32 [Ancaman & Peluang]

1.1K 105 1
                                    

Sedari tadi di ruang kamar Jungkook kedua namja itu hanya diam. Seokjin diam di kursinya dengan tatapan kosong. Sementara Jungkook berbaring diatas brankar seraya menatap mata Seokjin.

"Hyung..." Jungkook menepuk punggung tangan Seokjin yang menggenggam tangannya yang lain. Seokjin menoleh agak kaget.

"Ne?"

Jungkook menangkap ada kesedihan di wajah Seokjin. Meski Seokjin buru-buru menyunggingkan senyum, namun Jungkook tahu itu hanyalah palsu.

"Hyungie kenapa? Dari tadi melamunkan apa?" Jungkook berujar setelah ia menegakkan tubuhnya dan duduk menatap Seokjin.

"Aniya. Hyung tidak melamun, Kook."

Jelas Jungkook tak percaya. Seokjin bukan tipe orang yang suka melamun tanpa alasan. Pasti ia sedang memikirkan sesuatu hingga melamun saja ia tak sadar.

"Jangan berbohong, hyung. Ceritakan saja padaku."

Seokjin kembali memasang senyum palsunya dan menggeleng. Ia tak akan bercerita apapun pada Jungkook, apalagi terkait dirinya yang sebentar lagi harus pergi ke Singapura.

"Aniya Jungkookie... Hyung tidak berbohong... Hyung hanya sedang memikirkan kapan kita bisa keluar dan jalan-jalan. Itu saja." Seokjin berucap seraya menggenggam lebih erat tangan Jungkook dengan kedua tangannya. Seokjin terpaksa berbohong karena takut Jungkook akan mencurigainya.

Jungkook melebarkan mata dan mulutnya. Maniknya berbinar mendengar kata keluar dan jalan-jalan. Bagaimanapun ia rindu menghirup udara segar.

"Jinjayo? Jadi kita akan jalan-jalan hyung?" Tanya Jungkook penuh semangat seraya melebarkan senyumnya.

Seokjin mengangguk. Jungkook bertambah senang, tubuhnya kejingkrakan diatas ranjang membuat Seokjin geleng-geleng kepala. Heran, Jungkook itu baru sadar dari koma dan ia juga belum bisa berjalan sempurna, tapi kenapa mendengar kata jalan-jalan ia senang sekali sampai berjingkrakan diatas ranjang? Apa tidak sakit tulang-tulangnya?

"Tapi nanti... Kalau kau sudah benar-benar sembuh." Mendengar Seokjin berujar semangat 45 Jungkook mendadak kandas. Ia kembali lesu dan memasang wajah cemberut.

"Yah hyung sampai kapan? Aku kan sudah sembuh."

"Jungkook... Kau memang sudah sembuh, tapi badanmu belum cukup kuat untuk menerima udara luar. Lihatlah berjalan saja belum lancar."

Benar juga kata Seokjin. Jungkook akui dirinya masih kurang sehat dan belum bisa berjalan sendiri. Tapi ia ingin keluar. Ingin melihat dunia dan melihat kota Seoul yang katanya sangat indah apalagi dimalam hari.

"Tapi hyung harus janji akan membawaku jalan-jalan." Jungkook mengacungkan telunjuknya tepat kearah wajah Seokjin seperti mengintimidasi. Sedikit ada ancaman kecil yang Jungkook berikan agar Seokjin tak kembali mengingkarinya lagi.

"Ne ne Jungkook-ie..." Seokjin memetot pipi Jungkook yang sudah terlihat tirus tapi masih lembut diraba. Jungkook hanya bisa manyun.

"Dah tidurlah. Sebentar lagi Hoseok hyung pulang. Bisa kena omel aku kalau membiarkan bontotnya begadang."

Jungkook mengangguk. Ia langsung berbaring dan memejamkan mata. Bibirnya melengkung membentuk senyuman. Hingga sapuan tangan Seokjin di surainya membuatnya tertidur pulas namun bibir Jungkook tak berubah.

Seokjin kembali teringat waktunya disini tidak akan lama. Melihat Jungkook kini semakin sehat, sudah mampu berdiri, bisa merasakan rasa dan melihat dengan jelas, membuatnya sakit jika akhirnya Seokjin akan kembali meninggalkan Jungkook. Senyuman Jungkook yang kembali hadir menyapa netranya menjadi pelengkap sakit hati yang ia rasa mengiringi hari-hari akhirnya disini. Semangat Jungkook untuk bisa sembuh dan berjalan-jalan keluar adalah hal yang paling ia dambakan. Tapi kenapa harus ada perpisahan. Kenapa disaat Jungkook kembali bangun dan menerimanya lagi dirinya harus pergi?

5 Years AgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang