2. Dia?

32.1K 533 6
                                    

"Hai...,"  kata dan suara pemuda itu masih terngiang jelas di otak Hana setelah kejadian ribut tadi pagi.

Ia sudah berada dikelas nya saat ini, mengikuti pelajaran Fisika dengan pikiran yang tak tentu, melamun pula. Ia tersadar saat sikutnya yang ia tumpu kan di meja disenggol oleh seseorang disebelahnya.

"Hm?," Hana menaikkan sebelah alis nya.

"Kenapa?," Aya menggerakkan bibirnya tanpa mengeluarkan suara, takut takut guru di depan kelas yang sedang menjelaskan materi mendengar.

Hana hanya menggeleng pelan.
Sedang Aya menghela nafas pelan sambil mengarahkan lagi pandangannya ke arah white board berjarak 7 meter di depannya.

Tiba- tiba suara langkah beberapa orang melangkah ke dalam kelas terdengar jelas. Terlihat Kay, Levan dan Marlon di dekat pintu masuk kelas itu.

"Maaf Pak Deni, kami baru dari ruang BP," ujar Marlon.

Sedang Kay dan Levan hanya berlalu begitu saja tanpa berbasa - basi pada Guru Fisika nya itu, Pak Deni.

Aya yang tadi duduk di samping Hana seketika langsung berdiri dan berjalan menuju bangku di belakang mereka.
Kay, menggantikan Aya duduk disebelah Hana.
Bukan...
Aya lah yang tadi dengan sengaja mengambil alih bangku Kay yang kosong karena setelah kejadian ribut tadi pagi, Kay, Levan maupun Marlon dipanggil ke ruang BP beserta pemuda yang dihajar oleh Kay.

Hana hanya mencoret - coret buku tulisnya dengan bulatan - bulatan tak tentu saat tiba - tiba Kay menggenggam tangan Hana dan mengarahkan tangan Hana menggambar sesuatu. Ya bukan bulatan lagi yang tergambar di buku tulis gadis cantik itu, melainkan gambar hati.

Setelah itu, Hana menggoyangkan tangannya, agar genggaman tangan Kay terlepas. Bukan malu, hal itu sudah biasa mereka lakukan. Tapi kali ini Hana ngambek karena kelakuan Kay tadi pagi yang menurut nya agak keterlaluan.

Bukan Kay namanya apabila tangan Hana bisa lepas begitu saja dari genggamannya. Ia malah mengeratkan genggaman itu. Bahkan bolpoin yang dipegang Hana tadi entah sudah melesat kemana, tergantikan dengan jari jari Kay yang masuk pada sela jari Hana.

Pak Deni yang mendengar sesuatu yg agak mengganggu aktivitas menulis rumus di white board itu mengedarkan pandangan ke penjuru kelas. Melihat sesuatu yang agak mencurigakan di tengah - tengah kelas, ia memicingkan matanya.

"Ada apa Hana? Kok berisik?."

Hana yang gelagapan mendengar teguran itu hanya bisa bergumam dan tersenyum kikuk.

"Tadi ada tikus lewat Pak Den,"

Bukan, bukan Hana yang menjawabnya melainkan Levan yang duduk di bangku paling belakang. Pemuda itu selalu seperti itu, menjawab pertanyaan yang bukan ditujukan untuknya. Bukan apa-apa, iya memang iseng tapi juga ingin menyelamatkan Hana dari kondisi yang diciptakan Kay.

"Jangan bercanda Levan, ruang kelas sekolah bonavit gini kok ada tikusnya. Ga mungkin. Kamu tuh ada ada aja."

"Ada kok Pak, yakin saya tuh. Tikus kepala item Pak," jawab Levan.

Terdengar suara kekehan dari siswa diruangan itu mulai terdengar.
Pak Deni hanya mengendik tak paham.

"Maksudnya apa Van? Bapak ga paham."

Ting Ting Ting

"Nah Pak, suara bel tuh, buat pr aja pak kalau gitu, maksud saya tadi apaan? Jangan lupa dikerjain dirumah ya Pak!." teriak Levan diikuti suara tertawa seisi kelas.

"Dasar kamu tuh,"

Pak Deni lalu membereskan beberapa buku dimeja lalu keluar dari kelas.

"Ihhh Kay lepas ngga?,"

My Possessive Kay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang