21 - Amplop Kuning

303 54 11
                                    

Hari ini kelas berakhir lebih cepat. Zayla dan Husnah sudah lebih dulu pulang. Setiap harinya Khadijah akan berpikir jika ada dirinya di rumah semua akan terasa canggung.

Jadi, selama ini ia selalu berada di tempat ini. Masjid besar Seoul.

Setelah pulang dari kampus, ia selalu kesini, menghabiskan waktu hingga bus malam terakhir lalu pulang setelah rumah sudah sepi sebab Zayla dan Husnah sudah tertidur.

Pagi pun begitu. Khadijah sengaja bangun awal sekali untuk pergi sebelum subuh lalu ke masjid untuk sholat subuh di sana. Jika tidak begitu, maka Zayla dan Husnah yang akan melakukan itu.

Mana tega Khadijah melihat dua sahabatnya harus pergi di subuh hari, cuaca sangat dingin, Khadijah khawatir mereka akan flu.

"Shodaqallahul'azim..."

Khadijah menutup mushaf Al-Qur'annya. Ia melihat kearah jam digital besar di depan sana. Sudah waktunya pulang. 

Setelah berpamit dengan penjaga gerbang, Khadijah mulai perjalanan untuk kembali.

Perlahan ia melangkahkan kakinya, menghindari percikan air sisa hujan sore tadi.

"Khadijah-ssi?"

"Astagfirullah!!"

Sungguh betapa terkejutnya Khadijah melihat seorang yang bersender di pagar tak jauh dari masjid. Pakaiannya ...

Khadijah otomatis melarikan diri. Ia ingat sekali perkataan Lee Jeno tentang pria berpakaian sama dengannya. Khadijah harus menghindarinya, sebab mereka berbahaya kata Lee Jeno.

"Dijah-ssi!!!"

Pemilik suara itu juga bingung dan otomatis ikut melarikan diri mengejar Khadijah.

Sayang sekali Khadijah tidak pandai berlari, jadi mudah saja baginya tertangkap.

Lelaki berpakaian serba hitam, dengan masker dan topi hitam sama dengan Lee Jeno sudah berdiri di depannya.

"Dijah-ssi?" Nafasnya masih berderu. "Tolong jangan lari lagi, aku sudah hampir mati," pintanya seolah ia tahu bahwa Khadijah akan bersiap untuk lari lagi.

"Si-siapa? Siapa lagi kali ini yang mengutus orang?" tanya Khadijah khawatir. Jalanan sudah lumayan sepi saat ini.

Lelaki itu menyangkal pertanyaan Khadijah. Ia menggeleng. "Bukan, aku bukan orang jahat," ucapnya.

"Na Jaemin."

Khadijah yakin pernah mendengar nama itu.

"Teman Lee Jeno."

Ya! Khadijah ingat Jeno pernah menceritakan lelaki ini dulu.

Setelah sadar, Khadijah baru membungkuk untuk memberi salam. Begitu juga lawan bicaranya.

"Dijah-ssi? Kau Khadijah bukan?" tanyanya dan Khadijah pun mengangguk.

Lelaki yang mengaku sebagai teman Jeno ini menyodorkan sebuah amplop kuning. "Lee Jeno menitipkan untukmu." Dengan begitu Khadijah menerimanya.

Lama sekali tidak mendengar kabarmu. Lee Jeno.

"Lee Jeno, dia--"

"Jika dia berkata minta maaf lagi, aku benar-benar akan marah padanya."

Bersyukurlah Jaemin tidak mengatakan pesan Lee Jeno itu.

"Dia sangat menyesal, Dijah-ssi."

Khadijah tau, Jeno pasti merasa bersalah. Tapi entah kenapa ia merasa sedikit lega.

Ia percaya, bahwa ia memang tidak sendiri sejak awal.

Khadijah tersenyum dengan menatap amplop kuning di tangannya.

.
.
.
.

Gak ngebayangin 😭😭
Aku nulis aku yang mewek 😭😭
Kalian gimana guys? Semoga suka ya, jangan lupa jadilah pembaca yang bijak ❤️❤️

Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang