Sebuah karma akan selalu berlaku bagi semua orang. Roda kehidupan pasti berjalan. Dan kau tak akan bisa mengelak saat karma itu menghampirimu.
~~~Happy reading!🤗
"Berlian... Will you marry me? Will you to be my wife?" Ungkap Gerhana dengan cincin permata biru di tangannya.
Berlian tertegun. Bukan tak mengharapkannya, namun Berlian tak menyangka Gerhana akan mengatakan hal itu secepat ini. Sorotan mata Berlian mulai menyiratkan keharuan yang luar biasa. Wajahnya yang sempat syok, perlahan mulai dihiasi oleh senyumannya yang menenangkan.
Berlian terdiam beberapa saat. Perlahan Berlian tampak mengimbangi posisi Gerhana yang tengah berlutut di hadapannya. Berlian meraih kedua tangan Gerhana dan menggenggamnya dengan erat.
"Gak ada hal yang lebih indah di dunia ini, selain kalimat yang keluar dari mulut lo barusan." Ungkap Berlian.
Seolah seluruh kebagaiaan menimpanya, Berlian tak mampu menjelaskan betapa bahagianya ia berada dalam posisi demikian bersama Gerhana.
Berlian mendekatkan wajahnya ke arah Gerhana dengan perlahan. Kemudian ia mengecup kening Gerhana dengan lembut. Sesaat setelah ia menyudahi kecupannya, ia langsung disambut oleh pelukan hangat dari Gerhana. Kedua matanya tertutup rapat, menikmati hangatnya cinta dan kasih sayang Gerhana malam itu.
Jika bisa, Berlian ingin terus menutup matanya demi merasakan kehangatan tubuh Gerhana. Jika perlu ia rela menutup matanya untuk selamanya, demi agar Gerhana selalu ada dalam pelukannya. Tapi bagaimanapun ia harus membuka mata lebar-lebar. Melihat kenyataan yang sudah menjadi garis takdirnya.
Takdir yang menyakitkan. Dimana cintanya harus terkubur dalam kegelapan. Harapannya tertutup oleh selimut tebal berwarna coklat itu. Bumi telah merenggut impiannya. Hidupnya tertulis dengan jelas di sebuah batu nisan, menandakan bahwa semua kebahagiaannya telah mati. Terenggut oleh badai besar yang terjadi malam itu.
Cintanya pergi. Dan hanya menyisakan luka dalam di kehidupannya. Entah kapan luka itu akan mengering. Sudah lama ia mencari obat untuk menyembuhkannya, namun justru ia harus kembali tergores oleh kenangan yang membuat lukanya kembali basah dan semakin dalam.
Dua bulan sudah setelah mimpi buruk itu terjadi. Namun Berlian masih tak mampu bergerak dalam lubang penderitaan. Rasanya sulit untuk melepaskan cintanya begitu saja. Semangat hidupnya telah hancur, hingga sangat sulit baginya untuk keluar dari lubang kesedihan. Setiap kali ia ingin menjauh, namun kenangan selalu menariknya kembali ke tempatnya semula.
"Kenapa disaat lo dateng buat membina sebuah hubungan baru sama gue, tapi disaat itu juga lo ninggalin gue buat selamanya?" Lirih Berlian, hatinya perih tiada tara saat harus mengucapkan hal demikian di depan peristirahatan terakhir cintanya sendiri.
Bola matanya tertuju pada sebuah nisan yang bertuliskan nama Gerhana Leon Angkasa. Betapa teririsnya hati Berlian setiap kali melihat nama itu harus menghiasi sebuah simbol kematian. Rasanya ini seperti mimpi terburuk yang harus ia jalani dengan berlarut-larut.
"Maaf Gerhana, nyatanya gue gak sekuat itu. Maaf kalo ahirnya gue harus nyerah. Gue harus pergi ninggalin lo disini. Gue tau kalo gue akan jahat banget kalo gue sampe ngelakuin itu. Tapi gue bisa apa? Gue gak sanggup saat harus keinget lo tanpa bisa ngeliat lo lagi. Gue gak bisa, Gerhana. Gak bisa."
Tesh!* Sebutir cairan bening sukses meluncur di permukaan wajahnya. Tangannya menggenggam erat tanah yang memisahkan dunianya dengan dunia Gerhana saat ini.
Selalu saja begini, tak pernah sekalipun air matanya tak meleleh setiap kali ia menjenguk Gerhana di peristirahatan terakhirnya. Dadanya selalu terasa sesak saat harus berbicara pada Gerhana tanpa bisa kembali mendengar jawaban dari Gerhana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana Berlian Season 2
Teen Fiction[Completed] Berjuang dan Berkorban Bersamamu Ada satu elemen bumi yang masih tersembunyi. Menjadi Rahasia. Fatamorgana. Bukan itu, justru hal sebaliknya yang entah apa namanya. Sesuatu yang ada, namun seolah tiada. Sesuatu yang berusaha dihempaskan...