Waktu saya hanya ada untuk orang-orang yang saya sayang. Bukan untuk penghianat.
~~~Sejenak Bintang terdiam menatap Berlian dari kejauhan. Perlahan Bintang tampak membuang nafas panjang sebelum akhirnya melangkahkan kakinya mendekati Berlian yang kini masih mematung dengan tatapan kosongnya yang tertuju pada Danau.
Bintang menatap lekat Berlian yang kini sudah berada di hadapannya. Bintang bukan lagi sedang berusaha mengerti, namun ia benar-benar mengerti apa yang dirasakan Berlian saat ini. Dari caranya menatap Berlian, seolah bukan Bintang yang seperti biasanya. Ada sosok pelindung yang kini menjelma pada Bintang.
Perlahan Bintang mengangkat tangannya dan ia letakkan di bahu Berlian kemudian mengelusnya dengan lembut.
"Berlian?" Ujar Bintang dengan sangat lembut.
Tak ada respon dari Berlian. Berlian masih mematung dan enggan menatap siapapun lagi.
"Hey.." Perlahan Bintang meraih dagu Berlian, berusaha agar Berlian mau menatapnya.
Menyadari lawan bicaranya kali ini adalah Bintang. Berlian menepis tangan Bintang di dagunya dengan pelan. Tak sekasar tepisannya terhadap Gerhana. Berlian masih enggan memberikan tatapannya pada Bintang.
Bintang tampak membuang nafas panjang saat mendapatkan reaksi demikian dari Berlian. Kemudian tanpa mendapatkan persetujuan dari Berlian, dengan cepat Bintang meraih tubuh Berlian dan memeluknya dengan erat.
Jujur, Berlian terkejut bukan main saat mendapatkan pelukan mendadak dari Bintang. Namun tak dapat dipungkiri bahwa saat ini Berlian sangat membutuhkan pelukan semacam ini. Ia butuh kehangatan dalam pelukan semacam ini untuk melerai hatinya yang mulai membeku.
Hingga akhirnya, Berlian pun segera membalas pelukan Bintang dengan tak kalah eratnya. Tak disadari, tangisan yang semalam terus tertahan, akhirnya pecah di pelukan Bintang. Seolah mendapatkan seorang pelindung, Berlian meluapkan emosi serta tangisannya di dalam pelukan Bintang.
"Nangis aja, Berlian. Luapin emosi lo. Biar lo puas dan tenang." Ucap Bintang seraya mengelus rambut Berlian dengan lembut.
Mendapatkan perlakuan demikian dari Bintang, Berlian semakin tak kuasa menahan isak tangisnya, tangisannya semakin menjadi-jadi. Berlian semakin mempererat pelukannya terhadap Bintang, bahkan hingga mencengkram baju Bintang dengan kuat.
Bintang membiarkan Berlian melakukannya. Ia hanya ingin memberikan ketenangan bagi Berlian. Perlahan mata Bintang tertutup saat tangannya terus membelai rambut Berlian. Mendengar tangisan Berlian yang semakin tak terkendali, tak dapat dipungkiri, Bintang mulai merasakan sesak di dadanya. Seolah rasa sakit yang dirasakan Berlian mulai berpindah pada Bintang.
"Maafin gue, Berlian." Gumam Bintang tiba-tiba, membuat tangisan Berlian perlahan berhenti.
"Maaf gue gak bisa jagain lo." Lanjut Bintang yang membuat tangisan Berlian benar-benar berhenti.
Berlian segera melepaskan pelukannya terhadap Bintang. Dengan air mata yang menggenangi wajahnya, Berlian menatap Bintang dengan tajam. Berlian tak mengerti dengan apa yang baru saja dikatakan Bintang.
"Apa maksud lo?" Tanya Berlian bingung.
"Setelah tau yang sebenernya, harusnya gue ngawasin keadaan lo dan jagain lo. Tapi gue gak ngelakuin itu karna gue gak nyangka kalo dia bisa berlaku nekat kaya gitu." Jelas Bintang yang justru membuat Berlian semakin mengerutkan dahinya.
"Bintang? Lo udah tau semuanya?" Tanya Berlian dengan tatapan mengintrogasi.
Bintang hanya mampu menganggukan kepalanya tanpa mampu bersuara kembali. Dari raut wajahnya, seolah ia benar-benar menyesal dan merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Berlian dan menyelamatkan Berlian dari tangan-tangan orang kejam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana Berlian Season 2
Teen Fiction[Completed] Berjuang dan Berkorban Bersamamu Ada satu elemen bumi yang masih tersembunyi. Menjadi Rahasia. Fatamorgana. Bukan itu, justru hal sebaliknya yang entah apa namanya. Sesuatu yang ada, namun seolah tiada. Sesuatu yang berusaha dihempaskan...