Semua hal sangat aneh.
"Mba?" Khadijah masih mengekori langkah Zayla. Sejak tadi Zayla mengabaikna Khadijah.
Setidaknya Khadijah harus tahu apa salahnya agar dia bisa memperbaiki kesalahannya. Jika semua orang mengabaikannya seperti ini hatinya sakit.
Khadijah hampir menangis, melihat Zayla yang dengan senang hati digandeng oleh wanita bermata sipit. Sedang Khadijah diabaikan seorang diri.
"Mungkin aku melakukan kesalahan yang tidak aku sadari," gemingnya pelan, memutar arah untuk tidak mengekori Zayla lagi.
Seorang diri Khadijah duduk di kursi di bawah pohon. Dengan kedua telinga yang tersumbat earphone lantunan surah favoritnya yakni surah Al-Rahman, yang menceritakan nikmat Allah sungguh indah.
Air matanya jatuh, hatinya memang tidak baik-baik saja sekarang. Dengan cepat ia menghapus air matanya.
Saat itu juga ponselnya berdering. Ia melepas earphone. Nomor tak dikenal menelponnya.
"Ha-halo?" katanya dengan ragu dan berhati-hati.
"Ahh ... Annyeong haseyo!" ucapnya kemudian setelah suara dari ponsel merah maroon itu memperkenalkan dirinya.
"Denganku? Baiklah," ucapnya lalu menutup telpon.
Setelahnya ia kembali merenung. Tak banyak yang ingin ia lakukan seorang diri.
"Itu dia!!"
Khadijah otomatis menengok kepada asal suara yang cukup keras, meski itu bukan urusannya tapi sifat manusiawi membuatnya otomatis menoleh.
Namun, nampaknya lima orang itu datang kepadanya.
"Annyeong hase--Arghhh!!!"
Rasa ngilu langsung menjalar ke seluruh tubuh Khadijah, tangan kirinya dipelintir oleh seorang dari kelimanya.
Ya Allah ... apa lagi ini?
"Bawa dia!!"
***
Hingga kuliah hari ini berakhir, Khadijah dan Zayla tidak saling menyapa sama sekali. Khadijah hanya bisa melihat Zayla dari kejauhan. Mungkin Zayla sengaja tidak segera meninggalkan kelas berharap Khadijah pergi lebih dulu.Tapi, nyatanya Khadijah tidak pergi juga dan menunggu Zayla.
Akhirnya Zayla mulai berkemas untuk pergi, saat itu juga Khadijah mendatangi bangkunya.
"Mba, Neng ada ..."
Zayla berlalu. Tanpa mempedulikan Khadijah. Lagi-lagi Khadijah ditinggalkan, rasa sakit itu lebih parah dari sebelumnya.
Air mata yang sudah tertampung siap untuk jatuh, segera ia hapus saat ponselnya kembali berdering.
"Halo? Ahh maaf, aku kesana sekarang," ucapnya lalu berderap pelan keluar dari kelas.
Kedai kopi dengan hiasan dinding cokelat, menambah kesan elegan pada dindingnya. Dan seorang yang dikenal Khadijah dalam sekali bertemu duduk di sudut. Kedai ini tak ramai orang, hanya ada satu dua saja.
"Annyeong haseyo..." sapa Khadijah lalu duduk berseberangan dengan sosok didepannya. "Manajer-nim, apa kabar?"
Manajer yang ditemui Khadijah pertama kali saat menjadi wali dari Husnah di rumah sakit itu menatap Khadijah dengan aneh.
"Ahh ini, ulah beberapa teman saat kami bercanda." Mungkin manajer itu menatap mengapa pakaian merah muda Khadijah terlihat kotor, sedang Khadijah terlihat bukan seperti orang yang tidak peduli kebersihan.
Manajer melewati itu. Ia tidak peduli. Tapi pikirannya masih tetap berteguh.
"Berat, bukan?" kata manajer. "Itulah yang akan kalian dapatkan," ucapnya lagi.
Jujur Khadijah tidak paham sama sekali dengan kalimat yang seperti essay ini.
"Tidak hanya Lee Jeno, tapi kau juga akan merasakan akibat dari kebodohan laki-laki itu."
Penjelasan itu tidak cukup untuk menjawab segala pertanyaan Khadijah seharian ini. Khadijah ingin lebih.
"Maksud manajer? Lee Jeno? Dan aku? Ada apa dengan kami?" ucapnya tak paham
Sudut bibir atas menajer naik. "Kau polos atau memang bodoh?"
Mengapa hal itu terasa seperti hinaan?
"Aku tidak paham dengan semuanya, tolong jelaskan mengapa semua orang melakukan hal buruk kepadaku? Bahkan tubuhku masih sakit seluruhnya, sebab lima orang--"
"Ahh maaf, aku melantur lagi." Khadijah menunduk, air matanya jatuh. Sakit di tubuhnya masih terasa akibat ulah lima orang yang menghajarnya tanpa menjelaskan apa salah dirinya.
Manajer paham. Sudah pasti hal itu Khadijah dapat. Awalnya rasa kesal yang menyelubungi hati manajer, tapi setelah melihat wanita dengan penuh cahaya ini hatinya meluluh.
"Sudah baca berita hari ini?" tanya manajer dengan lembut.
Isak tangisnya Khadijah hentikan. "Aku membaca semua orang menyebut Lee Jeno dengan seorang wanita--"
"Tau siapa wanita itu?" potong manajer.
"Aku sungguh tidak--"
Kalimat Khadijah terpotong lagi dan lagi. Kali ini sebab ponsel yang ditujukan ke wajahnya.
"Wanita itu ..." Tangan Khadijah gemetar melihat gambar di ponsel manajer. "Aku?"
Sebuah artikel yang entah siapa pembuatnya. Sudah jelas sekali itu Khadijah. Tidak ada orang lain yang bercadar dan memakai almamater universitas Indonesia jika bukan Khadijah.
"Apa ini? Lee Jeno yang--"
"Bukan dia. Kami juga masih mencari tahu siapa yang memotret kalian dan mempublisnya."
Dunia Khadijah runtuh. Ia mendapat jawaban dari semua pertanyaannya. Pantaslah semua orang melakukan ini padanya, tapi apakah ini salahnya? Jika iya, mengapa ini menjadi salahnya?
Dunia tidak kejam, tapi penghuninya sedikit kejam.
Jika mereka bisa merasakan cinta, apa orang lain tidak boleh?
Jika cinta datangnya dari hati, bisakah hati dibohongi? Bagaimana? Tolong ajarkan semua itu kepada Khadijah.
.
.
.
.Haiii~~
Lama tak jumpa, semoga kalian sehat ya~~
Ini cerita udah masuk ke konflik aku gatau apa ke kalian nyampe feelnya apa enggak, tapi aku sendiri nulisnya beneran wahh gatau lagi gemeter sendirian 😭😭Oke baiklah, silahkan tulis pendapat kalian di kolom komentar ya yeoreobeun yang Kak Er sayangi banyak-banyak ❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅
Romance(TAMAT) ~Part masih lengkap~ Lee Jeno, mencintaimu adalah larangan bagiku, dan aku sudah melanggar larangan itu, patut semesta menghukumku ... Diantara banyak hati yang ia ciptakan kenapa ada namamu diantara butiran tasbihku, dirimu yang tak seiman...