2 - Sahabat Sampai Ke Jannah

984 102 8
                                    

Malam di kota Seoul, tepatnya di distrik gangnam atau yang secara biasa disebut gangnam-gu oleh mereka penghuni kota ini.

Khadijah dengan gamis hijau muda menjuntai dan cadar yang selalu melindunginya, berjalan di bawah lampu jalan yang sudah hampir dekat dengan perumahan yang akan mereka bertiga tinggali selama enam bulan kedepannya.

"Iya, Mba, Neng Dijah sudah dekat."
Ponsel maroon yang menempel di telinganya dan dengan setia mendengarkan suara yang muncul dari benda kecil itu. "Sudah Dijah beli semuanya, dan ada beberapa saja yang kurang," sambungnya lagi.

"Baiklah, Assalamualaikum."

Panggilan berakhir. Khadijah dengan seorang diri di negeri yang masih asing ini berjalan dibawah langit malam tanpa bintang. Hatinya sedih karena pada malam hari ia tak melihat bintang, entah karena memang cuaca yang kurang mendukung saat ini.

Ia hembuskan nafas pelan, diikuti beristigfar tak henti di dalam hati. Menyejukan jiwanya yang sedih.

Sekelabat bayangan lelaki di taman siang tadi masih terpikirkan oleh Khadijah, secara tak sengaja matanya membentuk bukan sabit yang menandakam bahwa ia sedang tersenyum tanpa diketahui oleh pikirannya.

"Astagfirullah!" katanya cepat setelah datang kesadarannya. Ia tahu ia tak boleh seperti ini, sungguh Allah membenci zina. Dan sekarang ia sedang melakukannya. Bahagia dengan mengenang wajah yang bukan mahromnya.

Dengan cepat ia mengahancurkan pikirannya yang diganggu syetan itu. Ia berjalan dengan sangat cepat, takut kalau-kalau ia tak bisa mengontrol pikirannya untuk berhenti berzina.

Sampailah ia di depan gerbang kecil dengan sedikit pohon disamping kanan dan kirinya. Ia melangkahkan kaki kanan kemudian masuk ke dalam pintu yang berjarak dua langkah dari gerbang kecil.

"Assalamualaikum."
Ia melangkahkan kaki kanannya setelah berdoa untuk masuk kedalam rumah dan mengucap salam.

"Walaikumsalam," sahut keduanya secara serentak.

"Kenapa lama banget, Dijah?" tanya Husnah yang sudah memakai piyama biru bersiap untuk pergi tidur.

"Gatau juga," katanya santai menampilkan senyum lucunya yang menjadi alasan kedua sahabat yang lebih tua darinya itu tak bisa marah kepadanya.

"Mba pikir kamu diculik Oppa," kata Zayla bercanda.

"Ii La, kalo diculik Oppa jangan Dijah kesian, biar aku aja," kata Husnah menimpali candaan itu.

Ketiganya tertawa renyah pada candaan yang tidak begitu lucu.

"Oh ya, Mba, tadi aku dapat telpon dari dosen universitasnya, katanya besok kita langsung bisa kesana," kata Dijah menyampaikan pesan.

Progam lanjutan kuliah bahasa. Selama enam bulan mereka akan melakukan kuliah tambahan sebelum wisuda dan mendapat gelar sarjana. Sengaja mereka pilih negeri ginseng ini karena sudah jelas alasannya bagi Zayla dan Husnah, dan untuk Khadijah ia tak berpikir ada tujuan, namun seperti takdir yang memerintahnya untuk ke negeri ini.

"Baiklah. Neng pergi ke kamar dan tidur, dan kau Husnah bantu aku mencuci piring," kata Zayla dengan aura pemimpinnya membagi pekerjaan dengan adil.

"Dimana aku letakan ini, mba?" tanya Khadijah menunjukan kantong belanjanya kepada Zayla.

"Di lemariku," sahut Zayla.

Khadijah berjalan ke kamar tempat Zayla. Ruangan yang sudah tertata rapih menunjukan kepribadian Zayla yang bersih.

"Assalamualaikum." Tak lupa Khadijah mengucap salam serta mengetuk pintu ketika hendak masuk ke ruangan orang lain, itulah adab yang diajarkan oleh rosul, sang kekasih hatinya.

Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang