Jam tangan menunjukan pukul 02:00 dini hari kala mobil sport milik Gerhana memasuki pekarangan rumah Berlian. Setelah mobil milik Gerhana menepi di depan rumahnya, tanpa perintah Berlian segera turun dari mobil yang kemudian diikuti oleh Gerhana.
Berlian tak langsung masuk ke dalam rumah. Ia terdiam saat berhadapan dengan Gerhana dan menatap Gerhana yang tampak menghadirkan senyuman manis untuknya.
"Makasih ya lo udah nganterin gue pulang?" Ujar Berlian yang hanya mendapatkan anggukan kecil dan senyuman manis dari Gerhana.
"Dan makasih juga buat semuanya. Gue gak tau harus ngapain lagi buat nebus apa yang udah lo lakuin hari ini buat gue." Lanjut Berlian.
"Dengan senyuman manis lo doang juga udah bisa nebus semuanya kok." Ucap Gerhana dengan tatapannya yang tak pernah lepas dari wajah Berlian.
Sejenak Berlian terdiam menatap Gerhana yang terus menatapnya dengan penuh senyuman. Hingga akhirnya sebuah senyuman manis perlahan hadir menghiasi bibir Berlian. Membuat Gerhana semakin melebarkan senyumannya.
Beberapa saat keduanya saling menatap dengan lekat dan saling melempar senyuman manis yang dimilikinya. Hingga akhirnya perlahan senyuman Gerhana menipis, tatapannya berubah sendu. Perlahan pandangannya turun menatap tangan Berlian, kemudian Gerhana meraih kedua tangan Berlian dan menggenggamnya erat.
Mendapatkan itu, refleks senyuman Berlian ikut menipis dan pandangannya segera turun menatap tangannya yang kini tengah digenggam erat oleh Gerhana.
Sesaat kemudian, dalam waktu bersamaan, keduanya kembali mengangkat kepalanya yang tertunduk dan kembali saling mengikat wajah satu sama lain.
Sejenak Gerhana terdiam. Membuat Berlian mengerutkan dahinya ketika melihat sorotan mata Gerhana yang sendu.
"Makasih, Berlian." Ujar Gerhana yang membuat Berlian semakin mengerutkan dahinya, tak mengerti untuk apa Gerhana mengucapkan terimakasih padanya.
"Makasih karna lo udah selalu ada buat gue. Saat lo ada di samping gue, gue nggak ngerasa kalo gue sendiri. Makasih udah jadi pewarna dalam hidup gue. Dan... Makasih karna lo udah ngelengkapin kekosongan di hidup gue yang selama ini udah hilang. Gue nggak tau gimana jadinya gue kalo lo nggak dateng dalam hidup gue." Tutur Gerhana dengan tatapan sendunya, dan berhasil membuat hati Berlian tersentuh.
Sejenak Gerhana terdiam, menatap Berlian semakin lekat. Sementara Berlian pun masih terdiam, menunggu kalimat selanjutnya yang akan diucapkan Gerhana.
"Makasih buat semuanya. Lo udah bisa nerima gue yang punya banyak kekurangan. Gue beruntung bisa kenal sama lo dan bisa milikin lo. Lo cewe terhebat yang pernah gue kenal selama ini." Tatapannya masih sendu, nada bicaranya datar, namun penuh arti.
Tak dapat dipungkiri penuturan Gerhana tersebut berhasil membuat Berlian merasakan keharuan yang luar biasa.
Sejenak Berlian terdiam menatap Gerhana. Kemudian Berlian mengambil alih kedua tangan Gerhana yang menggenggam tangannya, dan beralih Berlian yang menggenggam tangan Gerhana. Berlian melangkah maju yang membuat tubuhnya hanya memiliki jarak beberapa centi saja dari tubuh Gerhana.
Berlian semakin mempererat genggamannya dengan setengah memeluk kedua tangan Gerhana. Ia harus menengadahkan wajahnya kala menatap wajah Gerhana, begitupun yang dilakukan Gerhana. Gerhana menundukan kepalanya saat menatap wajah Berlian yang kini tengah menatapnya lekat.
"Gerhana, gue bahagia banget bisa milikin lo. Mungkin lo ngerasa beruntung bisa dapetin gue. Tapi gue ngerasa lebih beruntung bisa milikin cowo kaya lo. Gue tau lo bukan cowo tersempurna di dunia ini, tapi cuma lo yang bisa bikin gue ngerasain jatuh cinta setiap harinya. Gue gak ngerti harus gimana lagi ngejelasin sama lo betapa bahagianya gue saat lo ada di samping gue." Tutur Berlian yang berhasil membuat Gerhana merasakan keharuan dan kebahagiaan yang luar biasa.
Sejenak Gerhana terdiam menatap Berlian dengan senyuman tipis nan manis yang menghiasi bibirnya. Kemudian ia segera meraih tubuh Berlian dan memeluknya erat, berusaha mengerahkan keharuan dan kebahagiaannya melewati pelukannya kali ini.
"Jangan pernah tinggalin gue, Berlian. Gue nggak bisa kalo harus tanpa lo di sisi gue." Ucap Gerhana yang segera mendapatkan pelukan erat dari Berlian.
