24 - Semua Harus Kembali

320 52 18
                                    

Duarrr!!!

Pistol?

Mereka semua sungguh terkejut. Tidak terkecuali Khadijah yang langsung membuka mata.

"Siall!! Siapa yang melapor?!!"

Mereka semua bergegas hendak pergi. Melupakan rencana mereka.

Namun, sayang sekali. Sebelum mereka berhasil pergi, pintu hotel sudah berhasil dibuka dengan kasar oleh seseorang.

"Dijah!!!!" Pekik tangis dan pelukan langsung Khadijah dapatkan saat pintu itu terbuka.

Husnah dan Zayla datang. Khadijah menangis sejadi-jadinya. Ia sungguh takut. Ia tidak berbohong, ia sungguh takut.

Deru tangis masih memekak. Disela-sela itu ...

Buggggg!!

Buggggg!!!

Buggggg!!

"Astagfirullahhh!!"

Pukulan tiga kali berturut-turut membuat ketiga lelaki itu tersungkur di lantai. Sedang kelima perempuan berdiri ngeri setelah tau kali ini giliran mereka.

"J-Jeno-ya ... bukan begitu--"

Bugggg!!!

"Aacckkkk!!" Kelimanya menjerit saat Jeno memukul dinding.

"Jeno-yaa, kami--"

Buggggg!!

Lagi, lagi dan lagi. Lima kali banyaknya tangan itu mendarat dengan kekuatan penuh di tembok.

Hingga bercak darahnya tergambar di dinding putih itu. Raut wajah dengan sorot mata yang tajam membuat kelimanya menangis ketakutan.

Polisi datang. Lee Jeno segera mengenakan masker yang tadinya ia tarik ke dagu.

"Kalian tidak papa?" tanya salah satu dari polisi dan langsung memintai Khadijah keterangan.

Lee Jeno menggunakan kesempatan itu untuk pergi diam-diam, sorot mata Khadijah mengikuti arah punggung lelaki yang sudah hilang dibalik pintu.

Ya allah, jika dia orang yang engkau pilih, maka beri dia kesempatan untuk mengenal-Mu ...

***
Disinilah Khadijah berakhir. Di ranjang rumah sakit. Matanya sembab sekali, sepertinya banyak menangis, tangan dan kakinya banyak goresan yang menggambarkan betapa berjuangnya dia seorang diri.

Zayla dan Husnah menekan kepala kuat-kuat, menahan tangis mereka agar tak pecah dan tidak mengganggu Khadijah yang tertidur pulas.

Namun, mereka tidak sanggup. Melihat tubuh Khadijah yang tiba-tiba terlihat kurus dibalik baju rumah sakit membuat hati mereka tak tahan.

"Selama ini kamu pakai baju lebar, ternyata kita tertipu, Neng, kamu kurus juga rupanya." Zayla mengelus lembut tangan Khadijah. Air mata penyesalan mengalir deras.

Begitu juga Husnah yang berdiri tegak di samping kiri Khadijah. Melihat wajah tanpa cadar itu terbaring lemah dan pucat, ia tidak terbiasa.

"Jangan nangis," ucap Zayla kepada Husnah, sedang ia sendiri tidak menepati kalimat itu.

"Kamu juga!" balas Husnah.

Disaat itu ponsel Zayla berdering.

"Angkat saja, aku yang nemenin Dijah," tawar Husnah dan Zayla pun keluar dari kamar.

Zayla menerima panggilan itu segera. "Jeno-ya, terima kasih sudah menghubungiku tadi jika bukan karenamu mungkin Khadijah sudah ...," ucap Zayla tak sanggup melanjutkan kalimat akhir. Ia mencoba menguatkan suaranya agar tidak bergetar.

Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang