29 - Alasan Berujung Kemalangan

301 59 18
                                    

Khadijah dan Rayhan hari ini pulang awal sebab jumat. Keduanya sudah masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum," ucap mereka bersamaan.

"Walaikumsalam, ahh selalu tidak tepat waktunya." Ummi nampaknya menyayangkan sesuatu.

"Tidak tepat apa, Mi?" tanya Rayhan.

"Tetangga kita baru aja pulang, padahal Ummi sudah nyuruh nunggu sebentar lagi."

"Astagfirullah, Ummi kan ini hari jumat, dia mau siap-siap ke mesjid lah, Mi." Rayhan terlihat dongkol.

"Astagfirullah, iya bener. Ummi lupa." Ummi menepuk jidatnya.

"Ummi, ini gak seperti yang Neng pikirin, kan?" Khadijah nampaknya sadar. Apa yang sedang terjadi disini tidaklah lain jika bukan menyangkut dirinya yang tak juga menemukan laki-laki untuk menyempurnakan ibadah.

"Ummi hanya mencoba ikhtiar, Neng."

Ya allah, ampuni Dijah ...

"Ummi, Neng itu masih belum mau--"

"26 tahun lho, Neng," potong Rayhan. "Masih belum juga? Harus nunggu berapa tahun lagi dong?"

Rayhan sama menyebalkannya dengan ummi.

"Neng lelah, mau istirahat sebentar."

Daripada beradu mulut, Khadijah lebih memilih untuk masuk ke kamarnya.

Ummi dan Rayhan tidak bisa terlalu menekannya juga, jadi mereka berharap berkat doa, Khadijah bisa luluh perlahan. Meski mereka tak tahu apa sebabnya wanita itu bersikeras tidak siap menikah.

"Han, sepertinya surat dari Husnah tu, Ummi taruh di kasur kamu." Ummi pun kembali ke dapur.

"Surat?" Rayhan menyipitkan mata. "Kita berjanji gak ada berkomunikasi sampai hari H, tapi jika ada penting dia gak harus kirim surat juga, sih. Kan bisa kirim pesan."

Daripada berlama-lama, Rayhan memilih untuk melihat langsung saja.

Ia membolak-balikkan surat itu. Tidak ada nama pengirim, dan tidak ada nama penerima.

"Apa ini?" Alisnya semakin menyipit saat membuka isi surat itu. Tulisan yang tidak terbaca sama sekali.

"Si Husnah niat ngirim surat atau kode negara, sih!" katanya geli. Ia bawalah surat itu kepada adiknya.

"Neng?" Ia mengetuk beberapa kali dan akhirnya pintu terbuka. "Neng bisa bacain ini? Husnah kirim surat tapi pake bahasa alien," kata Rayhan.

Rayhan menyodorkan surat itu, dan betapa terkejutnya Khadijah. Matanya langsung membola, ia rebut dengan kasar surat itu dari tangan Rayhan dan berlari keluar.

"Neng?!!"

Air matanya tumpah. Ia bahkan lupa menggunakan cadarnya, alhasil ia tarik sisi bawah kerudungnya untuk menutupi sebagian wajahnya.

Jeno ... Kau datang?

Seperti orang gila, Khadijah menelusuri jalanan di depan rumahnya, tak ada yang ia harapkan, hanya saja ia yakin bahwa surat ini bukan semata-mata datang sendirian.

Aku akan datang kepadamu, sebelum amplop biru datang kepadamu.

Amplop biru sudah ditangannya, tapi kenapa Lee Jeno tak ada disini?

"Neng??!" Rayhan datang mengejar Khadijah. Ia memberikan cadar kepada adiknya untuk dipakai. Ia juga terkejut, sama seperti Khadijah.

Alasan mengapa adiknya tak siap menikah, nampaknya Rayhan sudah tahu.

"Kamu ..."

Rayhan menatap sorot sendu mata adiknya. Tidak biasanya ia melihat Khadijah menangis. Tanpa terasa air matanya juga ikut mengalir, mereka saling berpelukan dibawah teriknya sinar jumat siang ini.

"Dia datang, dia berjanji akan datang." Suara serak Khadijah yang tengah menangis dipelukan sang kakak sangat menyayat hati.

"Kau menunggunya selama ini?"

Ya, benar. Tak sekalipun Khadijah lupakan bahwa hari ini akan datang.

Selama ini ia bertahan dengan sangat baik, sampai ia berjumpa dengan hari ini.

.
.
.
.
.

Aku gak tau wkwk :)
Sopiler sopilernya silahkan kalian tebak sendiri. Apa itu kemungkinan Lee Jeno? Atau orang baru?

Silahkan menebak ria :v

Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang