21 [Acuh]

988 106 2
                                    

Sepasang kaki tengah berjalan sempoyongan, menapaki jalan berbatu dan berlubang. Kedua tangannya ia masukkan kedalam saku mantelnya. Menepis udara dingin yang merasuki setiap permukaan kulitnya. Lehernya terlilit syal abu dengan kepala yang sudah tertutup hoodie berbulu.

Tangan namja itu meraih secarik kertas yang ia bawa didalam saku. Sudah terlihat kucel dengan lipatan dimana-mana. Di permukaan kertas itu terdapat tulisan tangan yang menerangkan alamat rumah seseorang. Namjoon - namja bermantel itu mengecek satu persatu deretan rumah disekelilingnya. Menunjuknya dan menghitungnya satu persatu, dari ujung sampai ujung.

"Satu, dua, tiga,...." Namjoon melangkah sembari tangannya menghitung rumah-rumah di sebelah kanannya.

Hingga hitungan kesepuluh dirinya mendadak berhenti. Menatap rumah terakhir yang berdiri di ujung jalan. Disampingnya ada sebuah bukit yang lumayan tinggi.

Rumah tua itu terlihat sepi. Namjoon sampai berpikir dua kali apakah alamat yang diberikan padanya benar?

Setelah Namjoon mengeceknya lagi, memang benar rumah yang dia tunjuk memang alamat rumah seseorang yang ia cari sedari tadi.

Belum sempat Namjoon berjalan mendekati rumah, beberapa pasang kaki tengah berjalan melewatinya. Mengalihkan perhatiannya yang sedari tadi hanya menatap datar rumah dihadapannya.

"Permisi, apakah benar ini rumah Jeon Jungkook?" Namjoon menghentikan langkah kaki dua namja bertopi caping itu. Wajah mereka seperti ketakutan setelah nama itu diucapkan Namjoon.

"Y-ye." Salah satu dari keduanya menjawab terbata seraya menganggukkan kepalanya. Sedangkan yang lain menggesekkan bahunya ke bahu temannya bermaksud untuk segera pergi.

Namjoon yang melihat gelagat itu pun tak mau tahu. Hanya membiarkan mereka pergi dan berlalu dari hadapannya setelah mereka membungkukkan badan.

Namjoon mengecek kesekeliling rumah. Berjalan ke samping kanan dan kiri. Banyak tanaman yang terlihat yang tumbuh dibelakang rumah ini. Ada ubi-ubian, kacang-kacangan, buah-buahan, dan beberapa pohon pisang.

Namjoon lalu mengusak dinding temboknya, dan seketika butiran semen runtuh dari plesteran dinding. Namjoon terkejut dan langsung menepis tangannya yang terkena semen, sebegitu rapuhnya rumah ini hingga tangannya yang tak seberapa kuat menyentuhnya langsung memberi goncangan dan menggugurkan semen didalamnya.

Namjoon kembali berjalan kearah pintu. Tak sengaja kakinya tersandung tegel yang mencuat keatas. Hingga tubuhnya terjatuh dan menimbulkan suara keras.

"Aish..." Namjoon meringis. Tangannya bermaksud memukul lantai itu yang berani menjatuhkan dirinya.

Sementara dari dalam terdengar suara kaki yang berlari kearah luar. Namjoon mendengarnya, seketika matanya ia lebarkan, deg-degan dengan suara langkah kaki dari dalam rumah.

Namjoon berniat lari dan menyembunyikan diri. Tetapi waktu yang tersisa tak mengizinkannya, hingga seseorang itu membuka pintu dan melihat Namjoon yang masih terjungkal di lantai.

Mata namja kecil itu beralih menatap segunduk tubuh yang meringkuk dibawah dirinya berdiri. Dahinya mengkerut penuh tanya. Kepalanya miring memikirkan siapa gerangan yang ada disana, lalu sedang apa telungkup dibawah lantai?

Tanpa kata-kata, Namjoon memutuskan berdiri. Memperlihatkan bibirnya yang ia tarik ke kedua sisi lantaran rasa malu yang amat dalam.

Sementara namja kecil itu masih bingung dan memasang wajah datar. Bola matanya mengikuti kemana arah tubuh Namjoon berhenti bergerak.

"Nuguseyo?" Tanya namja yang berdiri diambang pintu. Masih dengan wajah datarnya yang menatap wajah Namjoon yang terlihat asing baginya.

Namjoon terdiam sejenak. Dia sedang mencerna siapa anak yang berdiri dihadapannya ini. Apakah dia anak yang sedang ia cari? Apakah dia korban malpraktik Seokjin dan pasien Taehyung? Anak yang berhasil merebut hati Seokjin lima tahun lalu. Anak yang menarik perhatian Taehyung hingga ia rela bolak balik Seoul untuk mengetes sampel darahnya.

5 Years AgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang