Epilog

724 70 17
                                    

Mentari pagi bersinar terang. Gadis bercadar hijau muda tengah menyibukkan diri di dapur, menyiapkan empat piring nasi goreng dengan dua piring setengah porsi.

"Hasan! Hussein!!"

Dua bocah lelaki berumur kiranya 4 tahun yang tak asing langsung berderap saat nama mereka dipanggil.

"Iya, Mi!!"

Lalu dibelakang mereka juga menyusul sosok lelaki tampan yang tegap dengan perawakan tegas.

"Abi juga sudah selesai menjemur pakaiannya, mari makan bersama."

Kecupan pagi di dahi sang istri yang sibuk mengatur piring tak lupa Lee Jeno berikan.

"Makanlah!" ucap Khadijah lembut.

"Umi! Hasan mau acarnya!" ucap salah satu dari dua anak yang berwajah sama tak beda.

Mereka kembar. Muhammad Zayd Al-Hasan dan Muhammad Sayid Al-Husein.

"Hasan, bagaimana cara meminta  yang baik kepada Umi?" tegur Jeno kepada anak sulungnya.

Hasan pun cengengesan lalu mengangkat tangan dengan pose meminta. "Umi Hasan mau acar, tolong beri Hasan acar," mohonnya dengan lucu.

"Good job!" puja Lee Jeno pada sikap anaknya. Setiap kali anaknya melakukan hal baik, selalu ada pujian yang muncul dari bibirnya, begitu pun sebaliknya jika ada hal yang tidak benar dilakukan maka selalu ada teguran dari Lee Jeno.

Lee Jeno mendidik anak-anaknya dengan sangat baik sekali.

"Husein juga mau acar. Umi tolong beri Husein acar juga," minta Husein sang adik.

"Baiklah, ini untuk dua putra sholeh Umi. Ini untuk Hasan dan ini untuk Husein," ucap Khadijah sembari menyajikan masing-masing satu mangkuk kecil di depan piring anak kembarnya.

"Setelah ini Hasan dan Husein harus mandi, harus tampan karena Kakak Aisyah mau datang, ya?"

Keduanya bersuka ria setelah mendengar kabar itu. Dua anak itu makan dengan lahap, mereka mungkin berpikir waktu akan berjalan dengan lebih cepat jika mereka melakukan semuanya dengan cepat. Mereka tak sabar bertemu Aisyah.

Pintu rumah terbuka lebar. Hasan dan Husein duduk di depan pintu, menampu janggut mereka sambil berbincang ria menunggu seorang yang sudah lama mereka harapkan datang.

"Oh?!! Hasan! Liat itu!!" Tiba-tiba Husein menunjuk kearah gerbang yang sejak tadi sudah dibuka oleh Abi mereka atas permintaan mereka. 

"Paman!!!!" Mereka berdua berteriak bersamaan lalu berlari kearah gerbang. Mereka sangat senang.

Laki-laki bertubuh kekar dan sehat siap menerima tubuh kecil mereka. Dalam sekejap Husein melompat dan berhasil ditangkap oleh seorang, begitu juga Hasan. Kini mereka sudah ada di gendongan seorang yang datang ini.

"Ahhh sejak kapan kalian jadi seberat ini, hm? Siapa Hasan dan siapa Husein?" tanya seorang dengan nada bariton.

"Hasan!" Hasan mengangkat tangannya.

"Husein!!" Husein juga mengangkat tangan bangga.

"Oke baiklah, mari masuk!" Laki-laki ini berlari untuk menggoda kedua anak ini, hingga akhirnya dua anak ini tertawa terbahak hingga sampai di depan pintu.

"Hasan? Husein? Abu dan Umma yang datang?" Khadijah yang mendengar suara tawa anaknya langsung keluar, diikuti dengan Jeno di belakangnya.

"Umi yang datang paman bukan Abu!" pekik Hasan berlari kearah Uminya.

"Ohh? Jaemin-ah!!"

Bukan lagi hanya Hasan dan Husein yang senang, tapi Lee Jeno juga.

Seorang yang mereka panggil paman adalah seorang yang dirindukan oleh Lee Jeno. Memang belum lama ini teman-temannya datang, tapi rasanya sudah lama sekali tidak bertemu. Lee Jeno langsung memeluk sahabatnya itu.

Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang