Hari ini Jungkook kembali berlatih berjalan. Di taman belakang rumah Seokjin, ia ditemani Hoseok berkeliling melemaskan tulang kakinya. Kebetulan hari ini Hoseok mengambil cuti hanya untuk menemani adiknya belajar berjalan.
"Pelan-pelan saja, dek. Jangan dipaksakan. Nanti kalau sudah terbiasa akan mudah." Hoseok menasehati seraya memapah tubuh adiknya yang tengah berusaha menggerakkan kedua tungkainya. Jungkook memang terlalu berambisi ingin segera bisa berjalan tanpa pedulikan jika saja kakinya terkilir.
"Awh..." Tubuh Jungkook tersentak tiba-tiba membuat Hoseok harus refleks menopangnya. Tulang kaki Jungkook belum cukup kuat sehingga menerima sedikit gerakan saja bisa membuatnya ngilu.
"Kita istirahat sebentar ne..." Tawar Hoseok yang sudah menduga jika Jungkook pasti lelah. Jungkook mengangguk dan mulai mendapat gendongan sang kakak sampai kursi roda.
Hoseok mendorong kursi roda Jungkook ke tempat yang lebih teduh. Ia pamit ke dapur sebentar untuk mengambil minum.
Setelah kembali dengan dua gelas air putih, Hoseok langsung memberikannya pada Jungkook.
Hoseok meminumkan Jungkook air yang ia bawa. Sejenak Hoseok memandangi wajah Jungkook yang tengah meneguk pelan air putih. Terlihat berbeda dari biasanya. Wajahnya terlalu pucat untuk orang sakit.
"Hyung, aku ingin pulang." Sebuah kalimat yang tiba-tiba terlontar dari mulut sang adik membuyarkan lamunan sekejab Hoseok.
"Pulang? Apa maksudnya pulang ke desa?"
Hoseok menarik sudut bibirnya hingga menciptakan bentuk lengkungan.
"Ah hyung juga ingin pulang, dek. Rindu suasana desa."
"Bisakah aku pulang hyung? Aku ingin tidur disana." Ucapnya datar tanpa ekspresi.
Hoseok mengangguk tetap dengan senyumnya. "Pasti. Kapanpun kau mau, hyung akan membawamu pulang ke rumah kita." Jungkook tersenyum lemah. Terlalu lemah sampai berkedippun sangat lambat dirasa.
***
Malam ini terasa seperti malam biasanya. Malam yang akan menghantarkan seseorang untuk sejenak melepas penat hingga pagi tiba. Mengisi tenaga yang sempat hilang sehari penuh dengan aktivitas tidur.
Bayang-bayang tubuh seseorang berjalan dengan pelan. Menggiringnya menuju sebuah ruang yang memiliki cahaya temaram. Pembatas kayu yang menjulang tinggi ia buka perlahan hingga terlihatlah sebujur tubuh yang tengah lelap tertidur.
Hoseok melangkahkan masuk ke ruangan itu. Netranya memandangi tubuh sang adik yang semakin hari semakin kurus. Meski dibungkus oleh selimut tebal, masih bisa ditangkap penyusutan tubuhnya yang drastis. Pipinya tirus, lehernya menciut, hingga pergelangan tangannya yang semakin kecil dan tulangnya menonjol. Hoseok miris melihat kondisi adiknya sekarang. Meski ia tak jarang kambuh, namun penampakan wujud fisiknya menggambarkan betapa ganasnya penyakit itu.
Hoseok memilih duduk ditepi ranjang adiknya agar ia bisa puas memandangi wajah manis itu yang perlahan mulai hilang.
Ia bawa tangannya mengelus lembut surai sang adik. Dibawah lampu nakas yang redup, lengkungan mata terlihat semakin jelas. Semakin hari semakin cekung dan menghitam.
Senyuman ia sempatkan bertengger di bibirnya yang kaku. Mencoba bersyukur dan menerima keadaan yang ada. Betapa sulitnya ia menjaga Jungkook agar tetap bersamanya. Tak peduli apapun yang akan terjadi pada dirinya selama Jungkook sehat dan selamat ia akan perjuangankan itu. Dan dia sekarang sangat bersyukur, sampai detik ini adiknya masih bernyawa.
Hoseok membenahi selimut Jungkook yang sedikit turun. Ia benamkan dada adiknya dibalik kain tebal itu. Namun ia tak segera pergi. Mendiamkan diri disana sejenak sembari menatap perut adiknya untuk mengamati deru nafasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
5 Years Ago
FanfictionTiga dokter muda tengah mengabdi disebuah desa terpencil, terdalam, dan terpelosok jauh di daerah Busan dekat pegunungan. Mereka adalah Kim Seokjin, Min Yoongi, dan Park Jimin. Mereka tak menyangka berkat pengabdian mereka disana menjadi sebuah benc...