17 - Seperti Berita Duka

353 60 6
                                    

Saat aku lewat di masjid besar Seoul, aku dengar mereka melagukan sesuatu yang indah dengan bahasa lain, suara mereka sangat hangat. Kala itu aku penasaran mereka berlatih di agensi mana? Kenapa mereka tidak pernah ada di media, dan kenapa mereka tidak terkenal?

Tapi saat aku bertanya, seorang menjawab, "Ini bukan lagu, ini mukjizat terindah kekasih kami, Muhammad."

Sejak itu aku mencari tahu, siapa dia, seberapa hebatnya dia.

Saat itu juga aku tahu, bahwa beliau, kekasih mereka itu sangat hebat. Aku bangga sebagai manusia, aku berharap seseorang mengenalkan aku kepada sosok hebat, Muhammad.

***
Tak hanya berakhir di agensi. Pernyataan Lee Jeno yang mengejutkan menjadi sorotan massal. Pasalnya lelaki yang sedang naik daun itu pagi ini membuat pernyataan yang menggemparkan dunia seisinya.

Sekarang, semua orang sedang kebingungan mencari sosok wanita yang dibicarakan Lee Jeno pada sebuah acara radio pagi ini.

Wanita bermata indah. Tidak ada ciri lain yang disebutkannya.

Siluet tegap datang menghampiri Lee Jeno yang tengah duduk tegang di sofa mahal.

"Annyeong ha--"

Plakk!!

"Aku tidak--"

Plakkk!!

"Maaf--"

Plakkk!!

Genap sudah tiga kali banyaknya pipi kiri itu didaratkan tamparan dari tangan besar. Meski begitu, Lee Jeno tetap diam di tempatnya, tidak berniat bergeming apalagi membalas.

Ke-enam temannya yang mengekor dari balik lelaki bertubuh tegap ini juga hanya menunduk bisu. Tak bisa melakukan apapun pada sudut bibir Lee Jeno yang berdarah.

Rahang Lee Jeno mengeras. "Bertahanlah, Jeno."

"Segampang itu kau mengucap kata cinta?!!!"

Memang faktanya, seorang Lee Jeno dilarang untuk jatuh cinta.

"Jika kau mau jatuh cinta dengan bebas, maka pergi!!"

"Hyung!" Tangan salah satu dari enam orang itu menyentuh dan menyadarkan sang manajer dari amarah yang berlebih. "Jangan berlebihan, Hyung!"

Amarah lelaki bertubuh tegap ini meluap. Hanya bisa menjambak rambutnya sendiri kemudian pergi.

"Jangan sakiti dia!"

Ucapan Jeno membuat langkah manajernya tertahan lagi. Tak berniat untuk meng-iya-kan, manajer kembali melangkahkan kakinya.

"Aku tidak akan diam jika dia menangis barang sedikit, Hyung!!!"

***
Ponsel Khadijah berdering, bukan hal asing lagibsaat nomor ini menghubungi Khadijah.

Memang beberapa waktu ini, Jeno dan Khadijah sering menghabiskan obrolan bersama. Memang tentang sebuah proyek tapi hal itu juga membuat hubungan mereka semakin dekat satu sama lain.

"Jeno-ssi, apa yang terjadi?"

Sudah Jeno tebak bahwa Khadijah akan bertanya hal ini.

"Maaf."

"Maaf untuk apa? Aku dengar kau mendapat masalah, aku sudah baca beritanya, tadi pagi--"

"Maaf."

"Jeno-ssi? Kenapa kau meminta maaf pada--"

"Maaf."

Khadijah tidak mengerti kenapa Jeno harus mengucap maaf.

"Tiga kali kan?"

"Apa?" tanya Khadijah.

"Sunah? Tentang angka yang disukai rasulmu, itu tiga kali, kan?"

Khadijah memutar ingatan, ia ingat pernah mengatakan bahwa sunah rasul itu tiga kali. Jadi itu sebabnya Lee Jeno meminta maaf sebanyak tiga kali? Tapi mengapa ia minta maaf?

"Baiklah, apapun itu aku rasa aku memaafkanmu. Tapi jika boleh tahu--"

"Kau boleh menghubungiku lagi saat kau merasa aku harus minta maaf lagi padamu, Dijah."

"Sekarang lelahku sudah hilang, aku harus berlatih lagi, byee!"

Kau bohong Jeno! Kau terdengar lelah! Kenapa kau berbohong?

Khadijah tak bisa memikirkan ini sendirian. Jika menyangkut Lee Jeno ia tahu orang yang tepat untuk ia tanyai. Hatinya sungguh tidak tenang.

"Husnah, kebetulan sekali." Khadijah meraih tangan Husnah yang baru masuk ke kamar.

"Husnah kau sudah baca berita tentang Lee--"

Mengejutkan. Husnah melepaskan tangan Khadijah dari tangannya. "Aku lelah, mau beristirahat hari ini."

"Kau tidak kuliah? Kau sakit?" tanya Khadijah khawatir.

Namun, sekali lagi tangan Khadijah dihempaskan. Khadijah bingung dengan tatapan mata Husnah yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

"Husnah, ada apa?" tanya Khadijah. Perasaannya buruk. Entah sebab apa tapi rasanya seolah hal buruk sedang mengincarnya.

"Husnah jika kamu bilang salah aku apa aku bisa memperbaiki, Nah."

Alih-alih mendapat jawaban, Khadijah ditinggalkan tidur oleh Husnah. Husnah sudah menutup rapat dirinya dengan selimut.

Saat ini, Khadijah rasanya menjadi orang yang paling bodoh yang paham dengan apa yang sedang terjadi.

"Husnah jika kau sedang badmood karena Jeno mengatakan wanita--"

"Diam!!!"

Bibir Khadijah langsung terkatup. Tak bergerak seinci pun.

"Nah, istigfar, Nah. Kamu kenapa?"

Air mata Husnah sudah mengucur hebat tanpa Khadijah tahu sebabnya apa.

"Aku akan coba tanya ke Jeno siapa wanita yang--"

"Kenapa harus kamu?!!!"

Lagi-lagi bibir Khadijah tak bisa bergerak. "Ba-baiklah, kau bisa bertanya sendiri pada Jeno tentang wani--"

"Dari banyak wanita kenapa harus kamu?!!!!"

Bibir Khadijah bergetar hebat dari balik cadarnya. Kenapa semua orang membuatnya tampak bodoh? Ia tidak tahu apa yang terjadi maka dari itu ia ingin bertanya dan mendapat penjelasan, tapi kenapa semua orang ...

"Maaf," ucap Khadijah.

Dari banyaknya kalimat yang muncul dipikirannya, hanya satu kata itu yang bisa ia ucapkan.

"Maaf," ucapnya lagi.

"Maaf," ucapnya terakhir lalu meraih tasnya dan keluar dari kamar.

Bahkan ia tak berani mengucap salam, takut bila Husnah yang sedang marah tak mau menjawab salamnya dan mendapat dosa, mana tega Khadijah.

"Assalamualaikum," ucapnya pelan sekali di depan gerbang sebelum benar-benar pergi.

.
.
.
.
.
.

Gimana-gimana? Aku gak baca aku pake earphone :')

Jangan lupa kritik sarannya ya guys :)
Saranghae kalian banyak-banyak ❤️

Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang