Setiba di rumah, Rukiman dengan wajah santai duduk menyilang kakinya di sofa. Yati yang menunggu di ruang tamu menjaga Nursam agar tidak pergi tampak penasaran dengan rencana suaminya.
"Bagaimana, Bang?" tanya Yati tak sabar.
"Beres!" ujar Rukiman sambil ngudut.
"Kau masuklah ke kamar!" ujarnya lagi. Yati pun menurut.
Rukiman mengetuk pintu beberapa kali, namun tak dibuka Nursam. Rukiman terus mengetuk pintu meminta agar dapat bicara dari hati ke hati.
Pada saat itu, takada pilihan lain bagi Nursam selain mengikuti alur terlebih dahulu. Sebab ia takpunya rencana apapun karena buntu oleh kesedihan. Ia pun membuka pintu.
Di dalam kamar, Rukiman duduk di kursi dekat jendela dan Nursam di sudut kasur.
"Apakah Abang sudah puas sekarang balas dendamnya?" ujar Nursam membuka suara.
"Jika belum, bunuh saja aku, Bang. Akan kutanggung segala penderitaan atas perbuatan yang telah bapakku lakukan padamu." Rukiman tersenyum tipis.
"Sekalipun aku membunuhmu tak jua dapat mengembalikan bapakku yang telah tiada," jawab Rukiman sembari menunduk. Begitu pun Nursam. Keduanya saling menundukkan pandang.
"Tapi..." ujarnya lagi. Nursam menoleh sekilas kepada suaminya itu.
"Atas rumah tangga kita yang telah hancur lebur ini, diperbaiki juga tidak mungkin. Semua telah berbeda. Mungkin sebaiknya kita sudahi saja baik-baik sekarang!"
"Aku terserah pada Abang bagaimana baiknya. Aku terima."
"Mari kita bercerai, kujatuhkan talak padamu mulai detik ini." Nursam mengangkat wajahnya kepada Rukiman. Meski hanya sekilas saling pandang itu terlihat ada sesuatu yang melukai hatinya.
Walau pernikahan dalam kendali pelet, waktu yang bergulir cukup lama selama lima tahun itu, tentu ada rasa ikatan yang sudah terjalin erat. Kini ikatan itu telah diregas paksa oleh pemiliknya.
"Aku terima."
"Bersiaplah, besok kuantar kau ke dermaga. Telah kupesan tiket kapal untukmu, kukembalikan engkau ke rumah orang tuamu."
"Baiklah, Bang, kuterima segala keputusan itu, tetapi sudikah engkau memaafkan segala kesalahan bapakku di masa lalu?" Rukiman terdiam.
"Walau sebenarnya bukanlah kesalahanku, andai dapat kupilih lebih baik aku tak lahir ke dunia ini jika harus hidup dalam penanggungan dosa bapakku. Namun, dalam tubuh ini ada darah bapakku yang mengalir maka kutanggung segala penderitaan itu. Hanya satu permintaanku Bang, tolong maafkanlah bapakku, agar kiranya permusuhan ini berakhir jua. Mari kita saling memaafkan, dan melupakan yang telah terjadi."
"Bersiaplah! Besok jam tujuh kita berangkat ke pelabuhan." Rukiman beranjak dan pergi. Tinggallah Nursam seorang diri di kamar itu.
***
Pagi-pagi sekali Nursam telah berada di pelabuhan. Ia mengenakan baju dress lurus selutut. Tubuhnya yang kurus tidak terlihat lekukan tubuhnya. Usianya yang hampir 24 tahun masih bisa dikatakan seperti remaja.
Kecantikannya yang belum sirna itu tak jua membuat Rukiman luluh dari dendamnya. Padahal malam itu jika seandainya Rukiman mau memaafkan bapaknya, ia siap menjalani rumah tangga dan dimadu.
Dipandanginya sekeliling dermaga, lengang, tiada berorang, embun pun masih berkabut. Tubuhnya terbalut jaket hodie berwarna biru malam senada dengan dressnya. Rambut panjangnya yang lurus ia jepit di belakang. Wanita cantik 24 tahun itu kini statusnya telah menjadi janda.