"Mustahil, Gerhana. Mustahil gue bisa ninggalin lo. Itu nggak akan pernah terjadi." Ucap Berlian yang hampir saja membuat Gerhana meluncurkan kristal bening di permukaan wajahnya.
Namun Gerhana tak ingin menghiasi keharuan ini dengan air mata. Untuk itu ia segera menampakan senyumannya sebelum kristal bening itu berhasil meluncur.
Beberapa saat keduanya terdiam dalam posisi demikian. Sesaat kemudian Gerhana segera melepaskan pelukannya. Menatap wajah Berlian lekat yang kini juga tengah menatapnya. Senyuman manis kembali menghiasi bibir keduanya. Sejenak Gerhana mengelus lembut rambut Berlian dengan penuh perasaan.
"Yaudah pulang gih, udah malem banget ini. Nanti langsung istirahat, biar besok nggak kesiangan ke sekolahnya." Ujar Berlian.
"Yaudah, gue pulang ya?" Ucap Gerhana yang hanya mendapatkan anggukan kecil dan senyuman manis dari Berlian.
"Jangan kangen," Lanjut Gerhana yang diiringi senyuman jahilnya.
"Nggak bakal. Kan nanti ketemu lagi di mimpi." Ucap Berlian dengan nada datar, namun rasanya ia ingin tertawa atas ucapannya sendiri.
"Yaudah, nanti gue mampir deh ke mimpi lo. Biar nggak ada kangen-kangenan lagi." Ujar Gerhana juga dengan datar.
Sepersekian detik kemudian, akhirnya sebuah tawa pecah dari bibir keduanya kala mengingat pembicaraan konyolnya.
"Bye!" Ujar Gerhana setelah menyelesaikan tawanya.
"Bye!" Jawab Berlian.
Sejenak Gerhana memberikan senyuman manisnya pada Berlian sebelum akhirnya melangkahkan kakinya mendekati mobilnya kemudian memasukinya. Senyuman manis terus terpajang di bibir Berlian kala Gerhana mulai melajukan mobilnya. Lambaian tangan Berlian mengiringi kepergian Gerhana.
Senyuman di bibir Berlian perlahan menyusut saat mobil Gerhana mulai menghilang dari pandangannya. Kini fikirannya kembali teralih pada masalah yang diciptakan Galaksi. Rasanya ia masih tak percaya Galaksi berani menaruh rasa yang salah itu.
Sejenak Berlian terdiam dan membuang nafas panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk memasuki rumah. Pintu rumah yang ternyata tidak dikunci, memudahkan Berlian untuk masuk tanpa harus memanggil Galaksi untuk membukakan pintu.
Setelah memasuki rumah, Berlian segera menutup pintu dan menguncinya dengan kunci yang ternyata tergantung di pintu bagian dalam.
Sejauh ini Berlian masih terlihat tenang meski masalah tentang Galaksi terus berputar diotaknya. Namun saat ia membalikan tubuhnya, ia dibuat tersentak saat melihat sosok Galaksi yang rupanya telah tertidur di sofa ruang tamu.
Galaksi tertidur dengan posisi terduduk dengan menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa, serta tangannya yang terus menggenggam handphonenya. Sepertinya karena panggilannya terus diputuskan oleh Berlian, Galaksi memutuskan untuk menunggu kepulangan Berlian. Hingga akhirnya ia tertidur saat menunggu Berlian.
Sejenak Berlian terdiam menatap Galaksi dari kejauhan. Hingga akhirnya, perlahan kakinya bergerak mendekati Galaksi. Sedikit lagi Berlian berhasil mencapai Galaksi, tiba-tiba langkahnya kembali terhenti. Tatapannya tajam menatap Galaksi yang masih terlelap. Bibirnya terkatup rapat.
'I love you, Berlian.' Suara Galaksi kala itu kembali terdengar di telinganya. Membuat Berlian semakin enggan untuk menghampiri Galaksi.
"Sorry, Galaksi. Sebenernya gue nggak tega liat lo ketiduran kaya gini cuma gara-gara nungguin gue. Tapi gue nggak bisa kalo harus debat sama lo lagi. Apalagi karna masalah itu. Gue gak mau." Gumam Berlian lirih.
Sejenak Berlian terdiam. Kemudian tanpa mengatakan apapun lagi, Berlian memutuskan untuk pergi meninggalkan Galaksi dan membiarkannya tetap tidur dalam posisi demikian.
Sejujurnya Berlian tidak tega saat melihat Galaksi tertidur dengan kondisi demikian, namun Berlian merasa ini yang terbaik, daripada mereka harus kembali memperdepatkan masalah yang belum ia tau apa solusinya.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana Berlian Season 2
Teen Fiction[Completed] Berjuang dan Berkorban Bersamamu Ada satu elemen bumi yang masih tersembunyi. Menjadi Rahasia. Fatamorgana. Bukan itu, justru hal sebaliknya yang entah apa namanya. Sesuatu yang ada, namun seolah tiada. Sesuatu yang berusaha dihempaskan...