Terkadang diam adalah cara terbaik untuk bisa bertahan.
~~~Baru saja sebuah senyuman Berlian muncul setelah seharian ini tenggelam dalam luka. Lagi-lagi senyuman itu harus terkubur dengan paksa. Tatapan Berlian yang semula tertuju pada wajah Bintang, seketika terarah pada satu titik.
Senyuman di bibir Bintang ikut menyusut saat melihat perubahan raut wajah Berlian. Dengan segera Bintang mengikuti arah pandangan Berlian.
Gerhana dan Kristal. Dengan susah payah Bintang berusaha mengukir keceriaan di wajah Berlian, namun dengan mudahnya mereka merenggut keceriaan itu di wajah Berlian.
Dengan menggelayut manja di tangan Gerhana, senyuman lebar terus menghiasi bibir Kristal. Sementara pemuda yang satu itu benar-benar telah berubah jadi robot. Bergerak, namun ada yang mengendalikan. Berwujud manusia, namun seolah perasaan dan pikirannya telah terenggut.
Entah sihir apa yang digunakan Kristal. Yang pasti dia benar-benar telah berhasil mengendalikan Gerhana sepenuhnya. Baik perasaan, maupun pikirannya.
Namun, saat tatapannya bertemu dengan tatapan Berlian yang berada dalam jarak tiga meter darinya. Wajah datar Gerhana sukses berubah syok. Tatapannya yang semula kosong, berubah tajam.
"Berlian?" Gumam Gerhana refleks, membuat Kristal akhirnya menyadari keberadaan Berlian dan Bintang.
Gerhana dan Berlian dengan Bintang saling menatap dengan tajam. Tanpa sadar, rahang Bintang mulai mengeras melihatnya. Dan lagi-lagi yang khawatirkan Bintang adalah Berlian.
"Ternyata dunia itu sempit ya? Lagi-lagi harus ketemu mereka." Ucap Kristal.
Senyuman di bibirnya semakin melebar. Dengan sengaja, ia semakin mempererat genggamannya di tangan Gerhana, setengah memeluknya dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang Gerhana.
Seolah mati rasa, Gerhana tak menyadari diperlakukan demikian oleh Kristal. Pandangannya masih mengikat wajah Berlian dengan lekat.
Tanpa sadar, tangan Bintang mengepal dengan kuat. Bibirnya terkatup rapat, sorotan matanya semakin tajam. Tanpa mengalihkan pandangannya, Bintang segera meraih tangan Berlian dan menggenggamnya erat. Membuat Berlian segera memberikan tatapan tajamnya pada Bintang.
"Dunia gak se-sempit itu sampe kita harus ada di satu tempat sama mereka." Ucap Bintang dengan nada yang tak dapat dipungkiri tengah meredam emosi.
"Kita bisa cari toko buku yang lain." Lanjutnya dengan tatapan tajamnya yang terus tertuju pada Gerhana dan Kristal.
Bintang segera menarik tangan Berlian, sementara Berlian hanya menurut tanpa menahan. Tatapan keempatnya masih saling tertuju satu sama lain.
Saat berada di dekat Gerhana dan Kristal, Bintang sempat menghentikan langkahnya, membuat langkah Berlian ikut terhenti. Tatapan Bintang semakin tajam menatap keduanya, terutama pada Kristal.
Hanya beberapa saat, hingga akhirnya Bintang menyudahi tatapannya dan kembali menarik Berlian untuk pergi. Meski begitu tatapan antara Berlian dan Gerhana masih belum terputus. Keduanya saling menatap dengan lekat. Dari sorotan mata keduanya, seolah tersirat sesuatu yang tak bisa diungkapkan dan sulit untuk mengutarakannya.
Hingga akhirnya pandangan Gerhana terhadap Berlian harus terputus dengan paksa saat Berlian telah menghilang dari pandangannya.
"Lo mau bikin gue mati karna sesek napas?" Tanya Gerhana tiba-tiba yang membuat Kristal refleks menatapnya tajam.
"Kenapa?" Tanyanya dengan dahi mengerut, tak mengerti atas ucapan Gerhana.
Gerhana segera mengalihkan padangannya menatap Kristal. Wajahnya masih datar. Gerhana memberikan isyarat dengan menggerakan tangannya yang tengah dirangkul oleh Kristal. Namun isyaratnya itu tak dimengerti sama sekali oleh Kristal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana Berlian Season 2
Teen Fiction[Completed] Berjuang dan Berkorban Bersamamu Ada satu elemen bumi yang masih tersembunyi. Menjadi Rahasia. Fatamorgana. Bukan itu, justru hal sebaliknya yang entah apa namanya. Sesuatu yang ada, namun seolah tiada. Sesuatu yang berusaha dihempaskan...