Takada pilihan lain baginya, kecuali kembali ke orang tuanya. Niat dalam hati setelah pulang ia akan pura-pura tidak menahu perkara bapaknya yang menjadi budak setan.
Ia akan mengajak ibunya terlebih dahulu ke Dukuh-kampung neneknya- setelah itu barulah ia akan menceritakan semuanya. Namun, itu hanyalah ekspektasinya belaka.
Tampak Rukiman sedang berbicara di ujung dermaga. Ia masih menunggu dengan sabar sembari menenteng tas jinjingnya.
"Ayo, ikuti aku!" ujar Madam Meli Si Bencong kepada Nursam. Melihat waria itu yang mengajaknya naik kapal, ia pun bingung. Bukan karena warianya tetapi kapal yang akan ia naiki bukan kapal penumpang biasanya ke Gandang. Nursam berbalik ke arah Rukiman.
"Bang, ini, kan bukan Kapal Pendar Malam?"
"Lalu kenapa kalau bukan Pendar Malam, yang penting, kan sama-sama kapal yang akan membawamu pergi dari sini."
"Maksud Abang?" Wajahnya mulai bingung dan cemas. Rukiman tersenyum simpul setelah mengembuskan rokoknya. Lalu, pergi meninggalkan Nursam di dermaga.
"Selamat jalan Nursam binti Sadikin!" ujar Rukiman sembari melambaikan tangan.
Melihat Rukiman yang lagaknya tidak beres, Nursam pun berlari dari dermaga itu. Ia menyadari bahwa dirinya pasti maksud dijual mantan suaminya itu.
"Hei, mau kemana dia? Cepat tangkap!" Nursam berlari ke arah Rukiman yang sudah masuk ke delman dalam jarak dua ratus meter dari dermaga.
Seorang pria kekar suruhan Mahmud mengejarnya. Nursam tetap berusaha sekuat tenaga untuk berlari menaiki delman yang ditumpangi Rukiman. Namun, sayang, itu tidak berhasil. Pria yang mengejar berhasil menangkapnya. Lalu menggendongnya. Dalam gendongannya Nursam berteriak meminta tolong.
"Abang Kimaaaaann!" Rukiman hanya tersenyum dalam delman yang beranjak pergi.
"Tolooonng!" ia terus berteriak. Mana ada yang akan mendengarnya. Dermaga itu kosong tiada orang. Kapal yang biasanya beroperasi belum tiba.
Nursam dibawa masuk ke dalam kapal. Kapal itu adalah milik bosnya Mahmud di Tanjung Selayer, sebuah pulau khusus perjual-belikan wanita.
Tanjung Selayer sendiri adalah pulau wisata yang di kelilingi laut. Banyak para pejabat, pengusaha, dan turis datang ke sana untuk berwisata. Di sana tersedia seperti villa dan penginapan.
Mereka yang datang ke sana dapat bebas dan mudah memesan wanita yang mereka mau untuk menemani dan memuaskan nafsu bejat mereka.
Plaaaakk tamparan keras dari Mahmud.
"Diam kau, perempuan tidak berguna. Kurung dia dan tutup mulutnya!" suara Mahmud yang seperti bencong kebanyakan. Halus dibuat-buat.
Nursam diikat di dalam kapal itu, mulutnya di plester. Kapal mulai berjalan meninggalkan dermaga.
Kapal itu adalah kapal kayu sama seperti Kapal Pendar Malam. Kapal kayu itu biasanya digunakan orang kampung untuk pergi ke suatu daerah yang tidak jauh. Hanya saja, kapal itu tak sebesar Kapal Pendar Malam.
....

KAMU SEDANG MEMBACA
KARINDANGAN
General Fiction~Wattys Winner 2021 Kategori Horror~ Nursam hampir bunuh diri dengan apa yang menimpa dirinya. Ia sungguh tak menyangka jika suami yang sangat dicintainya ternyata menipunya belaka. Dia dipelet dan keempat anaknya meninggal tak wajar. The Best Rank...