Seokjin dan Jungkook tengah duduk di kamar Jungkook. Jungkook sudah mulai tenang dan bisa diajak bicara dengan baik. Itu karena Jungkook merasa bersalah telah tak sengaja melukai orang lain.
Setelah Seokjin mengobati dan menutup luka robek dipelipisnya sendiri, dia memberi penjelasan sejelas jelasnya pada Jungkook. Tentang dirinya yang telah mentransfusi darah ke Jungkook lima tahun lalu, bagaimana Jungkook bisa memiliki virus itu, kemana saja Seokjin selama lima tahun ini, dan masih banyak lagi. Hal-hal yang Jungkook ingin tahu langsung dari mulut sang dokter.
Sementara itu Jungkook sendiri sudah mengakui jika dirinya terinfeksi virus HIV. Diagnosa yang dia dapat lima bulan yang lalu. Dia pun sudah tahu tentang bagaimana dia tertular, karena wartawan tempo hari dan seseorang lain yang membuka pengetahuan Jungkook tentang kejadian lima tahun lalu.
Seokjin menceritakan semuanya tanpa ditutup-tutupi. Dia begitu terbuka tentang dirinya yang telah melakukan malpraktik pada Jungkook. Meskipun Seokjin akan mendapatkan kekecewaan dan kemarahan Jungkook, namun Seokjin tak peduli. Memang dia pantas mendapatkannya. Dia tak takut lagi bila Jungkook akan kecewa padanya dan berujung menyakiti Seokjin. Seokjin hanya ingin Jungkook tahu semuanya. Dia sudah rela bila Jungkook kembali menjauhinya.
Namun dugaan Seokjin salah. Jungkook tak memperlihatkan kekesalan sama sekali. Tak ada amarah yang terluapkan seperti semula, meski kekecewaan datang terukir di wajah pucatnya. Jungkook hanya diam, menunduk dengan linangan air mata yang deras mengucur membasahi pipi dan lantai kamarnya.
Setelah Seokjin mengungkapkan semuanya dan mengakui kesalahannya, Jungkook menjadi tahu, Seokjin tak sengaja melakukan itu padanya. Dari cerita dan bagaimana perasaan Seokjin saat ini, Jungkook yakin kejadian lima tahun lalu bukanlah sesuatu yang disengaja oleh sang dokter. Seokjin saat itu kepalang takut, khawatir, cemas, dan panik dengan keadaan Jungkook yang bersimbah darah dan itu membuat tekanan darahnya turun drastis. Jungkook tahu berkat cerita yang Hoseok tuturkan dahulu, lima tahun lalu.
Dan itu terbukti sekarang, Seokjin dipenuhi penyesalan. Dia tak tahu mengapa tindakannya dulu justru membuat Jungkook adik kesayangannya menderita seperti ini.
"Maafkan hyung, Jungkook-ah. Karena hyung kau jadi seperti ini. Hyung tidak bermaksud membuatmu sakit. Hyung hanya ingin kau selamat, Jung." Ucap Seokjin seraya mengelus surai hitam Jungkook yang tengah duduk menunduk dihadapannya.
Jungkook masih diam. Terisak dalam tangisnya. Dia tak tahu lagi harus bagaimana? Tuhannya sudah memberinya penyakit dan itu dari orang yang sangat ia sayangi.
"Aku tahu hyung. Jika saja saat itu kau tidak memberikanku darah, mungkin sekarang aku sudah tidak ada. Akupun minta maaf hyung... hiks..." Seokjin membesarkan pupil matanya. Tak menyangka jawaban Jungkook membuatnya tertegun. Bukankah Jungkook sangat kecewa padanya? Bukankah tadi dia membencinya?
"Jungkook..." Tanya Seokjin heran. Yang dipanggil memperlihatkan wajahnya. Matanya sembab kemerahan, hidungnya kembang kempis, serta pipinya yang sudah basah terkena air mata.
"Aku minta maaf hyung. Aku hanya melihatmu dari sudut pandang diriku sendiri. Aku tidak melihat bagaimana pengorbananmu saat itu. Saat aku terluka dan hampir kehilangan nyawa. Aku seharusnya berterimakasih padamu, bukan malah membencimu seperti ini. Hiks..." Seokjin menangkup wajah dongsaengnya. Menatap lekat bola mata hitam yang kembali mengucurkan air mata.
"Hyung.. Hiks.. Aku minta maaf.. Mianhae.." Seokjin meraih tubuh Jungkook dalam dekapannya. Menangis teramat keras bersama.
Bagi Seokjin, tangisan Jungkook sama halnya hancurnya kehidupannya. Seokjin tak mengizinkan telinganya mendengar suara menyayat hati itu. Meski dia yang salah, tetapi mengapa Jungkook harus menangis dan meminta maaf padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
5 Years Ago
FanfictionTiga dokter muda tengah mengabdi disebuah desa terpencil, terdalam, dan terpelosok jauh di daerah Busan dekat pegunungan. Mereka adalah Kim Seokjin, Min Yoongi, dan Park Jimin. Mereka tak menyangka berkat pengabdian mereka disana menjadi sebuah benc...