03 [Kakak]

1.9K 182 0
                                    

Seokjin tengah menata ruang kerjanya yang baru. Meletakkan berkas-berkasnya dengan rapi, bingkai foto keluarga, dan beberapa piagam penghargaan. Hari ini Seokjin belum mulai memeriksa, dia diberi waktu satu hari untuk bersiap.

Dari balik pintu, suara ketukan terdengar. Seokjin mempersilahkannya masuk dan menghentikan aktivitasnya sejenak.

"Oh Yoongi-ah. Kau sudah selesai memeriksa?"

"Ne. Aish badanku pegal semua. Pasien penyakit dalam sekarang bertambah banyak." Yoongi menghampiri Seokjin seraya merenggangkan otot-otot tubuhnya yang kaku. Seokjin kembali melanjutkan benah-benahnya tanpa menghiraukan keberadaan Yoongi.

"Jangan terlalu memforsir tubuhmu, Yoong. Kau juga butuh istirahat. Setidaknya beri jeda sebentar untuk memulihkan tenaga. Jangan paksa semuanya harus selesai cepat." Nasihat Seokjin hanya diberi anggukan oleh Yoongi. Tangannya meraba beberapa piagam yang sudah terpajang rapi didinding. Kepalanya mengangguk-angguk kecil.

"Kau hebat juga ya, Jin. Dalam waktu lima tahun kau bisa mengumpulkan piagam sebanyak ini. Kau berubah Seokjin."

Seokjin berdecak.

"Kau seperti sama siapa saja. Aku sama sepertimu. Masih Seokjin yang dulu kau kenal." Ujar Seokjin seraya menata bingkai foto dimeja.

"Oh Iya, Jimin dimana si? Dari tadi aku tidak melihatnya." Tanya Seokjin setelah ia selesai menata bingkai.

"Jimin tidak masuk hari ini. Katanya dia sakit."

Seokjin sedikit terkekeh, "Dia itu, baru kemaren menjemputku, kenapa sekarang tiba-tiba sakit."

"Ya seperti itu, Jin. Kebiasaan dia kalau malam suka minum." Yoongi memelankan suaranya di kata terakhir, tangannya ia gunakan untuk menutupi mulutnya agar hanya Seokjin yang mendengar. Seokjin hanya menggelengkan kepala. Maklum dengan sahabatnya yang satu itu.

***

Sore ini, cuaca begitu mendung di daerah dataran tinggi. Tak berbeda, di Busan pun demikian. Desa yang terpencil dengan lubang tertata tak rapi disetiap jengkal kaki terhampar sepanjang jalan. Kerikil dan batu seakan tak pernah absen hadir disepanjang jalan.

Pemandangan puncak bukit terhampar dikejauhan. Danau dan rawa masih asri, dengan pohon melambai ditepinya. Airnya jernih, bahkan bisa untuk bercermin. Udaranya sejuk ditambah angin pengiring mendung.

Sepasang kaki berjalan santai menyusuri jalan berkerikil. Sepatu yang sudah lusuh senantiasa menemaninya sepanjang hari. Dari pagi hingga menjelang sore ini anak muda itu menghabiskan waktunya di sekolah. Dan jika waktunya tiba, ia akan pergi ke kebun menunggu matahari terbenam.

"Jungkook-ah... Cepat temani aku ke ladang!" Seru seseorang dari dalam rumah. Kepalanya diselundupkan keluar jendela untuk menyaksikan remaja itu pulang.

"Oh ne hyung. Aku ganti baju dulu." Remaja berkulit putih itu berlari kecil ke dalam rumahnya, yang bersebelahan dengan rumah pemuda yang mengajaknya ke ladang.

Tak butuh waktu lama, remaja itu sudah berubah penampilan. Siap ke ladang dengan kaos oblong coklat kedodoran, topi caping dari bambu, dan cangkul kecil.

"Sore ini juragan Bang membutuhkan beberapa pekerja dadakan untuk memanen ubi. Kuharap kau bisa bekerja keras untuk itu karena waktu yang kita butuhkan hanya sampai matahari terbenam." Pemuda itu menghampiri anak remaja yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

"Ne hyung. Kau kan sudah tahu aku ini pekerja keras." Remaja itu mengikuti langkah kaki si pemuda.

Plak

5 Years AgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang