Secret 22 - Second change?

391 20 0
                                    

🍁

Raphael dia berdiri di sebelah Hyde.

"Selamat malam Raph, apakah kau sudah makan, nak? Silahkan duduk, mari makanlah bersama kami.." kata Ibuku lembut dan tersenyum sangat tipis.

Hubungan Ibu ku dan Raphael terbilang sangat baik, mereka suka mengobrol ringan pada saat Raphael berkunjung kerumah kami dan beberapa kali Raphael mengantarkan ibuku pergi berbelanja.

"Terimakasih Ny. Hall, aku sudah makan. Aku datang hanya ingin melihat bagaimana kabar Aurora.." jawab Raphael sopan.

Ibuku hanya tersenyum dan tidak lama setelah itu berdiri sambil membawa piringnya dan menuju dapur lalu mengucapkan selamat malam kepada Raphael sebelum akhirnya bergegas masuk kembali kekamar tidurnya.

Daniella dan Hyde langsung pergi tadi, sekarang hanya ada aku dan Raphael tersisa di ruang makan.

"Apa yang kau lakukan disini? Lebih baik kau pulang. Aku lelah." Kata ku ketus seraya berdiri menuju kamarku.

Tangan Raphael menarik ku, dia mendekapku dalam pelukan nya.

Aku mendorong Raphael, kulitku merasa ngeri merasakan sentuhan Raphael, bayang-bayang dari foto itu merasuki kepalaku, cara wanita itu duduk dipangkuan Raphael, cara Raphael mencium wanita itu, cara tangannya ada didalam rok wanita itu.
Seketika membuat aku mual dan dadaku terasa penuh.

"Jangan sentuh aku, R!" Aku menepis tangannya cepat.

"Jangan tolak aku lagi, Aurora. Kumohon." Nada nya terdengar putus asa.

"Kau hanya menggunakan kepergianku ke Portland sebagai alasan untuk kembali pada kebiasaan burukmu, kebiasaanmu berganti-ganti wanita sesuka hatimu seperti kau mengganti sepatu dan bersenang-senang setiap malam dibanyak Club.. Aku sudah lelah Raphael dengan semua omong kosongmu!" Hardik ku.

"Aurora.. kumohon, dengarkan aku!" tangannya berusaha meraih lenganku lagi.

"Demi Tuhan! Aku sudah muak, Sekarang giliranmu untuk mendengarku Raphael Nicolau! Aku sudah cukup mendengarmu, menuruti semua keinginan konyolmu, terpenjara dalam kecemburuanmu yang tidak beralasan." Kata-kataku
menghambur keluar, aku berusaha tidak berteriak.

Anehnya aku sama sekali tidak menangis, aku Benar-benar lelah dengan semua ini.

Rasanya semua kejadian yang terjadi dua minggu terakhir ini menguras semua yang ada pada diriku dan tidak meninggalkan apapun.

Akhirnya semua tertumpah, kekecewaanku, kemarahanku, kesedihanku.

Aku tidak peduli lagi, dengan apa yang akan terjadi antara aku dan Raphael, tentang semuanya..
I feel dead inside.

"Tolong maafkan aku, A.. aku memang suck, aku memang bodoh. Tapi Aku mencintaimu, itu yang terpenting. Kumohon, Mari kita lupakan semuanya Aurora. Mari kita mulai semua ini dari awal lagi.. aku tidak akan pernah menyakitimu lagi, Aku berjanji."

Raphael

"Dia bahkan tidak menangis, biasanya dia akan menangis dalam situasi seperti ini." batinku.

Apakah Aku sudah kehilangan dirinya?

Aurora tidak pernah menolak sentuhanku dan aku melihat ekspresi jijik Aurora ketika aku menyentuhnya.

"Ada apa dengan Auroraku? dia seperti orang yang berbeda."

Aku lebih suka jika dia marah.
Jika dia memakiku atau bahkan memukulku.
Tapi tidak seperti ini.
Ini gila!

kebodohanku, kemarahanku yang tidak beralasan akan membuat aku kehilangan Aurora.

Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan.
Aku benar-benar kehabisan akal.

Tanganku menarik paksa Aurora dalam pelukanku, walaupun dia berusaha mendorongku.

Aku tetap memeluknya erat, hanya ini yang bisa aku lakukan.
Aku memang sangat egois, tapi aku tidak mau kehilangannya.

Aku tidak akan sanggup jika kehilangan Aurora.. walau setelah ini dia akan lebih membenciku.

Tanpa berpikir panjang aku membawa Bibirku melumat bibir Aurora, aku butuh dia sekarang.

Aku butuh menyentuhnya agar aku tau dia masih milikku.
Aurora hanya terdiam dan menutup rapat bibirnya.

"Kumohon.." kataku di depan bibirnya.

Aurora masih diam, bibirku terus menciumi bibirnya.. meskipun dia tidak membalas ciumanku, tapi pelan-pelan bibirnya terbuka.

Mempersilahkan lidahku menjalar kedalam mulutnya, mulutnya masih terasa manis, hanya gairah itu hilang.

Gairah yang dia rasakan padaku lenyap, hatiku terasa sakit karenanya tapi aku tidak mau berhenti.

Tangan kananku menarik pinggang Aurora mendekat padaku, tangan kiriku memegang dagunya.

"Aku mencintaimu, Aurora. I really do!" Kataku di dalam mulutnya.

Tanganku mendekapnya erat, bibirku terus melumat bibir Aurora sampai kurasakan air mata Aurora diantara bibir kami.

Aku tersadar dan berhenti, wajahku mundur memberi jarak.

Aku menatap matanya, dia menangis.
Aku diantara rasa senang dan sedih, Senang apakah akhirnya dinding tinggi yang membentang diantara kami pelan-pelan roboh.
Atau kah dia semakin terluka karena aku memaksakan kehendakku padanya.

Aurora

Tanpa sadar aku menangis.
Ciuman Raphael pelan-pelan merobohkan dinding pertahananku, kata-kata cintanya mencairkan bekunya hatiku.

"Kau benar-benar menyakitiku Raph, pengkhianatanmu membuatku merasa seperti mati. Sampai tidak ada apapun yang tersisa." Kata-kata itu keluar begitu saja tanpa bisa aku tahan.

"Aku akan menebus semua rasa sakit itu sayang, aku akan menebusnya dengan seluruh sisa hidup ku. Aku berjanji!" Kata Raphael, kepalanya bersandar pada keningku dan kemudian Tangan Raphael menarik ku dalam pelukannya.

Aku tidak menolak, aku hanya diam dan menangis didalam dekapannya, aku hanya perlu sandaran.

Aku lelah berdiri sendiri menghadapi semua ini, aku hanya butuh seseorang untuk meluapkan semua perasaanku.

Dan yang ku inginkan Raphael, hanya dia.

-TH-

SECRET  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang