6 - Karena Allah Cemburu

574 80 12
                                    

Semburat pancaran cahaya jingga sudah menampilkan diri dari arah barat. Lee Jeno memeluk erat tiga buah buku tebal yang bukan miliknya, melainkan milik wanita yang berjarak semeter jauhnya bersisian dengannya.

"Tempat tinggalmu dan dormku* (asrama idol) searah, jadi aku akan pulang dan kau juga pulang. Hanya kebetulan waktu pulangnya bersamaan."

Kata - kata yang dibungkus dengan manis itu tak bisa Khadijah tolak, lagi pula ia juga butuh bantuan dengan buku kuliahnya yang setebal dosa itu untuk dibawa, karena tangannya sibuk memeluk kucing putih bersih tak bertuan yang ia temui dibawah pohon rindang tadi.

"Lucu sekali."
"Hm?"
"Kucing itu."

Tidak diketahui tersembunyi dibalik cadarnya pipi Khadijah Amayyah berwarna hampir sama dengan warna bunga mawar merah yang sedang merekah. "Kembalikan bukuku," pintanya kepada Lee Jeno.

"Kenapa? Biar aku saja yang membawa sampai di rumahmu," tegas Jeno.

"Aku naik bus nomor 4419."

"Aku juga!" sahut Jeno dengan cepat dan dengan nada suara yang agak bersemangat.

Khadijah berdiam ditempat, menetralkan jantungnya yang bergetar cepat karena senyum Lee Jeno yang bagai candu bagi siapapun.

"Kalau begitu boleh aku masuk?" tanya Khadijah untuk segera masuk kedalam pintu bus yang terhadang oleh tubuh Jeno.

"Boleh. Karena hatiku sudah setuju untuk mencintaimu."

"Hm?"

"Bukan apa - apa. Silahkan." Melangkah mundur. Lee Jeno memberi ruang untuk gadis itu masuk kedalam bus yang sudah menunggu mereka.

Tiba - tiba saja hawa dan suasana didalam bus angkutan yang berisi ras berkulit putih dan mata sipit berubah. Pandangan mereka langsung beralih kepada sosok Khadijah, dengan tatapan yang Khadijah sudah paham maknanya.

"Masuk dan duduk di kursi belakang. Ucapkan terima kasih padaku nanti," bisik Lee Jeno.

Lee Jeno membuka topi yang sebelumnya terpasang menutupi wajahnya. Tersenyum kemudian pada seluruh penumpang yang rata - rata anak remaja dan gadis kantoran.

"Lee Jeno!!"

Pekik jerit kemudian rusuh akibat senyum idol yang bisa ditebak seberapa besar ketenarannya itu. "Annyeong!" sapanya pada seluruh kamera ponsel yang mengarah padanya.

Saat itu juga, Khadijah tak ingin menyia-nyiakan pengorbanan Lee Jeno yang mungkin memang dilakukan untuknya. Dia segera duduk tenang di kursi kosong belakang. Saat semua mata yang awalnya menatap kepada dirinya itu teralihkan sempurna kepada pria berambut coklat agak kehitam-hitaman itu.

"Terima kasih," ucap Khadijah kepada Lee Jeno yang akhirnya berkesempatan duduk tak jauh darinya.

Senyum yang sudah membuat ribuan orang jatuh cinta kembali Lee Jeno tampilkan khusus untuk Khadijah. "Boleh ku pinjam?" Tunjuk Jeno kepada benda merah maroon di tangan Khadijah.

Dengan tatapan bertanya - tanya Khadijah tetap menyerahkan benda itu kepada Lee Jeno. "Untuk apa?"

Tapa mengindahkan pertanyaan Khadijah, Lee Jeno hanya fokus pada benda kecil ditangannya.

"Ini nomor ponselku. Bisakah kau membantuku?"
"Insyaallah," sahut Khadijah.
"Tekan tombol hijau itu jam 9 malam nanti." Tutup Jeno dengan senyum seperti biasa.

---------

Mengikuti permintaan Lee Jeno. Malam yang sangat dingin akibat bekas jejak hujan siang tadi. Khadijah keluar dari kamar menuju ke ruang tengah sengaja mencari tempat supaya tidak menganggu Husnah yang sudah tertidur lelap karena kesal setengah mati. Hasil dari konser yang membuat dua sahabatnya itu bolos kuliah pada akhirnya mereka kesal karena Jeno tak ada di sana.

Dering pertama panggilan terlewati. Hingga lama bunyi deringan menyapa telinga Khadijah muncullah sebuah suara singkat di sana.

"Yeobeoseyo?"

Tanpa diperintah wajah cantik yang sudah tidak tertutup cadar itu merekahkan keceriaan yang muncul bersamaan dengan suara diujung sana.

"Eh ... Jeno-ssi?" panggilnya ragu.

"Gomawo. Kau bisa menutupnya sekarang jika kau mau."

Sontak alis Khadijah mengernyit heran. Ia bahkan belum mendengar sepatah kata selain kalimat di atas. "Kenapa?"

"Lelahku sudah hilang. Karena suaramu."

Cuaca yang pada awalnya dingin itu tergantikan sudah oleh hawa panas. Beberapa kali Khadijah mengedipkan matanya berusaha menahan sesuatu dari dalam jantungnya agar tidak muncul keluar dan menjadi semakin gila.

"Sudah kututup, ya!" katanya cepat menjaga debaran yang dahsyat agar tak terdengar oleh siapapun.

Matanya berkaca - kaca setelah ia selesai dengan panggilan pada lelaki yang seharusnya tidak membuat jantungnya berdebar itu.

Perasaan bersalah kepada Allah mulai terasa, hingga tak sengaja air mata bening itu jatuh membasahi pipi mulus yang kebetulan sedang tak terhalang oleh cadar.

"Neng?"

Secara cepat Khadijah menghapus air mata itu dengan cepat, kemudian berbalik menoleh kepada asal suara yang sudah diketahui siapa pemiliknya itu.

"Kenapa belum tidur?" tanya Zayla mendekati Khadijah, karena ia sudah tahu pasti ada sesuatu yang salah dilihat dari wajah yang sendu itu. "Ngomong sama, Mba. Ada masalah apa tadi disekolah? Maaf ya, Mba sama Husnah malah ninggalin kamu," kata Zayla dengan perasaan bersalah.

Khadijah tak tahu harus bercerita atau tidak. Yang hatinya katakan saat ini adalah untuk meminta kenyamanan dalam ketakutannya. Ia memeluk erat tubuh Zayla, seolah Zayla adalah Ibunya. Terasa nyaman untuk wadah saat menangis.

"Neng Dijah kan orang hebat, semua pasti berlalu, cobaan apapun itu, Mba yakin Allah berikan supaya Neng Dijah lebih dekat kepada Allah."

Sungguh mujarab obat rasa sakit yang Allah ciptakan khusus untuknya, rasa sakit dan bersalah yang tadinya menggebu itu kandas seketika, tak menyisakan apapun kecuali keyakinan yang semakin besar bahwa semua ini hanya ujian yang Allah beri untuknya dan sudah Allah siapkan jalan keluarnya.

Jalan keluar untuk ia bisa mengubah rasa cintanya kepada Lee Jeno. Ia tidak boleh mencintai Lee Jeno. Itu yang sudah harus tertulis di takdirnya.

----------

Haii readers!!
Gimana ceritanya? Kalo kalian suka, jangan lupa follow, like, komen yaa❤️
Jadilah pembaca yang ber-attitude yang tau cara mengapresiasi sebuah karya ❤️

Bye byee~~
Salam manis,
Erluthh

Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang