Lalu lalang manusia menghiasi bandara pagi ini. Mereka sibuk berkemas dengan keberangkatannya, ada juga yang baru datang dari perjalanan terbangnya. Tak ada yang saling menyapa, mereka bagai hidup dalam dunianya sendiri.
Ditengah ruangan luas ini, tiga orang anak manusia sejak tadi tak berniat meninggalkan tempatnya. Mereka masih syok dengan apa yang baru saja mereka lihat. Pesawat yang ditumpangi orang yang sangat mereka sayang sudah pergi. Menyisakan rasa menyesal karena usahanya mempertemukan Jungkook pada Seokjin harus kandas dan tak tahu lagi kapan mereka akan bisa bertemu.
"Hiks... Hyung... Seokjin hyung hiks..." Jungkook menangis kejer diatas kursi rodanya masih di tempat yang sama saat mereka melihat pesawat yang ditumpangi Seokjin. Kedua tangannya mengucek bola matanya yang sudah deras air mata.
Hoseok berjongkok didepan sang adik, menyamakan tingginya dengan posisi Jungkook.
"Maaf dek, hyung baru bisa mengatakannya sekarang. Hyung tidak tega jika kau sedih karena kepergian dokter Seokjin." Ucapnya seraya menatap wajah adiknya.
Hoseok menjauhkan kedua tangan Jungkook dari matanya, menatapnya intens dibalas tatapan sendu Jungkook.
Hoseok menggenggam tangan mungil itu yang kini berada diatas paha sang adik.
"Kook, aku tahu kau sangat menyayangi dokter Seokjin. Dokter Seokjin pun begitu. Tapi bagaimanapun juga dia harus mematuhi perintah ayahnya. Ayah dokter Seokjin mengirimnya ke Singapura untuk menjadi dokter disana. Kita harus menghormati keputusan dokter Seokjin."
Jungkook berhenti menangis dan menyisakan sesenggukan yang kentara. Bola matanya menatap Hoseok yang menyiratkan penyesalan.
"A-apa Se-seokjin hyung a-akan kembali?" Tanyanya sedikit terhambat oleh sesenggukannya yang menyentakkan dada dan pita suaranya.
Hoseok mengangguk dan tersenyum. "Seokjin hyung pasti kembali. Dia akan kembali untuk melihatmu. Jadi sekarang tugas Jungkook adalah harus bisa sembuh agar saat Seokjin hyung pulang dia bahagia."
Jungkook mengangguk meski ia pun tak tahu apakah saat Seokjin hyung pulang dirinya masih ada?
"Kajja, kita pulang. Kau harus banyak istirahat dan makan. Lihatlah sudah berapa hari adik manisku melupakan makanan? Sampai kurus begini."
"Aku t-tadi kan sa-sarapan hyung..." Ucap Jungkook sedikit merajuk, tak rela jika ia dikatai kurus dan tak pernah makan. Hoseok dan Namjoon hanya tersenyum kecil melihat kegemasan adiknya. Tak lupa Hoseok selalu memetot pipi adiknya yang sekarang menjadi tirus. Tapi ia bersyukur Jungkook masih bisa tenang dan merajuk imut seperti ini. Setidaknya ia melupakan Seokjin sesaat dan sakitnya tak membuat semangat hidupnya hilang.
Mereka lalu memutuskan untuk berbalik dan pulang. Namun saat mereka membalik kursi roda Jungkook, netra mereka menemukan atensi yang tak asing yang tengah berdiri mematung didepan sana. Lidah mereka tiba-tiba kelu tak bisa mengucap sepatah katapun.
Tiga namja yang berbeda usia, yang satu masih muda, disamping kirinya namja paruh baya, dan yang berdiri paling kanan berusia sekitar empat puluhan tahun membawa sebuah koper.
Salah satu namja yang berada ditengah tiba-tiba berjalan mendekat. Dengan setelan mantel hitamnya, netranya tak pernah beralih dari wajah pucat Jungkook.
Jungkook, Hoseok dan Namjoon hanya bisa mematung. Menyaksikan setiap langkah yang tercipta dari namja tampan itu. Menunggu maksud dari penglihatan mereka yang terlihat nyata namun seperti mimpi.
Hingga sudah tak ada jarak diantara mereka, namja itu berjongkok dihadapan Jungkook lalu memeluk remaja itu tiba-tiba. Jungkook yang masih syok belum bergeming dari lamunannya. Tubuhnya yang ringkih semakin mudah direngkuh oleh namja itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
5 Years Ago
FanfictionTiga dokter muda tengah mengabdi disebuah desa terpencil, terdalam, dan terpelosok jauh di daerah Busan dekat pegunungan. Mereka adalah Kim Seokjin, Min Yoongi, dan Park Jimin. Mereka tak menyangka berkat pengabdian mereka disana menjadi sebuah benc...