Subuh yang sangat indah, seperti biasa Khadijah Amayyah Al-Arsyid memulai subuhnya dengan mengucapkan salam kepada kedua sahabatnya, kemudian menggoyangkan pelan tubuh Zayla agar terbangun.
"Assalamualaikum, Mba?" ucapnya pelan. Sepelan itupun Zayla bisa bangun, entah Husnah, sepertinya butuh usaha ekstra dan sampai saat ini Khadijah belum berhasil.
"Walaikumsalam, Neng," sahutnya. Samar Zayla melihat wanita cantik yang sudah mengenakan mukena tanpa cadar, sungguh cantik.
"Mba, bangunin Husnah dulu, ya?"
Senyum Khadijah menjadi ucapan selamat tinggal. Selagi Zayla berusaha membangunkan gadis jelmaan kerbau kata Zayla, Khadijah lebih dulu duduk tenang di kamar berukuran kecil yang digunakan sebagai tempat sholat, membaca mushaf dengan suara pelan.
Tak terasa, air matanya jatuh, tumpah mengarus deras. Memang ia tidak tau arti jelas dari ayat yang ia baca, namun ia paham membahas tentang apa ayat yang sedang ia lantunkan ini.
"Astagfirullah..." gemingnya lemah. Ia menekan dadanya, terasa sakit, memang belum pernah Khadijah putus cinta, tapi ia tahu sakitnya bagaimana, karena di dalam Al-Qur'an dijelaskan, bagaimana nabi menangis merindukan kaumnya, sesakit itu pula hati Khadijah ketika ia ingat apa yang sudah ia lakukan, berani sekali ia menyimpan hamba yang bukan mahram di hatinya.
"Ya allah, hamba takut, janganlah kau berpaling. Ya Rasul, hamba malu, janganlah kau tak kenali hamba. Ya Bunda Sayidatina Fatimah pemimpin wanita surga, semoga kelak aku dan kedua sahabatku berada di barisanmu walau di barisan paling belakang," rintihnya memohon dengan segenap hati.
Sakit hati itu sudah ia rasakan. Tapi itu tersembuhkan kembali saat ia ingat, Allah tak akan berpaling dari hambanya, sejahat apapun, sebanyak apapun dosa, selagi kita mau berjalan kembali kepada Allah, saat itulah Allah akan menerima kita kembali.
"Neng!!"
Teriakan Zayla menuntut Khadijah untuk cepat-cepat menghapus air matanya dan berjalan menuju asal suara setelah menyahut.
"Ada ap-- masyaallah!!"
"Mba?! Husnah kenapa?!"
Hanya satu situasi Khadijah menaikkan nada suaranya, yaitu ketika ia terkejut.
Zayla dan Khadijah mengangkat pelan tubuh Husnah kembali ke kasur. Apa yang membuat suara Khadijah naik adalah wajah pucat pasi Husnah.
"Husnah gak salah makan? Dia gak makan tiram kan, Mba?"
Itulah yang ingin Zayla sesali. Ia mengatakan pada Husna bahwa tidak masalah jika memakan hanya satu.
"Kayaknya emang alerginya kambuh, Neng."
Raut wajah khawatir Khadijah membuat Zayla merasa bersalah. Sangat ceroboh dirinya.
"Maaf ya, Neng, sebenernya--"
"Mba?" panggil Khadijah panik, tangannya sudah berkeringat ketika menyentuh tangan Zayla. "Kita bawa Husnah ke rumah sakit sekarang, ya?" pintanya.
Namun, Zayla menundukkan wajahnya. "Maunya gitu, Neng, tapi ..."
"Tapi apa, Mba?"
"Surat penduduk sementara kita belum selesai, jadi identitas sementara sebagai penduduk belum bisa dibuktikan."
Innalillahi ...
Saat itu, satu hal yang Khadijah pikirkan.
"Mba?" panggilnya. "Jika pakai wali? Apa bisa dirawat di rumah sakit?"
Astagfirullah ... ya allah, mohon maafkan Dijah kali ini lagi. Karena situasi ini yang memaksa, jika bukan ini caranya, maka tunjukkan caramu untuk membantu kami, Ya Rabb, kekasih kami.
.
.
.
.
.
.Assalamualaikum, chinguya~~~
Semoga coretan ini bisa menimbilkan hal positif bagi kita ya :)
Kak Er gak berharap lebih untuk dapat banyak pembaca sebab ingin tenar, itu hanya bonus.
Yang Kak Er ingin tulisan Kak Er banyak memberi hal positif bagi orang-orang, itu yang jadi alasan Kak Er ingin jadi penulis :)
Hari ini publish dua chapter lho, ditunggu chapter 11 nya yaa 🥰🥰
So, happy reading guys ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅
Romansa(TAMAT) ~Part masih lengkap~ Lee Jeno, mencintaimu adalah larangan bagiku, dan aku sudah melanggar larangan itu, patut semesta menghukumku ... Diantara banyak hati yang ia ciptakan kenapa ada namamu diantara butiran tasbihku, dirimu yang tak seiman...