Kurasa yang terbaik saat ini adalah diam. Daripada mengumbar perasaan yang aku tahu hasilnya adalah nol.
~~~"Gerhana..." Panggilan seseorang akhirnya berhasil mengalihkan perhatian Gerhana dan Kristal.
Refleks Kristal menundukan kepalanya, membersihkan semua air mata yang membasahi permukaan wajahnya dengan cepat, agar tak ada orang lain mengetahui ia menangis, termasuk orang yang kini berada di belakangnya.
Sementara Gerhana, ia berusaha menetralkan raut wajahnya secepat mungkin saat seseorang yang memanggilnya itu mulai melangkahkan kaki mendekatinya.
Berlian. Gadis itu berhasil menciptakan sebuah senyuman yang akhirnya hadir di bibir Gerhana. Namun justru senyuman Berlian tiba-tiba menipis saat bola matanya berhasil melihat sosok yang kini masih menundukan kepalanya. Meski wajahnya masih tertutup, Berlian mengenali dengan pasti bahwa itu adalah Kristal.
"Loh? Kalian ngapain disini berduaan?" Tanya Berlian dengan menatap heran Gerhana dan Kristal secara bergantian.
Perlahan Kristal mengangkat kepalanya, menampakan wajahnya pada Berlian yang kini tengah menatapnya lekat. Ajaib. Raut wajahnya berubah. Tampak baik-baik saja. Matanya yang sempat memerahpun nyaris tak terlihat lagi.
Kristal memang sengaja melakukan hal itu, demi membuat Berlian tidak mengetahui keadaannya yang sebelumnya. Jika Berlian melihatnya, sudah pasti Berlian akan menghujaninya dengan berbagai pertanyaan.
Dan Kristal tidak mau menjawabnya, atau semuanya akan terbongkar di depan Berlian. Jika itu terjadi, sudah dipastikan akan ada masalah besar antara Berlian dan Gerhana, dan mungkin akan menyangkut dirinya juga.
"Tadi gue nanyain soal Bintang sama Gerhana. Siapa tau dia kenal sama Bintang dan tau Bintang ada di mana sekarang." Jelas Kristal berdusta.
Fix. Jika ada penghargaan untuk aktris terbaik, tanpa diragukan lagi Kristal akan mendapatkannya dan menyandang gelar sebagai aktris terbaik. Suaranya kali ini benar-benar netral. Tanpa ada getaran. Seolah sebelumnya ia tidak menangis sama sekali.
Hal itu nyatanya berhasil membuat Gerhana menghela nafas jengah. 'Bermuka dua!' batinnya benar-benar merasa muak. Entah kenapa Gerhana selalu berpendapat buruk tentang Kristal. Padahal Kristal selalu berusaha terlihat baik di hadapannya.
"Tunggu tunggu... Bintang? Lo kenal sama Bintang?" Nyatanya hal itu berhasil menarik perhatian Berlian.
Kristal dibuat menahan nafasnya kala mendengar pertanyaan Berlian. Mulutnya terbuka. 'Duh, salah gue.' Batin Kristal. Pasalnya barusan ia refleks menyebut nama Bintang. Padahal seharusnya ia menyebut nama Galaksi di hadapan Berlian. Bukan Bintang.
"Euu.. Gue sama Bintang cuma temenan kok. Kebetulan kan kita satu kelas." Jelas Kristal yang membuat Berlian ber-oh, kemudian menganggukan kepalanya pelan seraya menampilkan senyuman tipisnya.
"Dan soal Galaksi. Lo nggak perlu khawatir. Gue akan tetap fokus sama dia kok." Lanjut Kristal yang membuat senyuman Berlian kembali menyusut seketika.
'Gue nggak mau kalo harus nyakitin Kristal juga dengan ngejadiin dia bahan pelampiasan.' Penggalan kalimat yang sempat dikatakan Galaksi itu nyatanya kembali terdengar di telinga Berlian.
Saat ini, ingin rasanya ia kembali menjelaskan tentang permintaannya yang menyangkut Galaksi, juga tentang reaksi Galaksi atas permintaannya itu pada Kristal.
Namun, baru saja Berlian membuka mulutnya, tiba-tiba..."Kristal..." Panggilan itu berhasil menarik perhatian Kristal, membuat Berlian mau tak mau harus kembali menutup mulutnya.
Bintang. Pemuda itu tampak berjalan menghampiri Kristal dengan senyuman yang menghiasi bibirnya. Terlebih saat melihat wajah Kristal, senyumannya semakin melebar, sorotan matanya pun kembali seperti biasanya, kagum luar biasa. Seakan wajah itu sumber senyuman, keceriaan sekaliagus membuatnya candu akan pesonanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana Berlian Season 2
Teen Fiction[Completed] Berjuang dan Berkorban Bersamamu Ada satu elemen bumi yang masih tersembunyi. Menjadi Rahasia. Fatamorgana. Bukan itu, justru hal sebaliknya yang entah apa namanya. Sesuatu yang ada, namun seolah tiada. Sesuatu yang berusaha dihempaskan...