9 - Sebuah Alasan

542 78 21
                                    

"Jika memang aku sudah jatuh, maka aku harus bangun bagaimanapun caranya"

-------------------------
Jam dinding yang tergantung di tembok terus memutar jarum. Matahari juga sudah bersinar di seperempat bumi, namun Khadijah masih meringkuk di balik selimut tebal.

Khadijah kembali mengistirahatkan diri setelah sholat subuh tadi. Badannya panas, matanya selalu ingin mengatup dan ototnya tidak mau diperintah untuk bergerak.

Alhasil ia jatuh sakit karena kebodohannya sendiri. Tadi malam, saat hujan turun dengan derasnya, Khadijah berlari dengan payung di tangannya, menuju Lee Jeno yang ia ingat tak membawa payung.

Kemudian setelahnya ia ditampar oleh kenyataan siapa dirinya dan siapa Lee Jeno. Ia melihat. Lee Jeno dipayungi oleh dua wanita sekaligus kemudian masuk ke dalam mobil yang memang datang menjemputnya.

Khadijah menyadari kemudian bahwa yang harus dikhawatirkan adalah dirinya sendiri bukan Lee Jeno, yang dicintai oleh seluruh dunia.

"Assalamualaikum, ada apa, Mbak?" tanyanya dengan lemah kepada suara dari ponsel yang menempel di telinganya.

"Mba buat bubur di kulkas, makanlah. Maaf kita ninggalin Neng gak pamit, soalnya Neng nyenyak banget tadi," ujar Zayla.

Zayla memasukkan ponsel di sakunya kemudian menyusul Husnah yang sudah lebih dulu masuk ke kantin.

"Annyeong!"

Suara ramah menyapa kedua gadis asal Indonesia yang sudah duduk rapih menunggu pesanan mereka. Kedua gadis itu segera merapikan rambut mereka untuk menyambut sosok yang menjadi idola mereka sejak dulu.

Sudah terlihat bahwa Lee Jeno mencari seseorang yang ia rasa kurang. "Khadijah?" tanyanya secara to the point.

"Dia sakit, karena kemarin pulang dengan basah kuyup," sahut Husnah.

Lee Jeno mengernyit heran. "Rasanya aku sudah memberikan dia payung," gumam Lee Jeno pada diri sendiri.

"Kenapa?" tanya Husnah dan Zayla yang tak mendengar jelas gumaman Jeno tadi.

"Bukan apa - apa," sahut Lee Jeno. "Ya sudah, aku pergi ya? Semua orang menatap kalian gara-gara aku, maaf."

Sosok itu berbalik cepat segera menembus gerombolan beberapa orang yang mencintai dirinya.

"Lee Jeno Fighting!!"

Lee Jeno membalasnya dengan senyum manis seperti biasa.

Dibawah pohon rindang terlihat Lee Jeno sedang sibuk menunggu sesuatu di ponselnya. Tanpa berkedip ia terus memandangi layar ponselnya sambil menggigiti kukunya.

"Ayolah ... " rintihnya memohon.

Disisi lain Khadijah yang masih meringkuk dibalik selimut terbangun karena sebuah notifikasi muncul di ponselnya.

"Annyeong, Khadijah. Aku marah padamu,"

Khadijah mengernyitkan kening membaca pesan singkat yang dikirim Lee Jeno.

"Maaf, apa aku melakukan kesalahan?"

"Ya!"

"Maaf, apa yang aku lakukan hingga membuatmu marah?"

"Kenapa kau sakit?"

Khadijah kembali teringat akan kejadian semalam. Seberkas rasa kesal menyapa ulu hatinya. "Astagfirullah..." gumamnya. Mengingatkan hatinya bahwa tak seharusnya ia lakukan ini.

"Sudah kehendak tuhanku."

Lama Khadijah menunggu namun balasan tak kunjung datang. Ia kembali menyadarkan dirinya untuk tidak berharap pada seorang hamba.

"Ya allah, ampuni aku."

Kembali ia tarik selimutnya untuk menutupi separuh wajahnya tanpa cadar. Seperti sebuah kebiasaan ia selalu merasa malu tidak mengenakan cadar bahkan ketika ia sendirian.

Selang beberapa waktu, ponselnya berdering mengejutkan ia yang baru saja berhasil menutup mata.

"Astagfirullah, harus kuangkat atau tidak ya?" katanya bimbang. Tentu saja hal ini adalah salah untuk dilakukan seorang Khadijah.

Nama Lee Jeno terpampang nyata di layar ponselnya, membuat ia menatap layar ponsel beberapa lama. Hati dan pikirannya sedang memikirkan jalan keluar dari situasi ini.

"Bismillah, aku angkat bukan untuk memenuhi nafsu syahwat, tapi untuk menjaga perasaan hamba allah."

Ia menggeser kemudian tombol hijau hingga terdengar suara Lee Jeno diseberang sana.

"Gwaenchanna?" (Kau tidak papa?)

"Mwogayo?" (Apanya?)

"Aku sudah memberimu payung, kenapa kau tidak gunakan?"

Tidak mungkin sekali Khadijah katakan alasannya, namun tidak mungkin juga bagi seorang Khadijah mampu berbohong.

"Boleh kupinjam catatan kuliah hari ini?"

Dengan sengaja ia alihkan pembicaraan itu, berharap Lee Jeno tak menyadari situasi sebenarnya.

"Sesuatu yang tidak bisa kau katakan padaku?"

"Maksudmu?"

"Alasanmu. Aku tidak memaksa, aku hanya ingin tahu dan tak masalah jika kau tidak memberi tahu. Baiklah, catatannya akan kutitipkan pada temanmu."

Khadijah masih memandang layar ponsel setelah panggilan itu berakhir. Perasaan apa ini?

----------------------------

"Assalamualaikum."

Dengan cepat Khadijah beranjak dari tempatnya, masih mengenakan mukena ia membuka pintu untuk kedua sahabatnya.

"Waalaikumsalam," sahutnya setelah pintu terbuka.

"Neng!!"

Khadijah merasa bingung dengan kelakuan kedua sahabatnya. Juga merasa sesak karena pelukan keduanya yang secara tiba-tiba.

"Ada apa, Mba?" tanya Khadijah bingung.

Mata berbinar Husnah sudah menjawab pertanyaannya. Ia kagum akan dirinya yang mampu membaca setiap gerik sahabatnya mengingat betapa lama persahabatan mereka terjalin.

"Lee Jeno?" tebak Khadijah.

Husnah dan Zayla mengangguk dengan cepat dan antusias.

"Neng, sering-sering aja pinjem buku catatan Lee Jeno, biar kita berdua dicari terus," kata Zayla girang.

Khadijah baru sadar bahwa ia melakukan hal itu secara tidak sengaja saat panggilan telepon tadi.

"Astagfirullah," batinnya.

"Kamu emang paling tau cara membantu sahabat bucin ini, Dijah," kata Husnah masih kegirangan.

Sedang Khadijah ia hanya menampilkan sepasang mata bulan sabit yang ia paksa untuk muncul demi sahabatnya itu.

"Oh ya, Neng. Sudah baik-baik saja?" tanya Zayla, melihat keseluruh tubuh Khadijah yang tertutup mukena putih serta cadar putih yang tak lepas sampai ia tidur.

"Emm, sekarang baik-baik saja," sahutnya.

"Tidurlah, besok kau harus kuliah, kan?"

Zayla mempersilahkan Khadijah untuk kembali beristirahat dan menyuruh Husnah untuk tidur dengannya untuk hari ini.

Karena Husnah lebih cocok dipanggil kerbau saat ia sudah tidur. Bisa-bisa kepalanya yang berada di kaki dan kakinya yang menggunakan bantal.

.
.
.
.
.
.

Assalamualaikum Chinguya~~
Terima kasih sudah membaca cerita ini, aku seneng banget karena kebaikan kalian mau baca cerita absurd yang masih penuh kesalahan.

Jangan lupa tonton videonya juga ya~~

Jangan sungkan untuk memberi kritik jika ada yang harus diperbaiki, Kak Er akan terima dengan lapang hati ❤️🥰

Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang