak terlalu bekerja banyak meski sudah dilarang Khadijah akan tetap meluangkan waktunya.
Mereka bertiga duduk di meja makan, sarapan bersama sebelum memulai kegiatan.
"Oh ya, nanti Ummi pulang terlambat ya, umi ada janji sama Umminya Adinda."
Kedua anaknya mengangguk patuh. "Kalo Ummi kesepian di rumah, Ummi bisa aja jalan-jalan kek apa kek, Mi." Rayhan memberi saran, sepertinya umminya memang bosan sendirian di rumah ini sedang ia dan adiknya pergi pagi pulang petang kecuali hari jumat.
Ummi tersenyum sambil geleng-geleng. "Siapa bilang Ummi bosan, anak laki-laki tetangga kita itu yang selalu kesini buat nemenin Ummi. Kalo ummi bosan tinggal telpon dia aja, dia siap datang katanya."
"Dia juga suka denger Ummi ceramah, gak kayak kalian yang kadang ngeluh kalo dikasih ceramah kepanjangan." Tiba-tiba ummi mengeluhkan hal itu.
Bukannya mereka tidak suka dengan ceramah umminya yang memang seperti hobi bagi umminya, tapi mereka hanya sudah tau semua materi ceramah ummi, sebab mereka juga belajar ilmu agama cukup lama.
"Tetangga? Yang mana, Mi?" tanya Rayhan penasaran.
Bukan hanya Rayhan yang tidak tahu, Khadijah sebenarnya tidak tahu, tapi ia memang tidak tertarik pada tetangga, terlebih laki-laki. Kecuali jika ummi mengajak tetangga ke rumah, barulah ia tahu bahwa ia bertetangga.
"Ada sekitar beberapa minggu ini dia pindah, anaknya sopan. Waktu kaki ummi keseleo, itu dia yang bawa ke puskemas."
Nampaknya dia anak baik, tapi semoga saja ummi tidak berniat macam-macam untuk menjodohkannya kepada Khadijah, pikirnya.
"Neng gak mau nikah dulu," sambat Khadijah datar.
Tau saja dia
"Jika jodoh, bisa apa kita," ucap ummi dan Khadijah hanya bisa merutuk di dalam hati, tak ingin durhaka pada orangtua.
Semburat cahaya jingga sudah muncul, kantor sudah mulai sepi. Kecuali Khadijah yang masih berkutat di balik komputernya.
Sepertinya sibuk, tapi kenyataannya dia sedang berselancar di internet, untuk apa lagi selain mencari kabar lelaki itu hari ini.
Seperti biasa, tak ada kabar apapun, kabar terkahir hanya sampai Lee Jeno memutuskan untuk melakukan debut solo. Itu saja.
"Neng, ayo pulang!" Ruangan Khadijah memang tak jauh dari ruangan Rayhan, hanya berbatas beberapa ruang saja sebab mereka sama-sama menjabat sebagai manajer.
Khadijah mematikan komputer dan menggendong tasnya untuk pulang.
Entah kenapa ia lelah sekali hari ini. Ia ingin cepat pulang dan mandi. Bibirnya sudah gatal ingin mengaji. Jika rindu, jika sakit, jika lelah, membaca Al-Qur'an adalah obat mujarab.
Sesampainya di rumah, umminya memang belum pulang. Khadijah memilih masuk ke kamar dan Rayhan juga sama.
Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an saling mengadu, dari dalam kamar Khadijah dan satu lagi dari dalam kamar Rayhan. Tapi setelah habis surah Rayhan langsung bangun sedang Khadijah masih ingin melanjutkam membaca beberapa surah lagi, lelahnya belum hilang.
"Assalamualaikum." Suara umminya mengharuskam Rayhan untuk membuka pagar yang ia kunci tadi. Ia memanggil Khadijah beberapa kali, memang kebiasaan mereka begitu, yang dirumah harus menyambut yang datang. Tapi suara Khadijah terlalu keras hingga suara Rayhan kalah. Jadi, Rayhan hanya keluar seorang diri.
"Walaikum ... salam," sahut Rayhan agak terhenti di tengah kalimat saat ia melihat sosok di belakang umminya.
"Dia tetangga yang Ummi bicarakan," ucap ummi seolah tahu bahwa Rayhan menyimpan pertanyaan.
Rayhan membalas senyum lelaki itu. Ia sedikit terkejut, ia pikir ummi membawa lelaki ini sebagai calon untuk Khadijah, yang membuat Rayhan terkejut adalah fakta bahwa lelaki ini tidak biasa, alias orang dari negeri asing.
"Ayo, Nak. Masuk aja, dia anak Ummi, dan satu lagi ... mana Neng Dijah?" tanya ummi saat tak melihat Khadijah datang menyambut.
"Neng lagi muroja'ah," sahut Rayhan masih tidak memalingkan tatapanya kepada lelaki itu.
Mereka semua masuk. Ummi menyeduh teh yang dibawa lelaki asing ini dan disuguhkan kepada dua anak lelaki lajang dan satu untuk dirinya.
Lelaki itu nampak nyaman sekali, ia kalut pada suara merdu yang memenuhi gendang telinga. Bahkan beberapa kali ia tersenyum.
Ummi yang melihat itu ikut tersenyum lalu berkata, "Dia masih lajang juga, anak gadis Ummi," ucap ummi dengan senyum malu-malu.
Jika Khadijah mendengarnya, Khadijah pasti mengamuk.
Rayhan hanya bisa membatin. Tidak mungkin ummi semudah ini menerima stamu lelaki jika tidak ada maksud terselubung.
Perjodohan?
Ya lagipula jika Rayhan teliti, lelaki di depannya ini memang terlihat 'pantas'. Dari pakaiannya yanh sopan, tata kramanya yang baik sejauh ini, pantaslah ummi berpikir sedemikian. Rayhan pun setuju.
"Neng?" panggil ummi. Tapi Khadijah tak juga keluar. Ia terlalu damai masuk ke dunianya bersama sang pencipta.
"Biarkan saja, Mi. Saya juga mau pamit sebentar lagi."
Bahasanya masih agak kaku, meski begitu dapat dipahami.
"Iya baiklah, lagipula masih ada hari esok." Sepertinya ummi sangat puas.
Lelaki tadi benar-benar berpamit, keduanya mengantar sampai ke depan gerbang. Dia hanya berjalan kaki sebab memang rumahnya tak jauh dari sini.
Setelah ummi dan Rayhan kembali, Khadijah baru keluar dari kamarnya.
"Lho? Ummi sudah sejak tadi?" Khadijah menyalami bolak-balik tangan umminya.
"Pas!" kata umminya kemudian mengangguk-angguk seperti menemukan seusuatu yang lama hilang.
Khadijah menatap kepergian umminya dengan bingung. "Ummi kenapa, Mas?"
Rayhan tersenyum jahil. "Selamat ya, sepertinya ummi sudah mantap kali ini." Rayhan juga menggodanya.
Khadijah hanya mematung mengiringi punggung-punggung yang menjauh itu. Tapi, ia tak ambil pusing.
Saat ia berbalik ingin masuk ke kamar, kakinya terhenti di ruang tamu. Ia menatap ruang tamu yang kosong. Ia mencium sesuatu yang tak asing. Ia merasakannya.
"Ahh sepertinya aku benar-benar lelah banget hari ini." Tapi ia mengabaikannya.
.
.
.
.
.Di part ini author berusaha tidak menabur bawang :)
Semoga kalian enjoy ya guys :)Jangan lupa vote dan komennya biar autjor tambah semangat❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅
Romance(TAMAT) ~Part masih lengkap~ Lee Jeno, mencintaimu adalah larangan bagiku, dan aku sudah melanggar larangan itu, patut semesta menghukumku ... Diantara banyak hati yang ia ciptakan kenapa ada namamu diantara butiran tasbihku, dirimu yang tak seiman...